Bagaimana Peran Lembaga Arbitrase dan Pengadilan dalam Penyelesaian Sengketa HKI?

Bagaimana Peran Lembaga Arbitrase dan Pengadilan dalam Penyelesaian Sengketa HKI?

Terkini | inews | Senin, 1 April 2024 - 16:03
share

JAKARTA, iNews.id - Pelanggaran-pelanggaran atas Hak Kekayaan Intelektual (HKI) masih marak terjadi. Pelanggaran tersebut bermacam-macam, di antaranya pemalsuan merek, menggunakan atau meniru logo perusahan lain, pembajakan film hingga pengklaiman warisan budaya tradisional daerah tertentu.

Banyak sengketa pelanggaran HAKI melibatkan perusahaan-perusahaan besar. Salah satunya, merek minuman larutan penyegar "Cap Kaki Tiga" produksi Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd asal Singapura yang pernah menghadapi gugatan dari merek "Isle of Man" milik warga negara Inggris Russel Vince pada 2013 lalu.

Dasar gugatan karena logo tersebut disebut merupakan tiruan atau menyerupai Lambang 'Isle of Man' yang digunakan dalam atribut dan atau mata uang. Pihak Isle of Man saat itu menyampaikan, telah berdiri jauh sebelum merek cap kaki tiga terdaftar di Indonesia. Penggugat yang keberatan mengajukan gugatan bagi pembatalan merek tersebut.

Masih banyak kasus pelanggaran HAKI lainnya terkait logo dan nama merek. Lalu, bagaimana penyelesaian sengketa seperti ini, sebagaimana pertanyaan pembaca iNews.id berikut:

Bagaimana peran lembaga arbitrase dan pengadilan dalam penyelesaian sengketa mengenai pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual?
(Rakhmita Desmayanti)

Kami telah menyampaikan pertanyaan pembaca iNews kepada tim advokat dari SIP Law Firm. Berikut jawaban dan penjelasannya:

Sebelum lebih jauh membahas penyelesain sengketa Hak Kekayaan Intelektual (HKI), alangkah lebih baiknya untuk mengetahui pembagian HKI dalam hukum HKI.

Secara garis besar HKI terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:

1. Hak Cipta

2. Hak Kekayaan Industri, yang terdiri dari paten, merek dan indikasi geografis, desain Industri, rahasia dagang dan desain tata letak sirkuit terpadu.

Setiap bagian HKI ini memiliki undang-undang sendiri yang di dalamnya juga mengatur tentang penyelesaian sengketa. Penjelasan di sini akan dititikberatkan pada penyelesaian sengketa merek. Sengketa merek dapat terjadi karena dua hal, yaitu karena ada permohonan pendaftaran merek yang ditolak atau ada gugatan oleh pihak lain.

Dalam hal sengketa terjadi karena penolakan pendaftaran, maka ada dua kemungkinan, penolakan karena adanya sanggahan pada masa pengumuman atau merek ditolak karena tidak memenuhi persyaratan pendaftaran merek pada pasal 20 dan 21 Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis (UUMIG).

Pada permasalahan seperti ini, atas penolakan merek bisa diajukan permohonan banding ke Komisi Banding Merek. Jika putusan Komisi Banding Merek tetap menolak permohonan pendaftaran, maka pemohon pendaftaran merek bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga dengan jangka waktu 90 hari sejak putusan Komisi Banding diputuskan.

Dalam hal sengketa karena gugatan oleh pihak lain harus diperhatikan apa yang menjadi dasar gugatan, yakni:

1. Gugatan yang diajukan adalah gugatan pembatalan merek sesuai yang tercantum pada pasal 76 ayat (3) Gugatan pembatalan diajukan kepada Pengadilan Niaga terhadap pemilik merek terdaftar.

2. Gugatan ini diajukan karena adanya pelanggaran merek yang diatur pada pasal 83 UUMIG, pemilik merek terdaftar dan atau penerima lisensi merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa:

a. gugatan ganti rugi; dan/atau

b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.

Dalam hal ini gugatan diajukan ke Pengadilan Niaga. Untuk sengketa yang dimaksud pada pasal 83 ayat (1) UUMIG dapat juga diselesaikan melalui alternatif penyelesaian sengketa. Arbitrase dapat menjadi pilihan jika melakukan penyelesaian sengketa di luar peradilan umum.

3. Jika terdapat perbuatan pidana merek, maka penyelesaian melalui penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang bertugas di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).

Perbuatan pidana merek yang dimaksud adalah tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain yang sejenis, tanpa hak mengggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain yang sejenis.

Demikian cara penyelesaian sengketa HKI untuk merek berdasarkan UUMIG. Penyelesaian sengketa HKI bagian lain, selain Rahasia Dagang, penyelesaian dapat dilakukan di Pengadilan Niaga atau alternatif penyelesaian sengketa. Khusus Rahasia Dagang pada Pengadilan Negeri atau alternatif penyelesaian sengketa.

Selain melalui peradilan umum, penyelesaian sengketa HKI dapat dilakukan melalui arbitrase jika cara penyelesaian ini dipilih dan disepakati oleh para pihak yang bersengketa.

Yang harus menjadi catatan, penyelesaian sengketa HKI hanya dapat dilakukan pada objek sengketa yang terdaftar pada DJKI sesuai ketentuan masing-masing Undang-Undang HKI.

SIP Law Firm

Tentang SIP Law Firm

SIP Law Firm adalah firma hukum yang berdiri pada tahun 2011 dan telah memiliki reputasi baik dalam bidang litigasi dan layanan penyelesaian sengketa di Indonesia. Perusahaan ini telah mengembangkan SIPR, sebuah konsultan kekayaan intelektual.

Firma ini berkantor pusat di Jakarta dan kantor terkait di Surabaya dan Yogyakarta. SIP Law Firm telah mendapatkan berbagai pengakuan nasional dan internasional dari organisasi terkemuka seperti: Asian Legal Business, HukumOnline.com, APAC Insider, Asia Law, IFLR1000 dan Legal500.

Tentang iNews Litigasi

iNews Litigasi adalah rubrik di iNews.id untuk tanya jawab dan konsultasi permasalahan hukum. Pembaca bisa mengirimkan pertanyaan apa saja terkait masalah hukum yang akan dijawab dan dibahas tuntas para pakar di bidangnya.

Masalah hukum perdata di antaranya perebutan hak asuh anak, pencemaran nama baik, utang piutang, pembagian warisan, sengketa lahan tanah, sengketa kepemilikan barang atau jual-beli, wanprestasi, pelanggaran hak paten, dll. Selain itu juga hukum pidana perdata antara lain kasus penipuan, pengemplangan pajak, pemalsuan dokumen, pemerasan, dll. Begitu pula kasus-kasus UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE) dll.

Topik Menarik