UMKM Butuh Program Holistik dan Terintegrasi, Bukan Sekedar Jualan Online

UMKM Butuh Program Holistik dan Terintegrasi, Bukan Sekedar Jualan Online

Ekonomi | sindonews | Selasa, 10 Juni 2025 - 23:10
share

Program UMKM (Usaha mikro kecil dan menengah) yang holistik dan terintegrasi bisa mempercepat perwujudan target ekonomi digital di tanah air. Sebuah studi terbaru yang dilakukan DFS Lab dan Somia CX mengenai program pendampingan onboarding platform penjualan digital menemukan, bahwa meski banyak inisiatif telah dilakukan, sebagian besar program tersebut masih berfokus pada peningkatan keterampilan digital saja.

Akibatnya masih terdapat tantangan besar dalam penguatan kemampuan bisnis dasar yang belum tersentuh. Sedangkan jualan onlinehanyalah sebagian kecil dari keseluruhan proses usaha yang berkelanjutan. Pengusaha UMKM memerlukan dukungan yang lebih luas dan berkelanjutan agar dapat terus berkembang dan menjangkau pasar baru.

Dalam upaya mendukung pertumbuhan UMKM, Pemerintah juga telah memiliki rencana untuk mengkonsolidasikan berbagai program pemberdayaan UMKM ke dalam platform SAPA UMKM yang dapat membuka peluang untuk mengintegrasikan dan menyelaraskan program-program tersebut ke dalam kerangka yang lebih komprehensif.

Baca Juga: Gratis! Produk UMKM Tampil di Halaman Depan PaDi UMKM Tanpa Bayar

Pendekatan terpadu ini dapat mencakup penguatan keterampilan bisnis penting yang sesuai dengan UMKM di berbagai tahap perkembangan serta berbagai sektor dan segmen. Upaya ini penting untuk dilakukan mengingat proyeksi ekonomi digital nasional, yang diperkirakan akan mencapai Rp2.100 triliun pada tahun 2025, dan terus tumbuh menjadi Rp5.953 triliun pada tahun 2030.Sektor ini akan berkontribusi pula sebesar 11 terhadap PDB nasional, dengan target yang lebih ambisius yaitu mencapai 20 tahun 2045. Terlebih lagi, visi Asta Cita milik Presiden Prabowo Subianto menempatkan transformasi digital dan pemberdayaan UMKM sebagai pilar utama strategi pencapaian pertumbuhan ekonomi 8 pada tahun 2029. Untuk mendukung visi ini, pemerintah terus berkolaborasi dengan sektor swasta, organisasi madani, dan perguruan tinggi untuk mendigitalkan 30 juta pelaku UMKM pada tahun ini. Namun banyak dari mereka masih mengalami kesulitan dalam mempertahankan digital presence dan naik kelas. Hal ini menunjukkan masih adanya keterbatasan dalam program pemberdayaan yang ada saat ini.

Melalui pemetaan dan analisis terhadap program yang ada, studi ini mendapati berbagai format, mulai dari lokakarya tematik hingga program inkubasi dan pembinaan. Namun ekosistemnya masih terfragmentasi.

Sebagian besar inisiatif ini masih bersifat jangka pendek dan berfokus pada hal-hal terbatas, sering kali hanya mencakup keterampilan digital dasar dan penggunaan platform digital. Tantangan lain yang muncul adalah masih banyak pelaku UMKM yang kesulitan mengembangkan usaha mereka, meskipun sudah menerima pelatihan atau bergabung ke platform digital.

Setiap platform penjualan digital juga memiliki model bisnis dan kendala operasional yang berbeda, sehingga sulit merancang program pelatihan yang benar-benar komprehensif untuk mendukung semua tahapan perjalanan penjualan daring.

Program Pemberdayaan yang Holistik

Program pemberdayaan dan pelatihan harus dirancang untuk mendukung UMKM dalam setiap tahapan pertumbuhan usaha, mulai dari tahap awal hingga tahap ekspansi. Program-program ini juga perlu bersifat inklusif dan disesuaikan dengan berbagai sektor usaha dan segmen peserta, seperti komunitas pedesaan, wirausaha perempuan, dan penyandang disabilitas.

