Rupiah Melemah Tembus Rp16.000, Sri Mulyani: Ada yang Lebih Parah

Rupiah Melemah Tembus Rp16.000, Sri Mulyani: Ada yang Lebih Parah

Ekonomi | inews | Jum'at, 26 April 2024 - 12:43
share

JAKARTA, iNews.id - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah bahkan menembus Rp16.000. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengatakan bahwa ada yang terdampak lebih parah.
 
Menurutnya penurunan nilai tukar mata uang dialami di banyak mata uang dunia, karena indeks dolar mengalami penguatan di 4,5 persen. Artinya, mata uang lain mengalami koreksi.

"Negara-negara seperti sekitar kita dan di emerging country G20 ada di situasi mirip, ada yang lebih parah tergantung dari pondasi dan kondisi ekonomi masing-masing," ujarnya dalam dalam konferensi pers APBN KITA Edisi April 2024, Jumat (26/4/2024).

Untuk Baht Thailand mengalami koreksi 8,56 persen, Won Korea Selatan koreksi di 6,31 persen dan Turki mengalami penurunan 10,4 persen, serta Brazil di 5,06 persen, Vietnam 4,7 persen, Afrika Selatan 4,7 persen, Filipina 3,9 persen.

"Jadi pergerakan nilai tukar ini dirasakan dan dibahas di dalam meeting kemarin, kecenderungan terjadinya capital outflow, koreksi nilai tukar, harga saham, dan yield dari surat berharga menjadi fokus dari pembahasan menteri keuangan dan gubernur bank sentral di G20 maupun pertemuan IMF minggu lalu," tutur dia.

Menurut Sri Mulyani, masing-masing negara harus mulai melakukan adjustment dengan dinamika market yang cukup tinggi.

Secara rinci, indeks dolar AS menguat, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sejak awal tahun di 5,37 persen secara ytd.

Pasar saham dan SBN domestik terpengaruh sentimen global, tercatat outflow saham mencapai Rp13,08 triliun (mtd) dan outflow SBN mencapai Rp16,65 triliun (mtd).

Kementerian Keuangan menyampaikan bahwa pasar keuangan domestik terdampak oleh ketidakpastian global. Yield US Treasury dan SBN meningkat, depresiasi nilai tukar terjadi di beberapa negara dan masih terjadinya outflow pasar keuangan domestik.

Kata Sri Mulyani, jika dilihat dari capital outflow di surat berharga dan capital market di bulan April ini terjadi perubahan akibat bank sentral Amerika Serikat (AS) yang cenderung mempertahankan suku bunga.

"Ini tentu mempengaruhi dari mulai harga saham, nilai tukar dan surat berharga negara dari sisi yield kita," ujar dia.

Topik Menarik