Bocah SD di Grobogan Meninggal  HIV/AIDS, Susul Ayah dan Ibunya Terjangkit Penyakit yang Sama 

Bocah SD di Grobogan Meninggal  HIV/AIDS, Susul Ayah dan Ibunya Terjangkit Penyakit yang Sama 

Nasional | karawang.inews.id | Jum'at, 26 April 2024 - 14:21
share

GROBOGAN, iNewsKarawang.id - Sonto (62), seorang penduduk Desa Sugihmanik, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, merasa sedih atas kehilangan cucunya yang berusia 10 tahun dan menderita HIV/AIDS dengan inisial AD.

Kepergian anak SD tersebut meninggalkan kesedihan mendalam karena satu keluarga tidak dapat menyelamatkan anggota mereka dari penyakit mematikan HIV/AIDS.

Pak Tho, panggilan akrab ayah dua anak ini, menjelaskan bahwa sebelum meninggal, cucunya jarang mau minum obat untuk mengendalikan penyakit berbahaya tersebut.

"Saya ingat sekali, sebelum meninggal, saya dan cucu pergi ke Kota Salatiga untuk mengambil obat. Namun, selama sebulan, cucu saya jarang mengonsumsi obat sampai akhirnya meninggal dunia beberapa waktu yang lalu," kata Pak Tho pada Jumat (26/4/2024).

Sebelum cucunya meninggal, ibu AD yang merupakan anak perempuan satu-satunya telah meninggal dunia 3 tahun sebelumnya.

Pak Tho kemudian menceritakan bahwa setelah acara 1.000 hari anaknya, cucunya menyatakan keinginan untuk pulang dan melihat ibunya. Beberapa waktu kemudian, cucunya mengikuti ayah dan ibunya yang telah meninggal terlebih dahulu.

"Saya telah meminta dan merayu cucu saya sebelum meninggal agar ia berolahraga, minum obat, dan makan dengan baik. Namun, anak-anak memang sering kali keras kepala," ujarnya.

Sementara itu, menurut seorang penderita ODHA bernama Yuli, ada ribuan penderita ODHA di Kabupaten Grobogan. Namun, banyak yang enggan mengungkapkan kondisi mereka dan bahkan tidak mengambil obat dari pemerintah.

Menutup diri bagi para penderita ODHA berpotensi membahayakan karena dapat menyebarkan virus melalui luka, darah, atau hubungan seksual.

Baginya, sebagai seorang penderita ODHA, tidaklah sulit jika masyarakat mengetahui kondisinya. Bahkan, hanya sedikit yang melaporkan diri sebagai penderita ODHA dan mengambil obat dari pemerintah.

"Saya tidak takut dihakimi atau diasingkan. Malah, saya sering menjadi narasumber dan merasa bahwa masyarakat peduli terhadap orang-orang seperti saya," kata Yuli.

"Menurut saya, bukan hanya masalah takut untuk mengakui, tapi yang lebih penting adalah bagaimana meningkatkan kesadaran para penderita seperti kita untuk mengambil obat dan menjaga kesehatan tubuh," tambahnya.

Di sisi lain, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan, Dr. Slamet, menjelaskan bahwa ada kecenderungan bagi penderita ODHA untuk lebih tertutup, terutama dalam menyembunyikan status mereka agar diterima oleh masyarakat.

Kondisi ini berdampak pada psikologis para penderita ODHA untuk meningkatkan kesadaran dalam mengonsumsi obat dan berolahraga. Oleh karena itu, melalui gerakan Puskesmas Keliling, Dinas Kesehatan berharap para penderita ODHA tetap terlayani dan mendapatkan pelayanan yang baik.

"Memang ada kecenderungan untuk takut kepada masyarakat. Ini wajar karena penderita ODHA akan mengalami penolakan. Namun, yang terpenting adalah tidak menularkan virus mematikan ini kepada masyarakat lain. Kita harus bekerja keras untuk menghentikan penyebaran virus yang belum memiliki obat ini dengan cara yang baik," katanya.

Topik Menarik