RI Kenalkan Potensi Perdagangan Karbon Hutan Berkelanjutan di Jepang
IDXChannel - Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam perdagangan karbon hutan berkelanjutan melalui Business Forum on Forest Carbon Trade and Forest Products yang digelar di Pavilion Indonesia, Expo 2025 Osaka, pada Jumat 9 Mei 2025.
Bisnis Forum ini diselenggarakan oleh KBRI Tokyo bersama Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) dan Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (IPPA).
Kegiatan dihadiri perwakilan Kementerian Kehutanan Indonesia dan Kementerian Lingkungan Jepang serta para pelaku usaha dari Indonesia dan Jepang.
Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) Heri Akhmadi dalam sambutannya yang dibacakan Konsul Jenderal RI Osaka John Tjahjanto Boestami memastikan target Indonesia sebesar USD65 miliar dari perdagangan karbon bukan hanya sekadar angka.
"Ini cerminan dari kesiapan Indonesia membangun pasar karbon yang kredibel, transparan, dan terbuka untuk mitra internasional. Dengan dukungan infrastruktur seperti IDXCarbon dan kerja sama dengan Jepang melalui Mutual Recognition Arrangement, target tersebut tidak mustahil untuk tercapai pada 2028," ujarnya yang didampingi Koordinator Fungsi Ekonomi KBRI Tokyo Sunan Jaya Rustam dan sejumlah pejabat KBRI Tokyo dan KJRI Osaka.
Dia mengungkapkan, Jepang telah menjadi mitra tepercaya. Pada 2024, keduanya sepakat menandatangani Perjanjian Pengakuan Bersama (Mutual Recognition Arrangement/MRA) berdasarkan Pasal 6.2 Perjanjian Paris. Hal ini memungkinkan kedua negara untuk mengembangkan dan mengakui kredit karbon bersama-sama, dengan transparansi dan kredibilitas penuh.
"Banyak perusahaan Jepang yang sudah bekerja sama dengan mitra Indonesia di bidang kehutanan. Dengan dukungan APHI, para pemegang konsesi hutan Indonesia siap untuk meningkatkan proyek karbon, dari penebangan berkelanjutan yang bersertifikat hingga penanaman bakau. Yang kita butuhkan sekarang adalah lebih banyak kolaborasi, lebih banyak investasi, dan lebih banyak kepercayaan di pasar bersama ini," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menjelaskan, ekspor produk kayu Indonesia ke Jepang mencapai USD301,29 juta. Kontributor utama ekspor ini adalah panel kayu, kertas, dan furnitur.
Meski demikian, panel berbasis kayu tetap menjadi produk ekspor utama ke Jepang, data menunjukkan tren penurunan nilai ekspornya.
"Kami memahami bahwa produksi panel berbasis kayu dalam negeri Jepang telah meningkat, terutama dengan memanfaatkan kayu perkebunan. Kami berencana untuk mengalihkan penggunaan kayu hutan alam Indonesia, yang secara tradisional digunakan sebagai bahan baku untuk produk panel, menuju produk bernilai tambah lebih tinggi seperti pengerjaan kayu," ujar dia.
Untuk produk panel Indonesia, kata dia, pihaknya berkomitmen untuk lebih mempromosikan penggunaan kayu perkebunan sebagai bahan baku utama. Panel berbasis hutan alam akan didedikasikan untuk pasar khusus.
"Selain pengerjaan kayu, kami juga melihat potensi signifikan untuk perluasan pasar furnitur, kertas, dan produk energi biomassa," ujarnya.
Dari data APHI ekspor produk kayu Indonesia pada tahun 2024 mencapai USD12,63 miliar dengan kontribusi utama produk panel kayu dan furnitur, didorong oleh Sistem Verifikasi Legalitas dan Keberlanjutan Kayu (SVLK) yang menjamin keberlanjutan dan legalitas. Negara tujuan utama ekspor produk kayu Indonesia adalah China, Amerika Serikat (AS), Jepang, Uni Eropa, dan Korea. Jepang telah lama menjadi mitra dagang yang sangat strategis bagi ekspor produk kayu Indonesia sejak 1990-an.
Di sesi Produk Hutan, para pelaku usaha dan pemangku kepentingan membahas tingginya minat pasar Jepang terhadap produk bambu Indonesia. Untuk diketahui, Jepang saat ini menjadi pasar ekspor terbesar kedua untuk furnitur dan kerajinan Indonesia (6,39 persen) setelah AS.
Namun, potensi masih sangat luas untuk digarap, terutama dengan hadirnya skema SVLK Plus yang telah diluncurkan pada Desember 2024, dengan penambahan indikator transparansi dan traceability guna meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global.
Sementara itu di sesi sesi Perdagangan Karbon terungkap bahwa jumlah pengguna platform perdagangan karbon Indonesia, IDXCarbon, meningkat sebesar 22 persen pada kuartal I-2025, mencapai 111 pengguna dengan tujuh proyek aktif yang diperdagangkan.
Forum juga menyoroti pentingnya percepatan implementasi teknis Mutual Recognition Arrangement (MRA) antara Indonesia dan Jepang, termasuk pengakuan Bersama dalam aspek validasi, registrasi, dan Measurement, Reporting, and Verification (MRV) dari Joint Crediting Mechanism (JCM) dan Sistem Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI).
Peluncuran JCM Implementation Agency (JCMA) oleh Jepang pada April 2025 semakin membuka peluang kerja sama, terlebih Jepang telah menetapkan target ambisius untuk mereduksi 200 juta ton emisi melalui proyek-proyek JCM.
Forum ini juga mencatat pencapaian konkret lima dokumen yang ditandatangani antara perusahaan dan asosiasi Indonesia-Jepang, mencakup; Proyek solusi berbasis alam dan perlindungan keanekaragaman hayati; Pengembangan dan perdagangan biomassa; Kerja sama pengiriman tenaga kerja teknis migran Indonesia ke Jepang; serta Letter of Intent antara APHI dan Japan International Forestry Promotion and Cooperation Center (JIFPRO).
Forum ini menjadi langkah nyata dalam mendukung target ambisius Indonesia untuk mencapai nilai USD62 miliar dari perdagangan karbon pada 2028. Dengan terbentuknya JCMA di Jepang, Indonesia berharap tindak lanjut kerja sama teknis MRA dapat segera dipercepat demi hasil yang saling menguntungkan.
(Dhera Arizona)