Musim Kemarau 2025 Datang Lebih Lambat, Ini Penjelasan BMKG
JAKARTA, iNews.id - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi, musim kemarau tahun ini datang lebih lambat dari biasanya. BMKG mengungkapkan, saat ini baru sebanyak 403 ZOM (Zona Musim) atau sekitar 57,7 persen wilayah Indonesia memasuki musim kemarau pada periode April hingga Juni 2025.
Wilayah Nusa Tenggara menjadi yang paling awal mengalami musim kemarau dibandingkan wilayah lainnya.
"Secara keseluruhan, musim kemarau tahun ini diprediksi datang bersamaan atau lebih lambat dari normalnya di 409 ZOM (59 persen). Meski demikian, akumulasi curah hujan selama musim kemarau diperkirakan berada pada kategori normal, tanpa kecenderungan lebih basah atau lebih kering," tulis keterangan BMKG,
Puncak musim kemarau tahun 2025 ini akan terjadi pada bulan Agustus. Puncak kemarau tahun ini juga diperkirakan lebih singkat dari biasanya.
Diketahui, hujan deras kerap terjadi beberapa hari terakhir ini meski siang hari panas terik. Kondisi ini turut dirasakan masyarakat khususnya di Jabodetabek. BMKG menjelaskan, fenomena ini merupakan ciri khas masa peralihan.
"Fenomena ini merupakan ciri khas masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau," tulis keterangan BMKG, Sabtu (17/5/2025).
Menurut BMKG, kondisi atmosfer yang labil pada masa transisi ini berpotensi memicu terbentuknya awan konvektif seperti Cumulonimbus (CB), yang dapat menyebabkan cuaca ekstrem seperti hujan deras, petir, angin kencang, bahkan hujan es.
Dalam sepekan terakhir, hujan dengan intensitas sangat deras tercatat di beberapa wilayah, seperti pada 9 Mei 2025 di Kab. Jembrana, Bali (121,4 mm/hari), 10 Mei di Kota Tangerang Selatan, Banten (103,0 mm/hari), 11 Mei di Kab. Sleman, DIY (115,3 mm/hari), 12 Mei di Kab. Merauke, Papua Selatan (118,0 mm/hari), dan 14 Mei di Kab. Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah (105,7 mm/hari).
Dengan keadaan dinamika atmosfer yang fluktuatif dan dapat berubah secara tiba-tiba pada periode ini, masyarakat diimbau meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem.