Sejarah Kelenteng Eng An Kiong Malang yang Sudah Berusia 2 Abad

Sejarah Kelenteng Eng An Kiong Malang yang Sudah Berusia 2 Abad

Terkini | okezone | Sabtu, 10 Februari 2024 - 08:15
share

MALANG - Perayaan Tahun Baru Imlek di Malang, tak bisa dipisahkan dari Kelenteng Eng An Kiong yang punya sejarah panjang. Kelenteng ini konon tak hanya sebagai tempat ibadah kaum Tionghoa saja, tapi menjadi saksi bisu sejarah interaksi warga pribumi dan etnis Tionghoa di Malang sejak dahulu hingga sekarang.

Rudi Phan Ketua pengelola yayasan Klenteng Eng An Kiong menjelaskan, Kelenteng Eng An Kiong Malang telah memiliki usia sekitar 2 abad atau 200 tahun lebih, mengingat klenteng ini dibangun pada 1825. Awalnya klenteng hanya dibangun sederhana dengan komposisi kayu secara sederhana, bahkan areanya pun masih sempit.

"Berdiri tahun 1825, hampir 200 tahun, dua abad hampir dulu bangsa Cina ini ke sini sudah ratusan tahun, di Jawa Tengah kelentengnya sudah 600 tahun Kelenteng Sam Po Kong," ucap Rudi Phan, ditemui MPI.

Lambat laun kedatangan para kaum Tionghoa dan membuat permukiman di sekitar kelenteng saat ini. Kemudian mereka karena belum memiliki tempat peribadatan, lantas membuatlah bangunan kelenteng yang saat berada di Jalan Laksamana Martadinata. Menariknya permukiman etnis Tionghoa itu lantas berbaur dengan etnis pendatang lain, terutama Arab dan lainnya.

"Kalau dulu orang Chinese kan satu center (terpusat) orang dari mulut ke mulut di mana di Kota Malang, mereka mendirikan satu komunitas di daerah Pecinan ini sekarang sudah campur baur, ada orang Arabnya, orang Indonesia, dulu tahun 50an murni orang China semua," jelasnya.

Pendatang dari China ini mengarungi samudra hingga tiba di beberapa kota di Pulau Jawa mulai dari Semarang, Tuban, dan Surabaya. Sisanya sebagian menuju Malang dan membuat perkumpulan serta bermukim di Malang. Tak heran secara keterikatan sejarah dan budaya perkembangan kaum Tionghoa di Malang dengan Jawa Tengah.

"Sejak datang bawa (keluarga) dan peranak pinak di sini. Mereka berdagang, dulu naik perahu ratusan tahun lalu, laut masih tenang, nggak ada polusi nggak ada apa-apa, jadi berani dan menempati di pesisir pantai, Semarang, Surabaya, Tuban, sampai sini juga," tuturnya.

Menurutnya, para pendatang dari negeri China mayoritas berdagang sehingga mereka lantas mendirikan sebuah perkumpulan di Malang dan tentu juga mendirikan tempat ibadah berupa klenteng ini. Jadi dapat dikatakan Rudi, antara kedatangan orang Tionghoa di Malang dengan pendirian klenteng nyaris sama.

"(Kedatangan Tionghoa) hampir sama, 1825 jadi mereka datang namanya manusia cari Tuhannya, akhirnya mendirikan klenteng ini. Tapi berdagang dulu, terus mendirikan klenteng ini, terus bersama mendirikan klenteng, seperti muslim mendirikan musala," paparnya.

Topik Menarik