Pelemahan Dolar AS Bisa Jadi Malapetaka Buat Bank Sentral Asia, Kok Bisa?

Pelemahan Dolar AS Bisa Jadi Malapetaka Buat Bank Sentral Asia, Kok Bisa?

Ekonomi | sindonews | Minggu, 11 Mei 2025 - 09:39
share

Dolar Baru Taiwan menjadi berita utama minggu ini setelah menguat lebih dari 5 terhadap dolar AS (USD), sebelum bank sentral campur tangan untuk menahan apa yang dianggapnya sebagai arus masuk 'berlebihan'.

Pergerakan Dolar Baru Taiwan mungkin merupakan langkah paling dramatis minggu ini, meski dolar AS juga melemah terhadap beberapa mata uang minggu ini, termasuk ringgit Malaysia, dolar Singapura, dan rupiah Indonesia.

Bahkan Otoritas Moneter Hong Kong, yakni bank sentral baru-baru ini harus menjual dolar Hong Kong untuk mempertahankan nilai tukarnya terhadap dolar AS. Selama bertahun-tahun, beberapa negara Asia bergulat dengan dolar AS yang terlalu kuat, mereka mengeluhkan bahwa hal itu berkontribusi pada inflasi.

Pasalnya penguatan dolar menjadi menjadikan impor yang diperlukan seperti makanan dan bahan bakar menjadi lebih mahal. Saat ini, negara-negara itu mendapatkan apa yang mereka inginkan -dolar yang melemah-, tetapi dampaknya sepertinya menjadi negatif bagi beberapa kelompok.

Pada awal pekan, Gubernur Bank Sentral Taiwan, Yang Chin-long mengatakan, bahwa para pembuat kebijakan memberikan intervensi ke pasar untuk mengurangi aliran dana "berlebihan", tanpa memberikan detail yang dilakukan.

Pernyataan ini mencuat dipicu lonjakan mendadak nilai Dolar Baru Taiwan dalam dua hari yang mencapai 9 terhadap dolar AS. Bos bank sentral Taiwan juga membantah bahwa nilai tukar mata uang merupakan bagian dari negosiasi perdagangan dengan AS.

"Volatilitas nilai tukar asing adalah momok bagi para pembuat kebijakan moneter," kata Direktur dan ekonom utama di konsultan Asia Decoded, Priyanka Kishore seperti dilansir Fortune.

Para pembuat kebijakan moneter mungkin tidak peduli tentang arah pergerakan mata uang, tetapi mereka tetap ingin pergeseran berlangsung stabil.

"Volatilitas yang meningkat, jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama, memicu ketidakpastian dan memiliki konsekuensi finansial serta dampak ekonomi yang nyata," kata Kishore.

Ia memberikan contoh misalnya, mata uang yang menguat dengan cepat akan merugikan para eksportir, yang sudah tertekan oleh tarif AS. "Apresiasi yang tajam berdampak pada prospek dan perencanaan mereka, serta juga mengikis daya saing," tambah Kishore.

Perusahaan asuransi Taiwan juga sudah berinvestasi besar-besaran di AS, terutama dalam obligasi.

"Ketika mereka semua mencoba melakukannya pada saat yang sama, itu bisa jadi mengapa dolar baru Taiwan terkena dampak sedikit lebih keras dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya," tambah Danny Khoo, kepala penjualan perdagangan untuk Saxo Bank di Singapura.

Efek Positif Pelemahan Dolar AS

Namun melemahnya dolar AS masih menjadi kabar baik bagi beberapa ekonomi Asia, terutama bagi mereka yang memiliki utang dalam dolar AS. Maka dengan Dolar AS yang lebih lemah, mengurangi beban utang bagi negara-negara ini.

Beberapa ekonomi Asia yang sedang berkembang lebih memilih untuk memanfaatkan suku bunga yang relatif lebih rendah dengan meminjam dalam dolar AS daripada mata uang lokal mereka.

Pelemahan Dolar juga bisa menguntungkan konsumen Asia, karena membuat impor menjadi lebih murah. Sebagai informasi Dolar AS terus merosot tahun ini setelah perubahan kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump.

“Kebijakan tarif Trump yang sangat ketat tidak memberikan banyak kepercayaan di AS. Orang-orang tidak percaya diri dengan ekonomi AS dan kondisi politiknya,” kata Khoo.

Indeks dolar cenderung naik pada bagian akhir minggu ini, setelah AS mengumumkan kesepakatan perdagangan dengan Inggris. Negara-negara Asia yang saat ini sedang bernegosiasi dengan pemerintahan Trump mungkin melihat mata uang yang lebih kuat sebagai aset.

Presiden AS juga mengeluhkan bahwa dolar yang kuat membuat ekspor AS kurang kompetitif, dan telah menuduh negara-negara seperti Jepang dan China memanipulasi mata uang mereka.

Topik Menarik