Bacakan Pledoi Eks Direktur Askrindo Minta Dibebaskan Hakim
Eks Direktur Operasional Ritel PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Anton Fadjar Alogo Siregar meminta majelis hakim membebaskannya dari dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung (Kejagung).
Hal itu disampaikan Anton saat menyampaikan nota pembelaan atau pledoi setelah dituntut pidana penjara selama 4 tahun, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp 91,6 miliar subsider 2 tahun penjara.
Saya mohon dibebaskan dari tuntutan jaksa penuntut umum. Sehingga saya dapat pulang dan berkumpul kembali bersama keluarga dan mengurus ibu saya yang telah uzur dan mendampinginya di sisa-sisa hari tuanya, ujar Anton di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (25/8).
Anton mengatakan, sudah cukup menerima hukuman sosial dengan pemberitaan di media massa bahwa dirinya adalah tersangka dan terdakwa korupsi pengeluaran komisi agen secara tidak sah anak usaha PT Askrindo yakni PT Askrindo Mitra Utama (PT AMU) pada 2019-2020.
Dia pun sudah ditahan hampir 10 bulan sejak 8 November 2021 dan terpisah dari keluarga serta lingkungan sosial. Padahal dirinya adalah tulang punggung keluarga yang harus menghidupi istri dan anak-anaknya.
Saya sampaikan pembelaan ini dengan harapan mendapatkan keadilan dari Allah Subhanahu Wa Ta\'ala dan dari majelis hakim, katanya.
Dalam pledoinya, Anton juga menyatakan siap menjadi Justice Collaborator. Sebab, kasusnya penuh rekayasa. Saya dalam hal ini bersedia memberikan kesaksian secara jujur dan terbuka, bahkan saya bersedia menjadi Justice Collaborator dalam kasus perkara ini, tutur Anton.
Dia mengaku pernah meminta terdakwa lain untuk berterus terang dalam memberikan kesaksian agar perkaranya terang benderang.
Terdakwa lain yang dimaksud adalah Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia (SDM) PT Askrindo Mitra Utama (PT AMU) Firman Berahima dan Direktur Pemasaran PT AMU Wahyu Wisambada.
Namun kata Anton, keduanya justru memintanya agar tidak memberikan penjelasan yang melebar dan membuka fakta-fakta yang ada karena khawatir melibatkan pihak-pihak lain.
Antara lain saudara Dwi Agus Sumarsono (Direktur Operasional Komersial Askrindo) dan saudara M Saifei Zein (Direktur Teknik PT Askrindo) serta para pemimpin lain di cabang, ungkap Anton.
Ia pun mengatakan, sebelum sidang dimulai pada Juli 2022, Wahyu wisambada menyampaikan arahan Firman Berahima agar saat sidang tidak melalui proses pemeriksaan saksi mahkota.
Wahyu juga memintanya agar mengakui duit yang diberikan sejumlah 616 ribu dolar Amerika, bukan 538 ribu dolar Amerika.
Dengan alasan agar sesuai catatan-catatan yang dibuat Wahyu Wisambada dan tentunya saya secara tegas dan jelas menolak permintaan tersebut, ungkapnya.
Kemudian Anton menyampaikan bahwa uang pengganti yang dibebankan kepadanya tidak adil karena dia tidak menikmati dan tidak menggunakannya.
Menurutnya, uang pengganti tersebut seharusnya menjadi beban tanggung jawab pimpinan PT AMU tahun 2019 sampai 2020. Karena menurutnya, pengeluaran uang operasional itu kewenangan direksi PT AMU. Bukan kewenangan saya, ungkapnya.
Kendati demikian Anton mengaku menyesal karena menerima uang operasional sebesar 538 ribu dolar Amerika dari Wahyu Wisambada. Namun Ia menegaskan bahwa uang itu telah dikembalikan seluruhnya.
Saya sangat menyesali atas semua hal yang terjadi dan saya menyesali kekhilafan saya yang sempat menerima dana operasional PT AMU, tandasnya.
Sementara tim penasihat hukum Anton, Zecky Alatas mengatakan perhitungan uang pengganti Rp 91,6 miliar yang dibebankan jaksa kepada kliennya tidak rasional dan tidak masuk akal.
Apalagi, dia menegaskan bahwa uang tersebut tidak pernah diterima dan dinikmati kliennya. Sebab kliennya tidak memiliki kewenangan secara tugas dan fungsi pokok sebagai Direktur PT Askrindo dan Komisaris PT AMU.
Bahkan tidak pernah mengetahui secara teknis cara penggunaanya dan penarikan dana tersebut seperti apa, kata Zecky.
Ia mengatakan, uang pengganti itu seharusnya dibebankan kepada Wahyu Wisambada karena dia adalah direksi PT AMU periode 2019-2020.
Jaksa Penuntut Umum tidak cermat dalam memberikan Tuntutan uang pengganti kepada Terdakwa dikarenakan Terdakwa tidak pernah menikmati, menerima maupun meminta uang sebesar Rp 91.655.492.147, tandas Zecky.
Atas seluruh materi yang disampaikan dalam pledoinya, Zecky memohon kepada Majelis Hakim agar menerima dan mengabulkannya.
Serta membebaskan kliennya dari segala tuntutan jaksa atau menyatakan perbuatan terdakwa bukanlah peristiwa pidana (ontslag van rechtsvervolging).
Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum merehabilitasi nama baik Terdakwa. Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk mengeluarkan Terdakwa dari tahanan, tutup Zecky.










