Kelancaran Distribusi BBM Jadi Kunci Pemulihan Layanan Vital Pascabencana di Aceh
IDXChannel — Komisi VI DPR RI menekankan pentingnya kelancaran penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) darurat untuk menopang operasional genset pada instalasi darurat di wilayah terdampak bencana Aceh. Sebab, pasokan BBM untuk genset menjadi kunci agar layanan vital tetap berjalan selama proses pemulihan pascabencana masih berlangsung secara bertahap.
Penegasan tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka melalui unggahan di akun Instagram @riekediahp yang memuat kondisi lapangan serta kebutuhan energi darurat pascabencana di Aceh.
Dia menjelaskan, kerusakan infrastruktur dan keterbatasan akses membuat penyaluran BBM, khususnya untuk kebutuhan operasional genset, menghadapi tantangan serius. Dalam situasi tersebut, genset darurat menjadi penopang utama operasional berbagai instalasi darurat di wilayah terdampak.
“Ini instalasi darurat, khususnya untuk layanan kesehatan. Salah satu prioritas penting yang tidak boleh terhenti,” ujarnya, Selasa (23/12/2025).
Dia menegaskan, keberlangsungan operasional instalasi darurat sepenuhnya bergantung pada pasokan BBM yang stabil dan berkelanjutan untuk genset. Tanpa kepastian distribusi, layanan vital berisiko terhenti di tengah kondisi darurat.
Menurutnya, kebutuhan BBM untuk genset darurat tersebar di sejumlah wilayah Aceh, meliputi Banda Aceh, Sigli, Lhokseumawe, Langsa, Meulaboh, dan Subulussalam. Seluruh titik tersebut membutuhkan penyaluran BBM yang terukur dan berkesinambungan selama pemulihan pascabencana masih berlangsung.
“Ini bukan soal urusan personal atau kelembagaan. Ini persoalan penyelamatan para korban bencana. Karena itu, data dan keputusan harus berbasis kondisi riil di lapangan,” ujarnya.
Atas dasar itu, Rieke mendorong PT Pertamina Patra Niaga untuk memastikan penyaluran BBM bagi kebutuhan genset darurat di Aceh berjalan lancar dan tidak terhambat.
“Saatnya semua pihak bergandengan tangan agar instalasi darurat tetap menyala dan masyarakat terlindungi,” katanya.
Sementara itu di lapangan, kondisi darurat distribusi BBM juga dirasakan masyarakat di Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh. Pascabencana banjir dan tanah longsor, sejumlah akses jalan utama terputus sehingga pasokan BBM mengalami kelangkaan, terutama di wilayah pedalaman yang hingga kini masih sulit dijangkau.
Pantauan di lapangan menunjukkan, sejak beberapa hari terakhir warga harus antre panjang di SPBU dan kios pengecer BBM. Bahkan, sebagian masyarakat terpaksa membeli BBM dengan harga jauh di atas normal, mencapai Rp 20 ribu per liter, akibat distribusi yang terhambat oleh kerusakan jalan dan jembatan yang belum sepenuhnya pulih.
Tokoh Pemuda Gayo Lues, Kamsah Galus menilai kelangkaan BBM di tengah situasi darurat bencana menjadi persoalan krusial yang perlu segera ditangani pemerintah. Menurutnya, BBM bukan sekadar kebutuhan kendaraan, tetapi penopang utama roda ekonomi dan layanan kemanusiaan.
“BBM ini urat nadi kehidupan. Saat bencana, justru kebutuhan meningkat untuk evakuasi, logistik, hingga aktivitas ekonomi warga. Kalau BBM langka, semuanya macet,” kata dia.
Dia pun lantas menyoroti lambannya distribusi pasokan BBM ke Gayo Lues yang dinilai belum sebanding dengan kondisi darurat yang dihadapi masyarakat. Kamsah meminta pemerintah daerah dan pihak terkait, termasuk Pertamina, segera mengambil langkah ekstra, seperti penambahan kuota dan pengiriman khusus ke daerah terdampak.
Selain itu, Kamsah juga mengingatkan agar pengawasan diperketat untuk mencegah penimbunan dan permainan harga di tingkat pengecer. Ia menilai praktik tersebut justru memperparah penderitaan masyarakat yang sedang berjuang bangkit dari dampak banjir dan longsor.
“Aparat harus turun, awasi, dan tindak tegas,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, masyarakat Gayo Lues masih berharap distribusi BBM segera normal agar aktivitas sosial, ekonomi, dan pemulihan pascabencana dapat berjalan tanpa hambatan. Situasi ini menjadi ujian nyata bagi kehadiran negara di wilayah terdampak bencana, apakah cepat, sigap, dan berpihak pada rakyat, atau justru datang terlambat.
(Dhera Arizona)










