Kisah Jenderal Kopassus Harus Bertempur dengan Anak Didik di Rimba Kalimantan

Kisah Jenderal Kopassus Harus Bertempur dengan Anak Didik di Rimba Kalimantan

Nasional | inewsid | Kamis, 10 Februari 2022 - 06:20
share

JAKARTA, iNews.id - Mantan Kepala BIN Jenderal (purn) AM Hendropriyono dikenal sebagai tokoh militer yang kenyang pengalaman. Berbagai operasi pernah dijalaninya dengan sukses.

Dia pun mengingat pertempuran antara Kopassus dengan Pasukan Gerilya Serawak (PGRS) di hutan Kalimantan pada akhir 1960-an hingga 1970-an. PGRS merupakan pasukan bersenjata yang pernah dilatih Kopassus di Batu Jajar, Bandung, Jawa Barat.

Setelah terjadi pergantian kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru, PGRS menjadi musuh Indonesia. Padahal sebelumnya, PGRS dilatih oleh TNI untuk memerangi Inggris yang membantu Malaysia saat Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia.

Pemerintahan Presiden Soeharto memusuhi PGRS karena dicap sebagai komunis. Jenderal Hendropriyono yang ketika itu masih berpangkat perwira pertama turut mendapat tugas bergerilya melawan bekas sekutu TNI tersebut.

Sandi Yudha merupakan satuan intelijen tempur dari RKPAD yang diterjunkan melawan PGRS/Paraku yang sebagian anggotanya merupakan pemuda Tionghoa. Korps Baret Merah pun harus berhadapan dengan mantan anak didik yang mereka latih sendiri.

Jenderal Hendropriyono memimpin anak buahnya melawan kelompok PGRS pimpinan Bong Khee Chok. Untuk diketahui, Bong Khee Chok alias Yusuf Said dan adiknya, Bong Khun dilatih Kopassus di Batu Jajar, Bandung.

"Jadi anak buah saya kenal semua sama komandan-komandan PGRS. Bahkan ada cerita, ada salah satu dari kita yang tertangkap dalam keadaan luka-luka, karena kenal, diobatin, terus ditinggalin di pinggir kali," ujar Hendropriyono dikutip dari buku Kopassus untuk Indonesia jilid II.

Pertempuran demi pertempuran dilakukan Hendropriyono walaupun pedih karena harus melawan anak didiknya. Awalnya pendekatan persuasif dilakukan dan sebagian menuai keberhasilan. Hanya saja, pasukan Kopassus juga kadang terpaksa menangkap dan menewaskan tokoh-tokoh gerilyawan Kalimantan jika langkah persuasif tidak berhasil.

"Masalahnya begini. Kita melatih PGRS, kewaspadaan Bung Karno dulu jangan sampai ini mengotori pasukan nasionalis. Karena PGRS kan dulu komunis, karena itu dibentuklah TNKU alias Tentara Nasionalis Kalimantan Utara untuk memisahkannya dengan komunis. Tapi latihannya bareng. INKU itu isinya RPKAD, isinya kita," ucap Hendropriyono.

Awalnya, TNKU dikomandani oleh Letjen Zulkifli. Hanya saja dua tahun kemudian, TNKU dipimpin oleh Ahmad Zaidi yang belakangan diketahui merupakan mata-mata Inggris.

"Pasca-PGRS, Ahmad Zaidi menjadi menteri besar di Sarawak, Malaysia. Kita melatih mereka dulu karena kampanye konfrontasi dengan Malaysia," kata Hendropriyono.

Mertua Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa ini berhasil menangkap dan menumpas anggota PGRS, namun tidak Bong Khee Chok. Pimpinan PGRS tersebut baru keluar dari hutan pada November 1973 dan menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah Malaysia.

Meski berhasil melumpuhkan salah satu komandan PGRS, Ah San alias Hassan dengan pertarungan duel, Hendropriyono tak pernah bertemu langsung dengan Bong Khee Chok di medan peperangan.

"Nah, sesudah selesai pertempuran, Syarif Ahmad Sofyan tertangkap. Bong Khon dan Bong Khee Chok menyerah di Bandar Sri Aman. Jadilah di situ menyerah dan selesai," ujarnya.

Baru pada tahun 2005 Hendropriyono yang sudah pensiun dari TNI bertemu dengan sang mantan musuh. Pertemuan antara Hendropriyono dan Bong Khee Chok terbilang cukup manis.

Reuni antarmantan musuh berlangsung dengan hangat. Berawal dari niat Hendropriyono yang hendak membuat buku dan membutuhkan informasi dari pihak PGRS.

Mantan Kepala BIN itu pun mengontak kenalannya di Malaysia untuk bisa mempertemukannya dengan sang mantan musuh. Saat itu, Hendropriyono menghubungi Kepala BIN Malaysia saat itu, Datuk Zakaria yang mengaku mengenal dekat Bong Khee Chok.

Menurut Datuk Zakaria, Bong Khee Chok cukup dikenal rakyat Malaysia. Pertemuan dilakukan di Singapura sebagai tempat yang dianggap netral. Ada kisah lucu di awal per temuan keduanya.

"Datang nih orang, disambut dan dipotret sama orang BIN. Pas mau saya salamin, dia bilang, oh bukan saya, saya driver-nya. Yang datang itu ternyata sopirnya duluan. Salah potret deh," kenang Hendropriyono sambil tertawa.

Topik Menarik