Profil Ibrahim Traoré, Presiden Termuda Afrika yang Bikin Barat Ketar-Ketir!
JAKARTA, iNews.id - Profil Ibrahim Traore menjadi sorotan dunia setelah ia mengambil alih kekuasaan Burkina Faso melalui kudeta militer pada 30 September 2022. Lahir pada 14 Maret 1988 di Bondokuy, sebuah kota kecil di Provinsi Mouhoun, Traore adalah sosok pemimpin termuda di dunia saat ini, yang menjabat sebagai Presiden sementara Burkina Faso pada usia 34 tahun saat kudeta berlangsung.
Profil Ibrahim Traoré
- Nama lengkap: Ibrahim Traore
- Tanggal lahir: 14 Maret 1988
- Tempat lahir: Bondokuy, Provinsi Mouhoun, Burkina Faso
- Pendidikan: Studi geologi di Universitas Ouagadougou, lulusan cum laude
- Karier militer: Bergabung tahun 2010, pelatihan di Akademi Militer Georges Namoano, jabatan terakhir Kapten
- Peran utama: Pemimpin kudeta militer kedua di Burkina Faso pada September 2022
- Jabatan saat ini: Presiden sementara Burkina Faso dan Kepala Gerakan Patriotik untuk Perlindungan dan Pemulihan
- Kebijakan utama: Penghapusan biaya pendidikan, penanganan terorisme, penguatan hubungan dengan Rusia
- Ciri khas kepemimpinan: Pemimpin termuda di dunia, fokus pada reformasi dan stabilitas keamanan
- Tantangan: Konflik bersenjata, kemiskinan, krisis kemanusiaan, tekanan internasional
- Visi: Menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan sipil melalui konferensi nasional
Latar Belakang dan Pendidikan
Ibrahim Traore menempuh pendidikan menengah di Bobo-Dioulasso sebelum melanjutkan studi geologi di Universitas Ouagadougou. Di universitas, ia aktif dalam Asosiasi Mahasiswa Muslim dan juga dikenal sebagai delegasi yang vokal membela teman-temannya.
Setelah menyelesaikan pendidikan dengan predikat cum laude, Traore bergabung dengan Angkatan Darat Burkina Faso pada tahun 2010 di usia 22 tahun dan menjalani pelatihan perwira di Akademi Militer Georges Namoano. Ia resmi menjadi Letnan Dua pada 2012 dan kemudian dipromosikan menjadi kapten pada 2020 atau 2023, menurut sumber yang berbeda.
Karier Militer dan Peran dalam Kudeta
Hitung-hitungan Timnas Indonesia Lolos dari Babak 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia
Traore dikenal sebagai perwira yang aktif di garis depan melawan pemberontakan jihadis di Burkina Faso, khususnya di wilayah utara seperti kota Kaya. Ia diduga terkait dengan pasukan khusus "Cobra", unit kontrateroris yang dibentuk pada 2019, meskipun ada perdebatan apakah ia benar-benar bagian dari unit tersebut atau bertugas di resimen artileri.
Ia merupakan bagian dari kelompok perwira muda yang mendukung kudeta Januari 2022 yang membawa junta militer Gerakan Patriotik untuk Pengawalan dan Pemulihan ke tampuk kekuasaan.
Namun, ketidakpuasan terhadap Presiden sementara Paul-Henri Sandaogo Damiba atas kegagalannya menangani pemberontakan jihadis mendorong Traore dan kelompoknya melakukan kudeta kedua pada September 2022. Traore kemudian mengambil alih kepemimpinan junta tersebut sebagai kepala Gerakan Patriotik untuk Perlindungan dan Pemulihan.
Kebijakan dan Hubungan Internasional
Setelah berkuasa, Traore menyatakan komitmennya untuk memperbaiki situasi keamanan dan sosial di Burkina Faso, termasuk rencana penghapusan biaya pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, yang menjadi harapan besar bagi rakyatnya. Di ranah internasional, Traore berusaha menjauhkan negara dari pengaruh kolonial Prancis dan mempererat hubungan dengan Rusia, yang menjadi pemasok peralatan militer Burkina Faso. Ia juga terlibat dalam pembentukan Aliansi Negara Sahel sebagai bagian dari strategi regional melawan terorisme dan neokolonialisme.
