Nasional |

JAKARTA - Sidang dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi kembali berlanjut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Sidang lanjutan kali ini beragendakan pemeriksaan saksi.

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menghadirkan lima saksi di sidang lanjutan hari ini. Namun, hanya saksi Direktur Java Energy Semesta (JES), Liyanto yang hadir langsung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Dalam persidangan, Liyanto menyebut ayahnya yakni, almarhum Bambang Hartono Tjahjono pernah mentransfer uang kepada menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono. Uang itu, diklaim Liyanto, berkaitan dengan dakwaan jaksa KPK terhadap Nurhadi.

"Saudara saksi ya. Ini (Nurhadi) didakwa oleh penuntut umum ini menerima sejumlah uang," tanya Ketua Majelis Hakim Fajar Kusuma Aji kepada saksi Liyanto di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (22/12/2025).

"Iya," jawab Liyanto.

"Di dakwaan penuntut umum ini menerima sejumlah uang. Nilainya itu adalah sejumlah yang saksi sebutkan tadi," sebut hakim lagi.

Menanggapi pernyataan Liyanto, Maqdir Ismail selaku Kuasa Hukum Nurhadi menyebut bahwa saksi tidak mengetahui apa-apa. Menurut Maqdir, Liyanto hanya berasumsi karena bukan saksi fakta. Maqdir juga menyebut bahwa aliran uang untuk Rezky tidak berkaitan perkara.

"Saksi ini kan orang yang enggak tau apa-apa, dia menerangkan enggak ada urusan perkara, tetapi ada pengurusan soal IUP, nah yang kita tidak mau itu adalah kalau melihat surat dakwaan yang ada seperti sekarang ini, seolah-olah pembayaran-pembayaran yang diterima oleh Rezky itu ada kaitannya dengan Pak Nurhadi yaitu untuk mengurus perkara," beber Maqdir.

Maqdir mengingatkan agar saksi yang dihadirkan di persidangan berbicara sesuai fakta di lapangan, bukan hanya sekadar asumsi. Apalagi, kata Maqdir, Nurhadi dituding menerima uang melalui Rezky Herbiyono dalam dakwaan yang disusun tim jaksa.

 

"Kalau itu yang dilakukan oleh pengadilan, maka itu akan meruntuhkan seluruh sistem hukum kita, karena kesaksian saksi itu kan harus yang melihat sendiri, mendengar sendiri, dan melaksanakan sendiri, bukan dengan asumsi, nah ini yang kita enggak mau," tegasnya.

Ia menegaskan, hukum pidana mensyaratkan alat bukti yang kuat dan kesaksian yang sah, yakni berdasarkan apa yang benar-benar dilihat, didengar, dan dialami sendiri oleh saksi. Tapi, menurut Maqdir, keterangan Liyanto di persidangan tidak kuat karena bukan saksi fakta.

“Kalau sejak awal keterangan itu tidak memenuhi syarat pembuktian, mengapa tidak ditolak? Ini yang kami persoalkan,” kata Maqdir.

 

Sebelumnya, pihak terdakwa telah mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas surat dakwaan. Meski demikian, majelis hakim memutuskan perkara tetap dilanjutkan ke tahap pemeriksaan pokok perkara. Menyikapi hal itu, Maqdir menyatakan akan membuktikan seluruh keberatan mereka melalui pemeriksaan saksi di persidangan.

Diketahui sebelumnya, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi didakwa menerima gratifikasi hingga melakukan pencucian uang. Jaksa menduga Nurhadi menerima gratifikasi berupa menerima uang hingga Rp137 miliar (Rp137.159.183.940) dalam jabatannya sebagai Sekretaris MA.

Selain didakwa menerima gratifikasi, Nurhadi juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). TPPU itu dilakukan Nurhadi dengan cara menempatkan uang dan membelanjakan uang dari hasil tindak pidana korupsi.



Original Article


#nasional