Astronot Punya Kemampuan Tak Terduga, Bantu Mereka di Luar Angkasa

Astronot Punya Kemampuan Tak Terduga, Bantu Mereka di Luar Angkasa

Terkini | inews | Rabu, 3 April 2024 - 05:03
share

JAKARTA, iNews.id - Kondisi di Bumi dan luar angkasa tentu saja berbeda. Beruntung, astronot mampu beradaptasi dengan mikrogravitasi saat ditempatkan di pesawat luar angkasa yang mengorbit.

Studi baru tidak menemukan perubahan nyata pada kemampuan manusia mengukur pergerakan saat berada di luar angkasa atau setelah mendarat kembali. Hampir tidak ada gravitasi mengubah persepsi gerak astronot sedemikian rupa, sehingga mereka merasa seperti bergerak lebih cepat dibanding yang sebenarnya saat bergerak di sekitar tempat mereka yang sempit dan tak berbobot.

Berdasarkan temuan kami, tampaknya manusia secara mengejutkan mampu mengkompensasi kekurangan lingkungan normal di Bumi dengan menggunakan penglihatan, kata Laurence Harris, ahli fisiologi sensorik di York University di Toronto dan penulis senior studi tersebut.

Salah satu cara tubuh menentukan perubahan posisi melalui desiran cairan yang terdapat di dalam beberapa saluran melingkar jauh di dalam setiap telinga. Dikenal sebagai vestibular, sistem ini memberi persepsi percepatan, kemiringan, dan rotasi, sebagaimana dikutip dari Science Alert.

Di luar angkasa, mikrogravitasi mengganggu sistem vestibular dengan menghilangkan beberapa informasi yang biasanya diproses yakni tarikan konstan gravitasi di Bumi yang memberi tahu arah mana yang harus ditempuh.

Gangguan ini diperkirakan dapat ditiru di Bumi dengan meminta orang untuk berbaring, baik telentang atau menyamping. Pada posisi horizontal tersebut, cairan yang disediakan saluran tersebut kurang akurat dalam mengukur posisi.

Biasanya, vestibular bekerja bersama-sama dengan sistem visual untuk merasakan seberapa jauh, seberapa cepat, dan ke arah mana kita telah menempuh perjalanan. Namun di orbit, astronot memiliki lebih sedikit 'beban' pada partikel kecil yang melayang di cairan telinga bagian dalam dan mungkin menjadi lebih sensitif terhadap informasi visual sebagai kompensasinya.

Harris dan rekannya bertanya-tanya bagaimana hal ini dapat berdampak pada persepsi astronot mengenai jarak yang ditempuh dalam simulasi visual, selama dan setelah penerbangan luar angkasa yang lama, dan apakah perubahan postur tubuh memiliki efek serupa.

Para peneliti menguji selusin astronot enam pria dan enam wanita sebelum, selama, dan setelah misi mereka selama setahun ke International Space Station (ISS), dan membandingkan kinerja mereka dengan 20 alat kontrol yang berada di Bumi.

Sebelum berangkat dan kembali ke Bumi, para astronot diuji dengan duduk tegak dan berbaring telentang. Di luar angkasa, mereka melayang bebas tetapi diikat ke sandaran.

Dampak kesehatan dari penerbangan luar angkasa adalah fokus besar misi luar angkasa, terutama karena badan antariksa seperti NASA dan negara-negara seperti China bersiap mengirim astronot ke Mars.

Tak lama setelah penerbangan luar angkasa, para astronot sedikit melebih-lebihkan jarak dalam tugas visual ketika berbaring dibandingkan dengan duduk tegak sebelum misi mereka, meskipun perbedaan tersebut kemudian hilang.

Namun rata-rata, persepsi para astronot tentang jarak yang ditempuh di lorong virtual tidak berubah secara signifikan selama mereka berada di luar angkasa, tidak juga satu minggu atau 85 hari setelah mereka kembali. Hal ini mirip dengan temuan Harris dan rekan sebelumnya yang menunjukkan bahwa astronot tidak mengalami kesulitan dalam mengorientasikan diri mereka di luar angkasa.

Topik Menarik