Siapa Yaqeen Hammad? Influencer Palestina Berusia 11 Tahun yang Tewas Dibom Zionis saat Live di Media Sosial
Di kamp pengungsian tempat bau mesiu tak pernah pudar dan sirene tak pernah berhenti meraung, Yaqeen Hammad tengah membangun dunia harapan melalui lensa ponselnya.
Usianya 11 tahun, tetapi mimpinya telah melampaui rasa takut. Ia menghadapi kematian setiap hari dengan senyum yang menerangi wajah setiap orang yang melihatnya.
Yaqeen bukan sekadar anak kecil — ia adalah proyek kenangan hidup, halaman harian dari Gaza yang melampaui berita utama. Gaza milik rakyat. Gaza milik anak-anak yang membuat mainan dari abu dan menciptakan cahaya dari debu.
Ia merekam, ia tertawa, ia mengambil inisiatif, dan ia berbicara kepada para pendengarnya seolah-olah ia tahu bahwa suatu hari kesaksiannya tidak akan datang dari balik layar — tetapi dari dalam layar.
Pada Jumat malam, momen-momen terakhir Yaqeen direkam. Kali ini, dia tidak menyiarkan kehidupan—dia mengucapkan selamat tinggal.
Serangan udara Israel menghantam tempat di mana dia berada. Kameranya terdiam. Ponsel yang pernah menangkap mimpi-mimpi kecilnya menjadi batu nisannya. Citranya menyebar di berbagai platform digital seperti lagu perpisahan yang menyakitkan yang bergema di setiap rumah warga Palestina.
Di saat kenangan pun dibom, Yaqeen bergabung dengan daftar panjang anak-anak yang berubah dari saksi menjadi martir. Namun, dia tidak pernah diam. Dia berteriak untuk hidup—bahkan di napas terakhirnya.
Siapa Yaqeen Hammad? Influencer Palestina Berusia 11 Tahun yang Tewas Dibom Zionis saat Live di Media Sosial
1. Ingin Membuat Anak-anak Bahagia
Melansir The Palestinian Information Center, akun media sosialnya adalah jendela kehidupan yang terkepung—mencari harapan di tengah kegelapan.Video-videonya spontan: klip-klip saat dia bermain dengan teman-teman, meminta sumbangan untuk anak yatim, berpartisipasi dalam acara-acara sederhana di dalam tenda, membagikan kegembiraan meskipun tidak ada keamanan.
Dalam salah satu klip terakhirnya, dia berkata: “Saya mencoba membuat anak-anak bahagia, mungkin kita bisa melupakan perang sejenak.” Namun, perang tidak melupakannya—atau generasinya.
2. Influencer Palestina Termuda
Melansir Palestinian Chronicle, di usianya yang baru 11 tahun, Yaqeen Hammad adalah aktivis media termuda di Gaza dan relawan termuda di sebuah kelompok amal lokal. Dengan kebijaksanaan yang jauh melampaui usianya, Yaqeen membawa harapan ke tempat-tempat yang dibayangi oleh ketakutan.Hidup di bawah pengepungan di Jalur Gaza, ia berhasil menjangkau puluhan ribu orang melalui video Instagram-nya. Beberapa menyoroti upaya bantuan untuk anak yatim dan keluarga yang terlantar. Yang lain menunjukkan ia tertawa dan bermain dengan anak-anak, membagikan hadiah dengan gembira.
3. Mendokumentasikan Perjuangan Hidup
Banyak yang mendokumentasikan perjuangan hidup sehari-hari di bawah pemboman Israel yang tiada henti. Konten Yaqeen adalah bukti ketahanan—penolakan untuk dihancurkan oleh genosida Israel.Yaqeen sering menemani kakak laki-lakinya, Mohamed Hammad, seorang pekerja kemanusiaan, dalam misi bantuan. Bersama-sama, mereka mengirimkan makanan, pakaian, dan mainan kepada keluarga yang mengungsi.
Berita kematiannya memicu curahan kesedihan di seluruh Gaza dan media sosial. Aktivis, jurnalis, dan pengikut berduka atas kehilangan seorang anak yang telah menjadi simbol cahaya di salah satu masa tergelap di Gaza.
“Dia adalah seorang anak yang seharusnya bersekolah, bermain seperti anak-anak di mana-mana,” demikian bunyi salah satu penghormatan.
Lahir dalam blokade, dibesarkan di bawah pemboman, dan dibentuk oleh trauma, Yaqeen memilih untuk bertindak daripada tetap diam. Keberaniannya meninggalkan dampak yang abadi bagi semua orang yang melihatnya — seorang gadis muda yang memimpin dengan memberi contoh di tengah reruntuhan.
4. Anak-anak Palestina Jadi Korban
Menurut Kementerian Kesehatan, lebih dari 16.000 anak telah menjadi martir sejak dimulainya genosida Israel. Jumlah total korban — tewas dan terluka — melebihi 175.000.Ini bukan sekadar statistik. Ini adalah buku sketsa yang robek, tas sekolah yang hangus, dan hati yang telah merencanakan ulang tahun atau belajar untuk ujian.
Komite PBB tentang Hak Anak menyatakan bahwa perang ini merupakan pengecualian manusia yang tragis dalam kebrutalannya.
Sementara itu, UNRWA mengonfirmasi bahwa jumlah anak-anak yang tewas di Gaza selama perang ini melampaui jumlah korban perang anak secara global selama empat tahun terakhir.
Perang jarang menawarkan akhir yang adil — tetapi Yaqeen menulis akhir yang berbeda. Hadir. Terdokumentasi. Lengkap.
Tawanya masih bergema. Videonya masih beredar — dan mungkin akan selalu beredar — mengingatkan dunia bahwa Gaza tidak hanya berdarah… tetapi juga berbicara. Walaupun hanya kameranya saja yang tersisa.



