Masjid Bersejarah Jami Al-Atiq, Tolak Jadi Cagar Budaya

Masjid Bersejarah Jami Al-Atiq, Tolak Jadi Cagar Budaya

Nasional | okezone | Jum'at, 15 April 2022 - 01:43
share

JAKARTA - Masjid Jami Al-Atiq merupakan salah satu masjid tertua yang terletak di perbatasan antara Jakarta Timur dan Jakarta Selatan yang dibatasi oleh Kali Ciliwung. Masjid yang terletak di jalan Kampung Melayu Besar nomor 1 RT 03/01 Bidara Cina, Tebet, Jakarta Selatan ini didirikan pada 1632 dengan bentuk awal musala.

Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Jami Al-Atiq, Fahri Mufti (62) menjelaskan Masjid Al-Atiq tersebut merupakan masjid pertama yang didirikan di Kampung Melayu. Menurutnya, saking uzurnya, tidak ada yang tahu persis kapan awal mulanya masjid tersebut didirikan.

"Masjid Al-Atiq ini salah satu tertua karena dulunya menurut orang-orang tua kami, ini menjadi masjid pertama yang berdiri di wilayah kami," kata Fahri kepada MNC Portal, Kamis (14/4/2022).

Fahri menambahkan, awalnya masjid tersebut dinamakan Masjid Kampung Melayu. Pemberian nama Kampung Melayu sebab tempat ibadah tersebut digunakan sebagai lokasi berlarinya para pejuang kemerdekaan pada masa lampau.

"Masjid ini bersejarah karena dulu kampung di sini juga menjadi pelarian para pejuang. Salah satunya si Pitung, jawara Betawi yang pernah singgah di sini. Selain Pitung, dulu ada Bung Karno, Bung Tomo bahkan Buya Hamka pernah singgah beribadah di masjid ini," katanya.

Terkait adanya empat tiang pancang di dalam masjid, Fahri menjelaskan dahulu keempat tiang itu difungsikan sebagai fondasi awal masjid yang sebelumnya musala. Empat tiang tersebut yang menunjang berdirinya masjid hingga sekarang sehingga masih dipertahankan.

"Masjid ini kokoh berdiri sampai sekarang karena empat tiang pancang ini (sambil menunjuk tiang yang terletak di tengah masjid). Asal masjid ini dari empat tiang tersebut yang awalnya untuk Surau (musala)," tutur Fahri.

Terkait pemugaran Surau hingga menjadi masjid karena banyaknya warga yang beribadah salat selepas berpergian menggunakan perahu getek (bambu) di Kali Ciliwung. Fahri menceritakan Kali Ciliwung dahulu digunakan sebagai lalu lintas transportasi umum bagi warga Ibu Kota. Selepas bepergian, banyak warga singgah untuk beribadah di Masjid Al-Atiq.

"Karena dulu ada lalu lintas perahu getek, banyak warga singgah untuk Salat di Surau. Karena banyaknya warga yang beribadah, akhirnya warga bersepakat untuk dipugar menjadi masjid seperti sekarang," ujarnya.

Meski sudah menjadi tempat bersejarah penting bagi umat Islam di Jakarta, Fahri menegaskan pengelola Masjid Jami Al-Atiq menolak dialihfungsikan menjadi Cagar Budaya oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dia pun menyampaikan hal tersebut karena pihaknya khawatir ketika sudah menjadi Cagar Budaya, pengurusan renovasi dan pemugaran akan menjadi sulit.

Topik Menarik