Wamendag: Hidrogen Jadi peluang Baru RI di Tengah Ketegangan Global
IDXChannel - Hidrogen menjadi peluang bagi Indonesia, tak hanya dalam bidang energi, tetapi juga untuk membentuk arsitektur perdagangan baru yang lebih adil dan berkelanjutan.
Di tengah gangguan global, gelombang proteksionisme baru, dan meningkatnya ketegangan perdagangan antarnegara, khususnya di tengah gejolak perdagangan akibat tarif resiprokal Amerika Serikat (AS), hidrogen dinilai sebagai harapan.
Dalam konteks ini, diversifikasi pasar dan penguatan posisi Indonesia dalam rantai pasokan global menjadi semakin penting. Negara-negara anggota Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) seperti Jepang dan Korea Selatan, tengah mempercepat transisi energi mereka.
"Indonesia berpeluang untuk menjadi mitra utama dalam memasok energi bersih melalui hidrogen hijau," kata Wakil Menteri Perdagangan, Dyah Roro Esti Widya Putri dalam Global Hydrogen Ecosystem 2025, dikutip Sabtu (19/4/2025).
Indonesia memiliki sejumlah potensi strategis di sektor hidrogen, serta keunggulan unik yang tidak dimiliki oleh negara lain.
Pertama, memiliki energi terbarukan yang melimpah, seperti hidro, panas bumi, matahari, dan biomassa. Kedua, kapasitas produksi industri yang telah menghasilkan lebih dari 1,7 juta ton hidrogen abu-abu per tahun.
Ketiga, lokasi geografis Indonesia yang strategis di sepanjang rute perdagangan Asia-Pasifik.
"Keempat, Indonesia punya komitmen nasional untuk mencapai emisi nol bersih (net zero emission) pada 2060," kata Roro.
Roro menambahkan ada beberapa langkah penting yang harus segera Indonesia lakukan untuk memimpin di sektor ini.
Pertama, mempercepat regulasi dan insentif untuk produksi dan distribusi hidrogen, termasuk untuk tujuan ekspor.
Kedua, memperkuat kolaborasi teknologi dengan negara-negara maju dan mitra strategis baru. Ketiga, diversifikasi sumber komponen utama untuk menghindari ketergantungan pada satu negara.
Keempat, pengembangkan infrastruktur logistik dan distribusi, termasuk pelabuhan ekspor hidrogen khusus.
"Kita juga harus menjaga keseimbangan. Industri dalam negeri harus diperkuat dan impor dikelola dengan hati-hati. Hal ini agar tidak mengganggu neraca perdagangan kita atau memberi tekanan pada sektor strategis, seperti properti dan konstruksi, yang juga dipengaruhi tarif bahan bangunan," kata Roro.
(NIA DEVIYANA)