Kisah Menarik Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa, Dulu Bantai Tentara AS Kini Berdiri Sejajar dengan Donald Trump
Ahmed al-Sharaa merupakan penguasa baru Suriah. Status ini didapat setelah kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang dipimpinnya menggulingkan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad pada Desember 2024 lalu.
Sebagai pemimpin baru Suriah, al-Sharaa baru-baru ini menjadi sorotan usai bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Tak hanya berdiri sejajar, ia bahkan sempat berjabat tangan.
Tentu, momen tersebut terbilang menarik jika melihat riwayat al-Sharaa ke belakang. Dikenal juga dengan nama Abu Mohammad al-Julani, ia pernah menjadi buronan AS dengan hadiah USD10 juta untuk kepalanya karena keterlibatannya dengan Al Qaeda dan memimpin serangan terhadap tentara AS di Irak.
Kisah Menarik Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa
Ahmed al-Sharaa lahir pada 29 Oktober 1982 di Riyadh, Arab Saudi. Ia lahir di sana karena ayahnya bekerja sebagai insinyur perminyakan.Pada 1989, al-Sharaa beserta keluarganya kembali ke Damaskus. Di sana, ia tumbuh sebagai anak yang pendiam dan rajin belajar.
Semangat perjuangannya terpicu saat Intifada Kedua Palestina pada 2000. al-Sharaa yang masih berusia antara 17 atau 18 tahun tergerak hatinya untuk membela orang yang ditindas oleh penjajah Israel.
Beberapa tahun berlalu, al-Shaara justru pergi ke Irak dan bergabung dengan Al Qaeda pada 2003. Di sana, ia membantu kelompok tersebut saat melawan invasi Amerika Serikat (AS).
Al-Shaara kemudian ditangkap pada 2006 dan ditahan selama lima tahun. Setelah bebas pada 2011, ia kembali ke Suriah dan mendirikan Front al-Nusra, cabang Al Qaeda yang dengan cepat menjadi kekuatan besar.
Pada 2013, AS menetapkannya sebagai teroris global dan menawarkan hadiah besar untuk penangkapannya. Di samping itu, ia akhirnya memisahkan diri dari jaringan Al-Qaeda pada 2016 untuk membentuk Hayat Tahrir al-Sham (HTS).
Sejak pendirian HTS, al-Sharaa mulai mengubah citra dirinya dari kelompok jihadis global menjadi kekuatan nasionalis yang fokus pada penggulingan rezim Assad di Suriah.
Ia bahkan mulai mengganti sorban dengan seragam militer, menjanjikan perlindungan bagi minoritas agama, dan membangun pemerintahan lokal di Idlib yang menyediakan layanan sipil seperti pendidikan dan kesehatan.
Transformasi itu mencapai puncaknya pada November 2024, ketika HTS di bawah komandonya melancarkan serangan kilat dan sukses menggulingkan Assad.
Pada 29 Januari 2025, al-Sharaa diangkat sebagai presiden transisi Suriah, menandai perubahan statusnya dari buronan menjadi pemimpin de facto negara tersebut.
Beberapa waktu berlalu, al-Sharaa bertemu Donald Trump di Riyadh. Pertemuan ini yang dihadiri Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman dan melibatkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan via telepon disebut tengah membahas pencabutan sanksi AS terhadap Suriah dan upaya normalisasi hubungan.
Trump juga memuji Ahmed al-Sharaa sebagai pria muda yang menarik dan pejuang tangguh dengan peluang nyata untuk menstabilkan Suriah. Pertemuan ini jelas menandai perubahan kebijakan AS yang signifikan.