Miliki 26 WBTB Baru, Jogjakarta Terkendala Pendataan Alur Sejarah

Miliki 26 WBTB Baru, Jogjakarta Terkendala Pendataan Alur Sejarah

Travel | BuddyKu | Selasa, 27 September 2022 - 16:51
share

RADAR JOGJA Sebanyak 26 kearifan lokal Jogjakarta kembali terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Kemendikbud Ristek. Total kini sudah ada 134 kekayaan seni dan budaya di Jogjakarta yang telah tersertifikasi WBTB. Terdiri dari kesenian tradisi, kesenian rakyat, upacara adat hingga ragam kuliner tradisional.

Penetapan diserahkan langsung oleh Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan Irjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek Yudi Wahyudin kepada Gubernur DIJ Hamengku Buwono X. Bertempat di Gedhong Pracimosono, Kepatihan Pemprov DIJ, Selasa (27/9).

Penetapan warisan budaya tak benda merupakan implemetasi amanah dari Undang-Undang nomor 5 tahun 2017 tentang Kemajuan Kebudayaan dimana lingkupnya perlindungan pengembangan pemanfaatan sampai pembinaan SDM, jelasnya ditemui di Kompleks Kepatihan Pemprov DIJ, Selasa (27/9).

Kekayaan kearifan lokal, lanjutnya, berasal dari 4 Kabupaten dan 1 Kota. Adapula sejumlah kesenian milik Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Seluruhnya telah terwariskan setidaknya dalam dua generasi penerus.

Untuk menentukan WBTB, Yudi menegaskan tidak bisa asal. Pihaknya terlebih dahulu melakukan riset dan kajian. Setelahnya dilengkapi dengan verifikasi ke pelaku kearifan lokal.

Kadang beberapa objek sebagian pelaku sudah wafat tapi kita eksplorasi sampai ditemukan data valid dan sah untuk diajukan tim ahli budaya tak benda. Jadi tidak asal comot, tegasnya.

Penetapan WBTB tak sekadar sertifikasi. Lebih jauh juga menjadi bagian dari kekayaan budaya bangsa. Termasuk menjadi identitas tentang budaya Indonesia.

Kekayaan kearifan lokal juga terkait pendidikan karakter. Dia mencontohkan beragam kesenian dan upacara tradisi. Setiap kegiatan seni budaya ini memiliki pesan terkait kehidupan maupun pesan sosial.

Penguatan pendidikan karakter lalu bisa digunakan sebagai data sumber penelitian, bisa juga digunakan sebagai inspirasi ekonomi kreatif berbasiskan kebudayaan. Termasuk untuk wisata budaya dan diplomasi budaya ada serangkaian manfaat untuk ini, ujarnya.

Jogjakarta, lanjutnya, dapat menjadi role model daerah lainnya. Ini karena upaya pelestarian berlangsung sangat kuat. Tak hanya dari pelaku seni budaya tapi juga masyarakat dan pemerintahnya.

Terbukti dengan penetapan 134 WBTB di Jogjakarta oleh Kemendikbud Ristek. Masih akan bertambah dengan pengusulan 22 objek seni dan budaya. Saat ini sedang dalam proses pengajuan sidang WBTB.

Kalau secara nasional penetapan warisan budaya tak benda, dari 11 ribu baru 1528 yang ditetapkan. Tapi kami memang tidak kejar kuantitas tapi kualitas. Kalau berkualitas bisa diusulkan sebagai warisan dunia ke UNESCO, katanya.

Tim Ahli WBTB Kemendikbud Ristek Basuki Teguh Yuwono menuturkan proses penetapan WBTB cukup panjang. Kendala utama adalah verifikasi sumber data. Adapula yang menganggap sebelah mata kekayaan seni dan budaya.

Pelacakan pelaku seni budaya diakui olehnya tidaklah mudah. Terutama untuk menemukan sumber sejarah utama. Pendekatan pertama dengan validasi kepada komunitas pelestari. Guna melacak sosok maestro atau tonggak utama.

Sering kali kita jumpai adalah pertama kajian akademik, rata-rata sangat terbatas terutama daerah atau provinsi di perbatasan. Kedua beberapa warisan budaya tak benda yang secara aspek historik sering kali tidak dijumpai dokumen kajian akademik yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan, bebernya.

Gubernur DIJ Hamengku Buwono X mengakui tak mudah mendapatkan penetapan WBTB. Ini karena tidak semua pelestarian kearifan lokal berjalan konsisten. Sehingga benang merah asal-usul sejarah kerap terputus ditengah jalan.

Pelacakan dengan dokumen, lanjutnya, juga belumlah kuat. Itulah mengapa perlu proses yang cukup panjang. Guna melacak pelestari oleh para penerus kearifan lokal seni dan budaya.

Kalau saya cenderung kalau kita akan kesulitan disitu ya lebih baik dengan kebijakan pemerintah itu menertibkan diri dalam sistem menajemen dalam pengorganisasian daerah. Diawali dengan pendataan seniman dan budayawannya, katanya. (Dwi)