Ironi di Medan Perang: Predator Digital Rusia Ternyata Berotak Amerika, Ditenagai Chip Nvidia

Ironi di Medan Perang: Predator Digital Rusia Ternyata Berotak Amerika, Ditenagai Chip Nvidia

Teknologi | sindonews | Jum'at, 11 Juli 2025 - 10:11
share

Sebuah "predator" baru yang menakutkan kini tengah diuji coba di medan tempur oleh Rusia. Bukan tank atau jet tempur, melainkan drone bunuh diri bernama MS001 yang dibekali kecerdasan buatan (AI) untuk berburu secara otonom. Namun, di balik kemampuannya yang mengerikan, tersimpan ironi pahit dan menohok: "otak" dari mesin pembunuh ini ternyata adalah superkomputer seukuran telapak tangan buatan perusahaan teknologi Amerika, Nvidia.

Ini adalah sebuah babak baru yang kelam dalam peperangan, di mana garis antara kode dan peluru semakin kabur. Dan yang lebih mengkhawatirkan, ini adalah bukti nyata betapa rapuhnya sanksi teknologi yang selama ini coba ditegakkan oleh Barat.

'Predator Digital' Telah Lahir

Kebenaran tentang drone canggih ini diungkap oleh pejabat tinggi militer Ukraina. Mayor Jenderal Vladyslav Klochkov dalam sebuah unggahan di LinkedIn, memperingatkan dunia tentang kemampuan sang "predator digital" ini.

Menurutnya, MS001 bukan lagi drone yang dikendalikan dari jarak jauh. Ia mampu melihat, menganalisis, memutuskan, dan menyerang tanpa perintah eksternal. Ia bisa mengidentifikasi target, memilih mana yang paling bernilai, dan menyesuaikan jalur serangannya secara mandiri. Bahkan upaya untuk mengacaukan sinyal GPS-nya pun bisa jadi sia-sia.

"Ini adalah predator digital," tulis Klochkov dalam sebuah peringatan yang dingin.

Membedah 'Otak' Sang Predator

Saat sisa-sisa drone MS001 yang berhasil ditembak jatuh dibedah, para ahli menemukan jantung dari kecerdasannya: sebuah Nvidia Jetson Orin. Ini adalah superkomputer AI generatif seukuran telapak tangan yang ironisnya dijual umum seharga USD249 (sekitar Rp 4 jutaan).

Namun, jangan terkecoh dengan harganya. "Otak" murah ini memiliki kekuatan yang mengerikan:

Kekuatan Pemrosesan: Mampu melakukan 67 triliun operasi per detik (TOPS).

Arsitektur: Menggunakan GPU arsitektur Nvidia Ampere dengan Tensor Cores, dipadukan dengan CPU 6-core Arm.

Selain "otak" dari Nvidia, ditemukan juga komponen-komponen canggih lainnya seperti pencitra termal untuk operasi malam hari dan sistem GPS anti-jamming. Desainnya sendiri merupakan varian dari drone Shahed buatan Iran, menunjukkan adanya sebuah kolaborasi teknologi yang kompleks di balik layar.

Dinding Sanksi yang Bocor dan Jejak Uang

Bagaimana mungkin sebuah chip canggih buatan Amerika bisa berakhir di dalam mesin perang Rusia, di saat sanksi ekspor telah diberlakukan secara ketat sejak awal 2022? Jawabannya adalah sebuah jaringan pasar gelap global.

Para penyelundup secara cerdik melabeli ulang chip-chip ini sebagai gawai konsumen biasa, lalu mengirimkannya dalam paket-paket kecil melalui perusahaan cangkang di Hong Kong, China, Singapura, dan Turki. Para investigator AS memperkirakan bahwa sepanjang tahun 2023 saja, perangkat keras Nvidia senilai sekitar USD17 juta (sekitar Rp272 miliar) berhasil lolos melalui rute pasar abu-abu ini. Dinding sanksi itu ternyata bocor.

Pembelaan Diri Nvidia

Menanggapi hal ini, pihak Nvidia memberikan pernyataan resmi. Seorang juru bicara menegaskan bahwa produk mereka bukanlah untuk tujuan militer.

"Modul Jetson Orin kami adalah produk tingkat konsumen yang dijual kepada pelajar, pengembang, dan perusahaan rintisan untuk berbagai aplikasi yang bermanfaat. Produk ini tidak tersedia di Rusia dan tidak dirancang untuk tujuan militer," ujar juru bicara tersebut. "Jika kami menemukan distributor yang melanggar kontrol ekspor AS, kami akan memutus pasokan mereka."

Perlombaan Senjata AI Global

Pada akhirnya, kasus ini adalah cerminan sebuah realita lebih besar. Perlombaan senjata AI telah menjadi kenyataan. Bukan hanya Rusia, Amerika Serikat pun melalui perusahaan seperti Anduril Industries dan Angkatan Udaranya, secara agresif mengembangkan drone kamikaze dan jet tempur otonom.

Dunia kini telah memasuki sebuah era baru yang berbahaya, di mana kecerdasan buatan tidak lagi hanya menjadi alat untuk mempermudah hidup, tetapi juga telah menjadi "hantu" otonom yang siap berburu di medan perang. Dan ironisnya, dalam perang ini, teknologi dari satu negara bisa dengan mudah menjadi senjata di tanganmusuhnya.

Topik Menarik