Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp650 Juta bersama Pengacara

Terkini | inews | Senin, 6 Mei 2024 - 13:52
share

JAKARTA, iNews.id - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh menerima gratifikasi Rp650 juta. Gratifikasi itu disebut diterima Gazalba bersama pengacara bernama Ahmad Riyad terkait pengondisian perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022 dengan terdakwa Jawahirul Fuad.

"Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Ahmad Riyad menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp650juta haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa sebagai Hakim Agung Republik Indonesia," kata Jaksa KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (6/5/2024).

Dalam dakwaannya, Jaksa KPK menyebutkan Jawahirul Fuad mengalami permasalahan hukum terkait dengan pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Dia lalu ditetapkan sebagai tersangka kemudian menjalani persidangan di PN Jombang. 

Berdasarkan Putusan Nomor 548/Pid.B/LH/2020/PN Jbg tanggal 7 April 2021, Jawahirul Fuad dinyatakan bersalah dengan dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun. Pada tingkat banding, putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dengan Putusan Nomor 485/PID.SUS-LH/2021/PT SBY tanggal 10 Juni 2021.

Dia kemudian menghubungi Kepala Desa Kedunglosari, Mohammad Hani untuk mencarikan jalur pengurusan perkara di tingkat Kasasi di Mahmakah Agung (MA). Kemudian, keduanya menemui Agoes Ali Masyhuri terkait tujuan dari Jawahirul Fuad. 

Dari pertemuan tersebut, Agoes Ali Masyhuri menghubungi Ahmad Riyad dan selanjutnya meminta Jawahirul Fuad dan Mohammad Hani datang ke kantornya. 

"Atas penyampaian tersebut, Ahmad Riyad mengecek pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) terkait perkara Jawahirul Fuad dengan register perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022, dengan susunan majelis Hakim Kasasi yaitu Desnayeti, Yohanes Priyatna, dan Gazalba Saleh (terdakwa)," kata Jaksa. 

"Setelah mengetahui salah satu hakim yang menyidangkan perkara tersebut adalah terdakwa, Ahmad Riyad menyetujui menghubungkan Jawahirul Fuad kepada terdakwa dengan menyediakan uang sejumlah Rp500 juta untuk diberikan kepada terdakwa, setelah itu Ahmad Riyad menghubungi terdakwa," tutur dia. 

Pada akhir Juli 2022, Jawahirul Fuad bersama Mohammad Hani mendatangi kantor Ahmad Riyad yang berlokasi di Jalan Juwono Nomor 23, Darmo, Kecamatan Wonokromo, Kota Surabaya, untuk menyerahkan uang yang diminta.

Selanjutnya, Ahmad Riyad dan Gazalba Saleh bertemu di Sheraton Surabaya Hotel & Towers untuk membahas permintaan dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022  dan meminta bebas. 

Selanjutnya, Gazalba meminta asisten hakim agung, Prasetio Nugroho untuk membuat resume perkara Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022 dengan putusan "Kabul Terdakwa" meskipun berkas perkara belum masuk ke ruangan terdakwa.

"Atas resume yang dibuat oleh Prasetio Nugroho tersebut, terdakwa gunakan sebagai dasar dalam membuat lembar pendapat hakim (advise blaad)," ujar jaksa. 

Pada 6 September 2022, dilakukan musyawarah pengucapan putusan perkara kasasi yang dimaksud. Isi amar putusan, pada pokoknya Jawahirul Fuad dinyatakan bebas atau dakwaan dinyatakan tidak terbukti.

Masih di September 2022, Ahmad Riyad kemudian menyerahkan uang kepada Gazalba Saleh sejumlah 18.000 dolar Singapura atau setara Rp200 juta. Jumlah tersebut merupakan bagian dari Rp500 juta yang diserahkan Jawahirul Fuad. 

Selanjutnya, Ahmad Riyad meminta uang tambahan Rp150 juta dan direalisasikan oleh Jawhirul Fuad di kantor pengacara tersebut. 

"Terdakwa bersama-sama Ahmad Riyad menerima uang dari Jawahirul Fuad keseluruhan sejumlah Rp650 juta, di mana terdakwa menerima bagian sejumlah SGD18,000 atau setara dengan Rp200 juta sedangkan sisanya sejumlah Rp450 merupakan bagian yang diterima oleh Ahmad Riyad," ujarnya. 

Atas penerimaan yang tidak dilaporkan dalam kurun waktu 30 hari, maka uang tersebut digolongkan gratifikasi. 

Gazalba didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Topik Menarik