Kisah Riris Marpaung Banting Setir Jadi Pengembang Gim dan Sukses Jabat CEO

Kisah Riris Marpaung Banting Setir Jadi Pengembang Gim dan Sukses Jabat CEO

Nasional | BuddyKu | Selasa, 6 Juni 2023 - 05:18
share

JAKARTA - Sudah dua dekade Riris Marpaung bekerja sebagai pustakawan. Namun, dirinya memutuskan banting setir menjadi pengembang gim atau game developer dalam usia 40 tahun.

Keputusan besar itu dibuatnya 2013 silam. Saat itu, Riris telah mendirikan studio gim dan menghasilkan sejumlah gim komputer yang laris manis di pasar mancanegara. Beberapa game-nya pernah menjadi viral dan mendapat pengakuan internasional. Padahal, ia melakukannya tanpa keterampilan coding atau programming sebelumnya.

"Itu bukan sesuatu yang saya cari. Saya sudah nyaman sebagai kepala perpustakaan di kampus, sesuatu yang memang background saya. Tapi ada tantangan nih," kata perempuan yang sekarang berusia 49 tahun itu dilansir dari BBC.

Riris Marpaung menjalani sebagian besar hidupnya di perpustakaan usai lulus dari Kampus UI. Dia tercatat pernah bekerja sebagai kepala perpustakaan di Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Banten, dan mendapat penghargaan Pustakawan Berprestasi Terbaik Nasional.

Di kampus tersebut, ia bertemu dengan Dodick Sudirman, seorang dosen IT yang bercita-cita membuat studio gim.Mereka sering bekerja sama dalam menyelenggarakan acara-acara di kampus, termasuk acara game developers gathering yang merupakan ajang berkumpul para pengembang gim di Indonesia.

Pertemuan dengan Dodick menjadi awal Riris terjun ke dunia gim. Pada 2013, Dodick mengajak Riris untuk mendirikan studio gim yang disebut Gambreng Games. Riris mengaku heran dengan ajakan tersebut. Selain bermain game-game Play Station seperti Tomb Raider dan Mortal Kombat di masa kuliah, perempuan kelahiran Tangerang itu tidak tahu apa-apa tentang gim.

"Dodick waktu itu bilang \'Gue percaya, karena yang gue butuhin adalah orang yang memimpin, membuat rencana, manajemen\'. Ya sudah, akhirnya saya coba deh," kata Riris.

Riris dan Dodick kemudian urunan untuk menyewa kantor dan membeli fasilitas kerja. Masih bekerja di UMN, mereka mengajak beberapa mahasiswa untuk menjadi karyawan.

Sebagai orang awam, Riris segera mengambil kursus kilat tentang desain gim dengan belajar dari buku-buku dan video-video tutorial di YouTube. "Selebihnya ya trial and error," kata dia.

Proyek pertama Gambreng Studios adalah membuat game mobile, yang populer seiring adopsi smartphone mulai meluas di Indonesia pada awal 2010-an.

Salah satu game pertama mereka adalah Prototype, tentang seorang ahli kimia yang berusaha mengambil formula rahasia setelah dipecat oleh perusahaannya.

Game tersebut mendapat penghargaan sebagai gim terbaik di smartphone/tablet untuk kategori amatir di Game Developer Awards pada Indonesia Game Show 2013. Namun, game itu tidak begitu sukses di pasaran. "Setahun pertama saya usaha di gim, penghasilannya hanya dua dolar," kenang Riris.

Berdasarkan pengalaman pahit itu, Riris dan rekannya menjaga studio tetap buka dengan menawarkan pembuatan gim ke perusahaan dan organisasi untuk keperluan tertentu, misalnya promosi atau game for service.

Dari situ, mereka mulai mendapatkan penghasilan. Namun, Riris tetap saja merasa masih belum puas. "Kami berpikir nggak mau bikin game ke orang, kami ingin bikin game yang dimainkan orang," kata Riris.

Berjalan hingga pada 2015, Riris dan rekan mulai merencanakan untuk membuat gim untuk Personal Computer (PC). Lalu, mereka pun menggandeng TOGE Productions, salah satu studio pengembang dan penerbit gim perintis di Indonesia.