Kebijakan Kontroversial Ibrahim Traore
Ibrahim Traore sebagai pemimpin Burkina Faso menerapkan sejumlah kebijakan yang menuai kontroversi, baik di dalam negeri maupun di mata dunia internasional. Berikut beberapa kebijakan kontroversial yang menjadi sorotan utama:
Dekrit Mobilisasi Umum Setahun Penuh
Pada April 2023, Traore mengeluarkan dekrit mobilisasi umum selama satu tahun yang memberikan otoritas kepada pemerintah untuk meminta remaja berusia 18 tahun ke atas untuk ikut serta dalam operasi militer melawan kelompok jihadis. Kebijakan ini dianggap kontroversial karena memaksa warga sipil muda terlibat langsung dalam konflik bersenjata yang berkepanjangan.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Represi Politik
Sejak Traore berkuasa, terjadi peningkatan penculikan terhadap kritikus pemerintah dan lawan politik oleh pasukan keamanan. Human Rights Watch melaporkan penggunaan metode kekerasan yang semakin kejam untuk membungkam pembangkang, termasuk penculikan aktivis dan pembatasan kebebasan pers serta hak dasar sipil.
Pengusiran Pasukan Prancis dan Pemutusan Hubungan Militer
Traore secara tegas mengakhiri kerja sama militer dengan Prancis, mantan penjajah Burkina Faso, dengan mengusir sekitar 400 tentara Prancis pada Februari 2023 dan mencabut perjanjian pertahanan lama. Langkah ini mendapat dukungan dari sebagian rakyat yang ingin kedaulatan, tetapi juga menimbulkan ketegangan diplomatik dan kekhawatiran atas keamanan nasional.
Deklarasi Nasionalisasi Sektor Strategis
Traore mengambil kebijakan nasionalisasi tambang emas dan sumber daya alam, yang sebelumnya dikuasai perusahaan asing, terutama Prancis. Ia menegaskan bahwa kekayaan alam harus dikelola untuk kepentingan rakyat Burkina Faso, bukan asing. Namun, kebijakan ini juga memicu ketegangan dengan investor asing dan menimbulkan risiko ekonomi.
Kemitraan dengan Rusia dan Kontroversi Wagner Group
Traore mempererat hubungan dengan Rusia dan membuka pintu bagi kelompok militer bayaran Wagner Group untuk membantu operasi anti-jihadis. Pendekatan ini kontroversial karena terkait dengan laporan pelanggaran HAM dan eksekusi di luar hukum di wilayah operasi Wagner, serta kekhawatiran atas pengaruh asing baru yang menggantikan Prancis.
Pembatalan Perjanjian Pajak Ganda dengan Prancis
Pemerintah Traore membatalkan perjanjian pajak ganda yang selama ini menguntungkan perusahaan dan individu Prancis, yang bebas pajak di Burkina Faso. Kebijakan ini bertujuan mengembalikan kedaulatan fiskal negara, namun juga berpotensi menimbulkan konflik ekonomi dengan Prancis dan investor asing.
Kebijakan-kebijakan ini mencerminkan upaya Traore untuk menegaskan kedaulatan nasional dan melawan neokolonialisme, namun juga menghadirkan tantangan besar berupa kritik pelanggaran HAM, isolasi diplomatik, dan risiko keamanan yang belum sepenuhnya teratasi.
Tantangan dan Prospek Kepemimpinan
Sebagai pemimpin termuda dan seorang militer karir, Ibrahim Traore menghadapi tantangan besar, termasuk konflik bersenjata, kemiskinan, kekeringan, dan krisis kemanusiaan yang melanda Burkina Faso. Ia berjanji untuk tidak menjabat lama dan akan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan sipil melalui konferensi nasional yang direncanakan.
Profil Ibrahim Traore menunjukkan sosok pemimpin militer muda yang berani mengambil langkah drastis demi perubahan di Burkina Faso. Dari latar belakang pendidikan hingga kiprahnya di militer dan politik, Traore berusaha membawa negaranya ke arah stabilitas dan kemajuan. Dengan rencana penghapusan biaya pendidikan dan diplomasi yang semakin kuat, nama Ibrahim Traore akan terus menjadi pusat perhatian dalam dinamika politik Afrika Barat.