Bikin Jet Tempur Siluman F-47 AS, Pentagon Minta Rp8,1 Triliun

Bikin Jet Tempur Siluman F-47 AS, Pentagon Minta Rp8,1 Triliun

Global | sindonews | Kamis, 5 Juni 2025 - 08:53
share

Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) atau Pentagon ingin memprioritaskan pembuatan jet tempur siluman F-47 Angkatan Udara daripada jet tempur generasi berikutnya Angkatan Laut. Mereka minta Kongres untuk mengalihkan anggaran USD500 juta (Rp8,1 triliun) untuk memuluskan proyek jet tempur generasi keenam itu.

Pentagon memprioritaskan F-47 Angkatan Udara ketimbang F/A-XX pengganti F/A-18 Super Hornet Angkatan Laut dengan alasan bahwa menjalankan kedua program secara bersamaan dapat menunda keduanya.

Kontrak pembuatan jet tempur F-47 telah diberikan kepada Boeing pada Maret lalu.

Baca Juga: Balas Tarif Trump, Cara China Ini Bisa Buyarkan Proyek Jet Tempur Siluman F-47 AS

Komite Angkatan Bersenjata Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menambahkan anggaran proyek jet tempur baru ke bagian pertahanan dari rancangan undang-undang (RUU) pemotongan pajak yang ditandatangani Presiden Donald Trump."Mengejar dua pesawat tempur generasi keenam secara bersamaan berisiko menyebabkan kekurangan pasokan pada keduanya," kata Pentagon kepada komite kebijakan pertahanan DPR dan Senat bulan lalu, yang dokumennya dilihat oleh Bloomberg News, Rabu.

Pentagon di bawah Menteri Pete Hegseth malah mengajukan usulan untuk menggunakan tambahan dana USD500 juta untuk F-47, yang mendapat dukungan penuh dari presiden.

"Mengingat penundaan jadwal dan pertumbuhan biaya di berbagai badan pesawat, DoD [Departemen Pertahanan] merekomendasikan fokus pada F-47, memberi waktu bagi program F/A-XX Angkatan Laut untuk kematangan teknis dan pengembangan," katanya, yang dikutip dari Bloomberg News, Kamis (5/6/2025).

"Menerapkan F/A-XX secara bertahap setelah pengembangan awal F-47 Angkatan Udara akan mengurangi masalah kapasitas di pangkalan industri," imbuh Pentagon.

Namun, Komite Angkatan Bersenjata DPR menambahkan USD500 juta untuk F/A-XX Angkatan Laut dalam paket senilai USD3,9 triliun yang telah dikirim ke Senat. Komite tersebut menolak permintaan Pentagon untuk mengalihkan dana tersebut ke F-47 karena departemen tersebut belum menjelaskan alasannya secara lengkap, menurut Heather Vaughan, juru bicara komite.

"Pentagon belum memberi pengarahan kepada komite tentang perubahan apa pun dalam rencananya untuk mengembangkan dan mendapatkan jet tempur Angkatan Laut yang baru," katanya."Tanpa informasi baru dari Angkatan Laut mengenai revisi terhadap kesenjangan dan kekurangan kemampuan yang ditetapkan, persyaratan misi, biaya, atau strategi akuisisi untuk F/A-XX, komite terus mendukung pengembangan platform penting ini," imbuh dia.

Komite Angkatan Bersenjata Senat pada hari Selasa merilis bagian pertahanan dari RUU pajak, atau rekonsiliasi. Anggaran tersebut mencakup USD750 juta untuk mempercepat pesawat FA/XX, yang menandai penolakan kedua atas permintaan Pentagon. Baik DPR maupun Senat dipimpin oleh Partai Republik.

Sekadar diketahui, pesawat tempur F-35 buatan Lockheed Martin Corp—jet tempur siluman generasi kelima—telah menuai kritik di tengah kekhawatiran atas keterlambatan pemutakhiran perangkat lunak, masalah suku cadang, dan kekhawatiran seputar kesiapan misi. Kini, F-35 merupakan sistem persenjataan termahal di AS, dengan biaya keseluruhan termasuk pemeliharaan selama beberapa dekade yang ditetapkan mencapai USD2 triliun.

Pentagon tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Masalah seputar proyek F-47 kemungkinan akan muncul pada hari Rabu waktu Washington ketika pejabat akuisisi Angkatan Laut memberikan kesaksian di subkomite DPR tentang kekuatan laut.Ketua subkomite alokasi anggaran pertahanan DPR, Ken Calvert dari California, mengungkapkan rasa frustrasinya bulan lalu kepada Sekretaris Angkatan Laut John Phelan tentang status program F/A-XX.

"Kita membutuhkan pesawat tempur generasi keenam," kata Calvert dalam sidang pada 14 Mei. “Saya khawatir akan adanya keraguan dari pihak kami untuk melanjutkan rencana pengadaan jet tempur generasi keenam untuk Angkatan Laut akan membuat kita kalah bersaing dalam pertempuran melawan China," ujarnya.

“Program penerbangan yang bergantung pada rantai pasokan yang sangat terspesialisasi dan tenaga kerja terampil tidak dapat dihidupkan dan dimatikan begitu saja,” imbuh dia.