Game tersebut diberi judul My Lovely Daughter, tentang seorang ayah yang putrinya mengalami koma dan harus membesarkan manusia buatan yang disebut homunculus demi menyelamatkan jiwa sang anak.

Permainan tersebut merupakan gim simulator bertema horor yang mengeksplorasi tema-tema dewasa; khususnya, bagaimana orangtua menekan anak-anak untuk menjadi sosok yang mereka inginkan, terlepas dari keinginan si anak itu sendiri.

Riris mengatakan bahwa di tengah proses pembuatan gim itu ada banyak duka, di antaranya kehabisan uang, membayar karyawan, hingga memenuhi kebutuhan hidup.

"Waktu itu uang sudah mau habis, sementara game belum launching. Saya harus berusaha bagaimana anak-anak [karyawan] saya bisa saya gaji, saya tetap bisa makan," ujarnya.

Sehingga untuk memenuhi keperluan tersebut, perusahaannya, yang pada 2016 berganti nama menjadi GameChanger Studio, membuat game kecil-kecilan berjudul NSFW (Not a Simulator for Working).

Game tersebut dijual di lapak gim Steam dengan harga US$5 (sekitar Rp76.000). Meskipun memiliki gaya gambar piksel dan gameplay yang sederhana, NSFW mengusung konsep yang menarik dan berani.

Dalam gim tersebut, pemain berperan sebagai karyawan yang bekerja di perusahaan yang dibenci dan berusaha untuk tidak bekerja kapan saja bisa dan jangan sampai ketahuan - salah satunya, dengan menonton film dewasa.

Game yang oleh salah satu pengulasnya disebut "so stupid its brilliant" ini sempat menjadi viral dan dimainkan oleh beberapa pemengaruh gim ternama seperti Markiplier, CinnnamontoastKen, dan Matt Shea.

"NSFW itu cerita betapa perjuangan game developer kecil Indonesia yang timnya kecil, funding-nya (pendanaan) dari duit sendiri. Sehingga akhirnya kita bisa survive," kata Riris.

MLD akhirnya diluncurkan pada 2018 dan mendapat sambutan hangat dari para penggemar game indie. Sejak itu, game tersebut telah diunduh ribuan pemain dan mendapat ulasan "atau mostly positive dari para pelanggan Steam

Kesederhanaan gameplay MLD dikompensasi dengan konten emosi. Seperti dikatakan salah satu pengulas, gim tersebut "hanya butuh beberapa jam untuk tamat, namun akan menghantui Anda untuk waktu yang sangat lama".

Riris mengatakan penghasilan dari MLD dalam sebulan setara dengan satu mobil Alphard. "Hitung-hitung saja sendiri berapa," katanya.

Kesuksesan MLD mendorong Riris dan kawan-kawan untuk membuat sekuelnya, My Lovely Wife (MLW), yang dirilis pada Juni 2022. Seri gim ini akan menjadi trilogi, dan saat ini GameChanger Studio sedang membuat yang ketiga, My Lovely Empress.

Seiring pembuatan trilogi My Lovely Riris semakin terlibat dalam proses pengembangan game, tidak hanya di manajemen. Di gim ketiga ini, ia mulai berperan aktif dalam desain game - peran yang mirip dengan sutradara dalam film.

Semua seri My Lovelybertema gelap dan ceritanya berpusat pada karakter perempuan - meskipun karakter utamanya dengan laki-laki. MLW, misalnya memuat pesan tentang hubungan toksik - bagaimana perempuan bisa terperangkap dengan pasangan yang kasar dan manipulatif.

Namun, menurut Riris, hal itu tidak ada kaitannya dengan feminisme tapi lebih merupakan bentuk representasi. "Itu lebih pada penyesuaian dengan desain game, cerita, dan pesannya," ujarnya.

Menurutnya, untuk bisa sukses di industri gim, tidak hanya perlu kemampuan teknis tetapi juga kemampuan analisis pasar dan komunikasi bisnis.

