3 Legenda di Sumatera Selatan, Horor untuk Menjaga Anak hingga Nasihat

3 Legenda di Sumatera Selatan, Horor untuk Menjaga Anak hingga Nasihat

Travel | BuddyKu | Sabtu, 6 Agustus 2022 - 07:51
share

PALEMBANG, iNews.id - Tiga Legenda di Sumatera Selatan (Sumsel) ini terus hidup di tengah masyarakat. Ketiganya seakan dijadikan alat untuk menjaga anak dari bahaya dan nasihat untuk menjaga sopan santun.

Tiga legenda di Sumatera Selatan ini tersebar di seluruh kabupaten dan kota dengan versi yang sesuai dengan kondisi masyarakat dan alam sekitar.

Dirangkum dari sejumlah sumber, berikut tiga legenda di Sumatera Selatan yang dihimpun iNews.id :

1. Antu Banyu

Legenda di Sumatera Selatan pertama yakni antu banyu, dalam bahasa Indonesia hantu air. Cerita antu banyu tidak terlepas dari kondisi geografis daerah tersebut yang memiliki banyak sungai. Semua sungai bermuara ke Sungai Musi, yang memiliki panjang 750 kilometer. Membentang dari sumber mata airnya di daerah Kepahiang Bengkulu, melintasi 17 kabupaten/kota, hingga bermuara ke laut menuju Selat Bangka.

Ada sembilan sungai besar yang bermuara ke Sungai Musi. Sembilan sungai itu adalah Sungai Komering, Rawas, Batanghari, Leko, Lakitan, Kelingi, Lematang, Semangus, dan Ogan. Di tengah masyarakat yang mendiami sepanjang aliran sungai, cerita antu banyu begitu terkenal.

Cerita ini melekat sejak lama. Makanya tak heran, meski hanya mitos tapi antu banyu seperti nyata. Jika di Palembang terkenal dengan antu banyu, maka masyarakat di daerah Komering (Sungai Komering) mengenalnya dengan nama antu anyar. Ada juga yang menyebutnya antu ayek, dan hantu lawok.

Sejak dulu sampai sekarang, jika seorang anak kecil sering bermain atau berenang terlalu lama di sungai, biasanya akan ditegur dengan mengatakan Ati-ati maen di sungi, gek diambek antu banyu! (hati-hati main/mandi di sungai, nanti diambil hantu air).

Masyarakat percaya, antu banyu akan menarik korbannya ke dalam air hingga ditemukan beberapa hari kemudian dalam keadaan meninggal.

Ada dua versi mengenai awal mula munculnya Antu Banyu. Pertama, kisah mengenai putra mahkota kerajaan yang menderita bau badan menikah dengan putri dari negeri seberang. Pangeran ini badannya berbau amis yang kuat sekali, sehingga banyak yang menjauhi dan enggan menikah dengannya.

Sampai ada seorang raja yang bersedia menikahkan putrinya dengan pangeran amis. Namun, hanya dalam waktu setengah hari, si putri yang merasa tidak tahan dengan bau badan menceburkan diri ke dalam sungai dan tenggelam. Putri inilah yang menjadi antu banyu.

Versi lainnya menyebutkan, ada seorang perempuan muda yang sangat menyukai air pasang, sehingga membuat marah orang tuanya marah dan mengutuknya menjadi antu banyu.

Antu banyu dipercaya memiliki rambut panjang dan keras. Antu banyu yang memiliki habitat hidup di air biasanya menghuni gua-gua, lorong-lorong atau pusaran yang ada di dalam sungai, dan di waktu-waktu tertentu akan memangsa korbannya.

2. Bujang Kurap

Legenda bujang kurap dipercaya menjadi asal mula terbentuknya Danau Raya di Desa Sungai Jernih Rupit, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara). Legenda bujang kurap sudah beberapa kali diangkat dalam drama televisi.

Legenda Bujang Kurap memiliki nasehat yakni untuk tidak menilai seseorang hanya dengan fisik atau penampilan. Kisah ini mengajarkan untuk saling menghargai.

Dikisahkan, pada zaman dahulu hiduplah seorang pemuda yang tampan sakti mandraguna. Ada yang menyebutkan pemuda ini masih keturunan dari Si Pahit Lidah, tokoh sakti yang terkenal dengan kutukannya. Namun ada juga yang mengisahkan pemuda ini keturunan raja di Minangkabau yang sedang mengembara. Pemuda tampan mengembara dari desa ke desa.

Di setiap desa yang disinggahinya, pemuda ini membantu warga sekitar baik pertanian hingga melatih bela diri kuntau (sejenis silat). Setelah kampung atau desa tersebut makmur, pemuda ini melanjutkan pengembaraannya hingga singgah di daerah yang bernama Karang Panggung Lamo, konon cikal bakal Desa Sungai Jernih.

Pemuda tampan itu memutuskan untuk menetap di desa tersebut, dan mempunyai ibu angkat seorang perempuan tua sebatang kara. Perempuan itu baik hati dan tinggal di rumah yang sedehana agak jauh dari rumah penduduk lainnya. Perempuan tua itu sangat senang karena memilik anak yang rajin dan sangat baik. Lama kelamaan kehadiran pemuda ini diketahui penduduk lainnya.

Muda dan mudi setempat juga berdatangan dan mereka menyukai pemuda yang tampan dan baik itu. Kehadiran pemuda itu akhirnya berdampak ke ibu angkatnya yang mendapatkan bantuan dari penduduk lainnya. Beberapa perempuan juga ada yang jatuh hati sehingga memicu persaingan untuk mendapatkan hati pemuda tersebut.

Kemudian pria tersebut dengan kesaktiannya mengubah dirinya menjadi pemuda buruk rupa, dipenuhi penyakit kulit yakni kurap dan mengeluarkan bau tak sedap. Benar saja, semua warga menjauh dan merendahkannya. Bahkan, pernah si Bujang Kurap lewat diludahi oleh warga. Kebaikannya yang sering membantu warga selama ini sirna tanpa bekas.

Hingga suatu ketika salah satu kembang kampung menikah. Bujang kurap datang hendak menemui mempelai perempuan. Namun apa daya, bujang kurap diusir dan direndahkan. Kepada warga yang sedang berkumpul itu, bujang kurang mengatakan akan pergi dari desa tersebut jika warga bersedia memenuhi tantangannya, yakni mencabut tujuh batang lidi yang ditancapkan di tanah.

Sambil tertawa merendahkan, semua penduduk setuju. Namun satu persatu pemuda dan warga desa lainnya tidak ada yang sanggup mencabutnya. Hingga akhirnya bujang kurap mendekati lidi tersebut sambil berkata, jangan pernah menghina sesama manusia, jangan menilai seseorang hanya dari rupa. Karena manusia pada hakekatnya sama dan saling membantu dan membutuhkan. Setelah itu, dengan kesaktiannya lidi tersebut dicabut dan keluar air dari tanah bekas lidi ditancapkan.

Tanah tersebut terus memancarkan air hingga terjadi banjir yang menenggelamkan semuanya dan kampung tersebut berubah menjadi sebuah danau, yakni Danau Raya. Warga kampung tenggelam ke dasar danau, dan Bujang Kurap hilang entah kemana. Sementara perempuan tua yang menjadi ibu angkatnya telah disiapkan rakit yang konon menjadi batu yang saat ini ada di tengah danau tersebut.

3. Si Pahit Lidah

Legenda Si Pahit Lidah, seorang pria sakti dan ucapannya menjadi kutukan. Banyak benda atau tempat di Sumsel yang dikaitkan dengan cerita si Pahit Lidah. Salah satunya, Goa Putri di Kabupaten OKU, yang menurut legenda seorang putri dan desa yang dikutuk menjadi goa karena tidak menjawab saat disapa Si Pahit Lidah.

Kemudian ada juga cerita tumpukan batu di Desa Maur, Kecamatan Rupit, Muratara yang menurut legenda berasal dari kerbau yang dikutuk menjadi batu karena mengganggu Si Pahit Lidah mandi.

Cerita rakyat Si Pahit Lidah juga pernah diangkat ke televisi. Terdapat banyak versi cerita rakyat satu ini. Ada yang menyebutkan Si Pahit Lidah adalah Serunting Sakti dari Basemah atau Pagaralam.

Topik Menarik