Jakarta Peringkat 46 Indeks Kemacetan 2021

Jakarta Peringkat 46 Indeks Kemacetan 2021

Nasional | koran-jakarta.com | Jum'at, 11 Februari 2022 - 08:33
share

JAKARTA - Indeks Kemacetan 2021 menempatkan Jakarta pada peringkat 46 atau mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang menempati peringkat 31 berdasarkan data yang dirilis lembaga pemeringkat kemacetan kota dunia, Tomtom International BV.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membagikan informasi penurunan peringkat kemacetan tersebut melalui akun Instagram story @aniesbaswedan dipantau di Jakarta, Kamis (10/2).

Dalam laman lembaga internasional itu disebutkan pandemi Covid-19 menjadi penyebab atau faktor utama yang menurunkan tingkat kemacetan kota-kota besar di dunia, termasuk Jakarta.

Selama ini, tingkat kemacetan kota-kota besar di dunia meningkat dua hingga tiga persen per tahun. Namun, sejak dua tahun terakhir ketika dunia dilanda pandemi Covid-19, keadaan menjadi terbalik, menurunkan tingkat kemacetan kota di dunia.

Jakarta menjadi bagian dari 404 kota di 58 negara yang diukur dalam Tomtom Traffic Index 2021. Pada 2021, tingkat kemacetan di Jakarta menurun menjadi 34 persen dengan kategori warna kuning, setelah pada 2020 mencapai 36 persen.

Jakarta pernah berada di posisi keempat dunia sebagai kota dengan tingkat kemacetan tinggi pada 2017. Peringkat kemacetan kemudian berangsur membaik yakni pada 2018 berada di posisi tujuh, kemudian peringkat 10 pada 2019, dan pada 2020 bertengger di urutan 31.

Berdasarkan data Tomtom Traffic Index 2021, di posisi pertama tingkat kemacetan dengan kategori warna merah diduduki oleh Istanbul, Turki memiliki persentase kemacetan mencapai 62 persen.

Sedangkan kota dengan kategori hijau atau tingkat kemacetan paling rendah adalah Mekah di Arab Saudi di peringkat 404 dunia.

Transportasi Terpadu

Pengamat Transportasi dan Kebijakan Publik Djoko Setijowarno menilai moda transportasi Lintas Raya Terpadu (LRT) Jabodebek akan lebih signifikan dalam mengurangi kemacetan di Jakarta jika angkutan penghubung atau feeder dari kawasan perumahan menuju stasiun LRT diperbanyak.

Lebih spesifik, Djoko mengatakan, angkutan penghubung ini diperbanyak bagi stasiun-stasiun LRT yang berada di luar Jakarta. "Bagaimana agar feeder di stasiun LRT di luar Jakarta itu melayani hingga perumahan di sekitarnya," ujar Djoko.

"Misalnya masyarakat perumahan itu kalau pakai LRT 15.000 rupiah, tapi dari rumahnya ke stasiun cuma 5.000 rupiah, naik angkutan bis misalnya," kata Djoko.

Sementara itu Pengamat Transportasi dan Kebijakan Publik, Alvin Lie mengatakan, LRT merupakan bagian dari transportasi multimoda. Konsumen membutuhkan transportasi lanjutan dari dan ke stasiun LRT.

Alvin mengingatkan, tantangan utama adalah mengubah perilaku publik untuk beralih transportasi pribadi ke transportasi publik LRT. "Jangan sampai mengulang blunder kereta bandara yang tarifnya mahal. Sampai hari ini tetap sepi walau tarifnya diturunkan," ujar Alvin.

Topik Menarik