"Ada enggak orang yang mau beli game ini, berapa jumlahnya? Terus kalau saya modalnya segini, untungnya berapa? Itu kemampuan Anda menganalisis pasar, membaca data," ujarnya.

"Belum lagi urusan dengan orang luar, sama publisher. Kita juga harus punya skill komunikasi bisnis yang baik ketika berhadapan dengan orang-orang yang mau ber-partner," imbuhnya.

Selain itu, sambung Riris, hal yang tak kalah penting ialah komitmen untuk berkarier di industri gim.

"Jangan takut, harus punya keberanian yang nggak tanggung-tanggung. Tapi tentu saja keberanian itu sudah diikuti dengan analisis pasar, riset, hubungan yang bagus dengan pelaku bisnis global," kata Riris.

Namun demikian, langkah Riris terjun ke dunia gim pada usia yang tidak muda juga tidak mudah. Ia mengaku tantangan terbesarnya ketika memulai pada 2013 ialah kebingungan. Waktu itu, belum banyak studio game developer seperti sekarang. Kebanyakan perusahaan-perusahaan perintis (start-up) bergerak di bidang perdagangan alias e-commerce.

"Saya nggak tahu apa yang harus saya lakukan, dan saya enggak tahu siapa yang seharusnya saya tanya, siapa yang seharusnya saya hubungi. Kursus game enggak ada, bantuan dari pemerintah enggak ada, talenta-talenta pekerja enggak ada.

"Sementara diri sendiri bodohnya luar biasa, terus juga mau ke teman-teman developer belum sekompak sekarang. Jadi di awal modalnya internet saja," ucap Riris.

Sementara itu, tantangan juga datang dari kehidupan pribadinya. Karena harus menjalani dua pekerjaan, pagi sebagai pustakawan, lalu sore game developer. Kemudian pada awal kariernya di industri gim, Riris mengatakan rumah tangganya sempat terganggu

"Itu memang salah saya, kenapa saya kerja melulu, nggak memperhatikan suami saya," ujarnya.

Stigma seputar gim bahwa game bikin ketagihan, mengajarkan kekerasan, dan sebagainya juga sempat membuat orangtua dan suami Riris sempat meragukan pilihan karier yang dibuatnya.

Namun, seiring waktu, orang-orang di sekitar Riris akhirnya mengerti pilihannya. Tidak memiliki anak sendiri, ia dan suaminya sekarang memperlakukan para karyawan di GameChanger Studio sebagai anak-anak mereka.

Riris mengatakan, ia akhirnya memutuskan untuk mendedikasikan dirinya di industri gim karena jatuh cinta dengan pekerjaan game developer.

"Game itu adalah sebuah dunia fantasi yang kamu enggak bisa dapetin di dunia nyata. Menurut saya, bidang ini super duper menarik, super duper kompleks, super duper unlimited option, super duper unlimited experiment, super duper unlimited opportunities," ungkapnya.

Buah dari keberhasilan Riris membuatnya menjadi satu dari sedikit CEO perempuan di industri game yang masih didominasi oleh laki-laki. "CEO perempuan studio game di Indonesia cukup banyak," kara Riris. "Tapi memang CEO laki-laki masih lebih banyak."

Namun demikian, menurut Riris, perempuan di industri gim tidak perlu merasa minder atau menjadi minoritas.

Ia mengakui bahwa kemampuan fisik perempuan tidak selalu bisa menandingi laki-laki, tetapi dalam hal berpikir dan merencanakan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

"CEO perempuan juga punya kemampuan, pengetahuan, keterampilan yang sama... mau dia punya kemampuan teknis, ataupun tidak seperti saya, itu tidak penting," kata Riris.

Riris punya pesan kepada para perempuan yang ingin sukses di industri ini: "Love yourself first, sediakan waktu untuk diri sendiri."

Riris aktif di komunitas Women in Game Indonesia dan sebagai anggota Dewan Penasihat di Asosiasi Game Indonesia (AGI), ia ingin menyoroti perempuan-perempuan yang berkecimpung di industri game dari berbagai profesi - dari CEO, programmer, pengarah gaya, sampai pengisi suara.

Topik Menarik