Distribusi Apoteker di Indonesia Tak Merata, Lulusan STFI Didorong Mengabdi di Tanah Kelahiran

Distribusi Apoteker di Indonesia Tak Merata, Lulusan STFI Didorong Mengabdi di Tanah Kelahiran

Infografis | sindonews | Sabtu, 27 April 2024 - 22:46
share

Distribusi apoteker di Indonesia tidak merata. Sebagian besar apoteker lebih memilih berkarier di kota-kota besar Pulau Jawa daripada mengabdi di daerah, tanah kelahirannya.

Fakta itu disampaikan Ketua Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STFI) Adang Firmansyah seusai pengukuhan dan pengambilan sumpah 82 apoteker angkatan VI di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (27/4/2025).

Baca juga: Mahasiswa, Ini Perbedaan Jurusan Kuliah Farmasi dengan Apoteker

"Kalau bicara tentang jumlah, antara kebutuhan dan kelulusan, lebih banyak kebutuhan. Sebetulnya masalahnya di distribusi, banyak numpuk di Jawa. (Jadi) tidak merata," kata Ketua STFI.

Adang Firmansyah menyatakan, sebagian besar apoteker lebih memilih berkarier di kota besar, seperti Jakarta dan Bandung. Karena itu, setiap kali wisuda, STFI selalu mendorong apoteker untuk kembali ke tempat asal di daerah.

"Tapi balik lagi, kan tidak bisa dipaksa. Rata-rata malas balik ke tempat asalnya. Kami (STFI) banyak lulusan dari Sumatera, Kalimatan, itu 10 persen menetap di Bandung, kerja dan cari jodoh di Bandung," ujar Adang Firmansyah.

Padahal, tutur Ketua STFI, daerah sangat membutuhkan apoteker. Ketimpangan apoteker Indonesia, antara Jawa dan daerah lain besar, lebih dari 40-60 persen.

Baca juga: 7 Prospek Kerja Jurusan Farmasi selain Apoteker, Bisa Jadi R&D hingga Dosen

Di NTT dan Papua, satu provinsi hanya memiliki berapa apoteker. Sementara di Pulau Jawa, hampir setiap puskesmas punya apoteker.

"Masalahnya itu, selain biaya hidup, sallary, dan akses. Kalau sallary besar, tapi Anda di Papua, kan belum tentu mau, kecuali warga asli. Kami mendorong lulusan, kalau asli Papua, balik ke Papua. Asal NTT kembali ke NTT," tutur dia.

"Alhamdulillahnya, 80 persen (apoteker lulusan STFI) balik ke daerah, walapun ada 20 persen yang kerja di Bandung atau Jakarta. Apoteker sangat mudah diserap pasar kerja. Kami melihat dari waktu tunggu lulusan kami (STFI) tidak pernah lebih dari tiga bulan setelah itu habis, langsung kerja. Kalau apoteker waktu tunggu lulusan satu bulan, S1 tiga bulan," ucap Adang Firmansyah.

Ketua STFI menyatakan, hari ini STFI menggelar pengukuhan dan pengambilan sumpah profesi apoteker. Sabanyak 82 apoteker baru dikukuhkan. Gelombang berikutnya lebih banyak, 120 apoteker. "Kegiatan ini rutin setahun dua kali," ujar Ketua STFI.

Dalam kegiatan ini, tutur Adang, STFI mengundang tiga organisasi profesi, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Farmasi Indonesia Bersatu (FIB), dengan Persatuan Apoteker Sejahtera Indonesia (PASI). Tiga organisasi itu memiliki SK Kemenkumham.

"Walaupun tiga, kami berharap melebur jadi satu. Dulunya ada satu sekarang dengan ketentuan baru, ada hak konstitusional dari pemerintah sehingga profesi bisa membuat beberapa organisasi keprofesian," tutur Adang.

Ketua STFI mengatakan, STFI sengaja menghadirkan tiga organisasi profesi tersebut, kami sosialisasi, ini lah wadah mereka (apoteker). Kalaupun tidak bisa kembali menjadi satu, diharapkan organisasi apoteker itu memiliki visi misi sama untuk kepentingan apoteker, bangsa, dan dunia kesehatan farmasi.

Ditanya tentang tantangan ke depan bagi profesi apoteker, Adang mengatakan, artificial intelegence (AI), kemajuan teknologi menjadi tantangan yang harus dihadapi. Seperti misalnya, informasi obat itu yang merupakan wilayah profesi dan keahlian apoteker, sekarang sudah bisa digantikan oleh aplikasi berteknologi AI.

"Nah itu wilayah kerja keapotekeran (terancam) tergerus. Walaupun sampai saat ini kami melihat dalam tren lima tahun terakhir, farmasi salah satu bidang yang relatif stabil. Serapan juga banyak, tapi kita harus punya kompetensi yang tidak tergantikan AI dan segala macam," ujarnya.

Topik Menarik