4 Fakta Perang Dagang Makin Panas, AS-China Saling Ancam dan Serang
JAKARTA - Perang dagang antara Amerika Serikat dan China semakin memanas. Pasalnya, AS kembali menaikkan tarif impor China menjadi 245.
Kebijakan perdagangan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump ini sebagai balasan setelah sebelumnya China menaikkan tarif impor terhadap barang-barang produksi AS.
Berikut fakta perang dagang AS vs China semakin memanas yang dirangkum Okezone, Minggu (20/4/2025).
1. Aksi Saling Balas
AS menaikan tarif impor China sebesar 245 beberapa hari setelah China mengenakan tarif balasan sebesar 125 terhadap barang-barang AS.
"Tarif yang lebih tinggi secara individual saat ini dihentikan sementara di tengah diskusi ini, kecuali untuk China, yang melakukan tindakan balasan," demikian pernyataan Gedung Putih.
AS memberlakukan tarif dasar sebesar 10 untuk seluruh impor saat ini. Sementara itu, rencana menerapkan tarif resiprokal terhadap negara lain ditunda selama 90 hari. Langkah ini dapat menyebabkan tanggapan keras dari China yang dapat memperburuk hubungan perdagangan kedua negara tersebut.
2. Lindungi Industri Dalam Negeri
Pemerintah AS memutuskan mengenakan tarif baru hingga 245 terhadap produk-produk impor dari China, seperti baja, aluminium, kendaraan listrik, hingga panel surya. Langkah ini diumumkan sebagai bentuk perlindungan industri dalam negeri dan penanggulangan praktik dagang yang dianggap tidak adil.
"China kini menghadapi tarif hingga 245 atas impor ke Amerika Serikat sebagai akibat dari tindakan pembalasannya," ujar pihak AS.
3. China Siapkan Balasan Strategis
Tidak tinggal diam, Beijing langsung mengumumkan strategi balasan yang meliputi kenaikan tarif hingga 15 untuk komoditas utama asal AS, termasuk LNG, minyak mentah, dan produk agrikultur. Langkah ini menjadi sinyal keras bahwa China siap bertarung panjang dalam perang tarif jilid baru ini.
4. Dampak Perang Dagang ke Indonesia
Indonesia berada dalam posisi rentan namun juga berpeluang. Di satu sisi, konflik tarif ini dapat mengganggu ekspor-impor bahan baku industri dan memperlambat pertumbuhan perdagangan. Di sisi lain, RI punya kesempatan untuk mengisi celah suplai yang terganggu, terutama di sektor manufaktur, nikel, dan agrikultur.
Konflik dagang antara Amerika Serikat dan China bukan sekadar perselisihan ekonomi, tapi simbol perebutan dominasi global. Dampaknya meluas hingga ke negara berkembang seperti Indonesia. Untuk itu, pendekatan diplomatik dan strategi perdagangan cerdas perlu diambil agar Indonesia tidak hanya bertahan, tapi juga mengambil peluang di tengah ketegangan dua negara raksasa ini.