Sebelum berjualan secara daring, pengusaha UMKM juga perlu memiliki literasi keuangan dasar, konsistensi menjalankan usaha, dan kesiapan produk. Kemampuan memanfaatkan layanan keuangan digital juga semakin penting, seiring dengan terus meningkatnya transaksi digital dan penggunaan aplikasi perbankan, produk fintech, e-commerce, dan sosial media untuk usaha. Hal ini menunjukkan perlunya topik pemanfaatan layanan keuangan dalam program, agar pelaku usaha mampu bersaing secara digital. Founder dan Direktur DFS Lab, Jake Kendall menekankan, berjualan secara daring sangatlah kompetitif, dengan jutaan penjual yang bersaing. Menurut dia, ini merupakan langkah awal yang penting untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital. Namun kesuksesannya tidak hanya bergantung pada membuka toko, mengunggah foto, dan menulis keterangan yang menarik.

"Pelaku UMKM masih menghadapi tantangan seperti akses permodalan, pengelolaan keuangan, pengembangan dan produksi produk, serta pemasaran melampaui platform digital,” ujar Jake Kendall, Senin (9/6/2025).

Untuk mendorong percepatan digitalisasi UMKM, lanjut dia, dibutuhkan pendekatan holistik dari persiapan perumusan program hingga pasca program. Oleh karena itu, DFS Lab dan Somia CX bersama-sama memahami lanskap program yang ada, mulai dari perancangan hingga perjalanan UMKM dalam memulai bisnis digital.

“Pengembangan program perlu dimulai dengan kolaborasi pemangku kepentingan dan kurasi peserta agar sesuai dengan tujuan dan kesiapan UMKM, didukung kajian kebutuhan dan celah potensi," ungkapannya.

Selain itu, penting juga melibatkan komunitas lokal, memberi insentif, menyampaikan manfaat pelatihan lewat studi kasus, serta menyediakan pelatihan yang aplikatif. "Evaluasi dan pendampingan pasca program sangat krusial untuk keberhasilan jangka panjang. Digitalisasi bukan tujuan akhir, melainkan awal dari proses pemberdayaan UMKM,” jelas Jake Kendall.

Pendekatan Terstruktur dan Terkurasi

Tantangan lain yang ditemukan dalam studi ini adalah kurangnya koordinasi, akses informasi, dan kesinambungan antar program. Baca Juga: Digitalisasi: Game Changer Pengembangan UMKMSenior Experience Design Consultant Somia CX, Nathaniel Orlandy mengatakan, banyak pelaku UMKM yang tidak mengetahui adanya program yang dapat memberikan manfaat sesuai kebutuhan mereka. Sementara yang lain kesulitan menemukan atau melanjutkan pelatihan yang pernah mereka ikuti.

Duplikasi konten program juga menjadi hal yang umum terjadi. Beberapa peserta program akhirnya mengikuti pelatihan yang sama berulang kali, baik karena terbatasnya jangkauan kepada peserta baru, kecenderungan penyelenggara mengundang peserta yang sudah terdaftar sebelumnya, maupun karena motivasi insentif finansial.

“Tantangan yang kita hadapi adalah bagaimana merancang program yang menyeluruh, inklusif, mampu mendukung UMKM di setiap tahap perjalanan mereka dan menyesuaikan dengan tingkat keterampilan, serta memastikan dampak jangka panjang melalui keterlibatan peserta yang lebih luas dan beragam dari waktu ke waktu,” beber dia.

Agar bisa membuat program yang dapat mengoptimalkan pertumbuhan bisnis UMKM, perlu adanya basis data nasional tentang UMKM. Sebab tanpa data informasi terkait sejauh mana perjalanan UMKM dalam berjualan daring atau program pelatihan apa saja yang telah mereka ikuti.

Ini penting untuk mengidentifikasi program yang sesuai dengan kebutuhan, menilai progres kemajuan, maupun memastikan kelompok yang kurang terlayani terjangkau oleh program-program tersebut. Oleh karena itu, Kementerian UMKM saat ini tengah mengembangakan pusat data UMKM guna meningkatkan penargetan dan efektifitas program. Lanjut Jake Kendal, dengan adanya pusat data, berbagai tahapan perkembangan UMKM di Indonesia akan lebih mudah dipahami, sehingga dapat menghadirkan program yang lebih sesuai dan efektif untuk mendukung pertumbuhan bisnis UMKM.

"Ini menjadi peluang besar bagi para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi, menyatukan upaya, dan mengatasi tantangan yang dihadapi program-program yang ada,” tutup Jake.

Topik Menarik