Harga Minyak Turun 6 Persen usai Gencatan Senjata Israel-Iran, Balik ke Level Sebelum Konflik
IDXChannel - Harga minyak turun 6 persen pada Selasa (24/6/2025) dan ditutup di posisi terendah dalam dua pekan terakhir, seiring ekspektasi gencatan senjata antara Israel dan Iran mengurangi risiko gangguan pasokan minyak dari Timur Tengah.
Meski demikian, gencatan senjata tersebut berada di titik rawan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuduh kedua pihak—Israel dan Iran—melanggar kesepakatan hanya beberapa jam setelah pengumuman resmi.
Harga minyak Brent turun 6,1 persen menjadi USD67,14 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) jatuh 6 persen menjadi USD64,37 per barel.
Penutupan ini menjadi yang terendah sejak 10 Juni untuk Brent dan sejak 5 Juni untuk WTI, atau sebelum Israel meluncurkan serangan mendadak ke fasilitas militer dan nuklir utama Iran pada 13 Juni lalu.
"Seluruh premi risiko geopolitik yang terbentuk sejak serangan pertama Israel ke Iran hampir dua pekan lalu kini benar-benar menguap," ujar analis senior di PVM Oil Associates, unit dari TP ICAP, Tamas Varga, dikutip Reuters.
Pada Senin (23/6), kedua kontrak minyak juga ditutup turun lebih dari 7 persen. Padahal sebelumnya, harga sempat menyentuh level tertinggi lima bulan setelah AS melancarkan serangan ke fasilitas nuklir Iran akhir pekan lalu.
Namun, pasar menilai serangan balasan Iran ke pangkalan militer AS di Qatar sebagai tindakan yang justru meredakan ketegangan, sehingga reli harga yang terjadi sebelumnya langsung berbalik arah.
Keterlibatan langsung AS dalam konflik ini sempat memicu kekhawatiran terhadap keamanan Selat Hormuz, jalur sempit antara Iran dan Oman yang dilintasi oleh 18 hingga 19 juta barel minyak dan produk minyak per hari—hampir seperlima dari konsumsi global.
Harga minyak juga ikut tertekan setelah Trump menyatakan bahwa China, sebagai importir minyak terbesar dunia, tetap diizinkan membeli minyak dari Iran.
Di sisi lain, dari perkembangan pasokan global, perusahaan energi negara Kazakhstan, KazMunayGaz, menaikkan proyeksi produksi minyak dari ladang minyak Tengiz yang dikelola Chevron menjadi 35,7 juta ton metrik pada 2025, dari proyeksi sebelumnya sebesar 34,8 juta ton. Kazakhstan merupakan anggota kelompok OPEC+ yang mencakup negara-negara OPEC dan sekutunya. Sejumlah anggota OPEC+ lain juga tercatat meningkatkan produksi.
Di Guyana, produksi minyak naik menjadi 667.000 barel per hari pada Mei, dari 611.000 barel per hari di April. Kenaikan ini didorong peningkatan produksi di dua dari tiga fasilitas yang dioperasikan oleh raksasa energi AS, Exxon Mobil.
Faktor lain yang menekan harga minyak berasal dari laporan kepercayaan konsumen AS yang secara mengejutkan memburuk pada Juni. Rumah tangga di AS semakin khawatir terhadap ketersediaan lapangan kerja dan ketidakpastian ekonomi yang timbul dari kebijakan tarif Presiden Trump. (Aldo Fernando)