iQOO Obral Rekor MURI: Baterai Monster & Performa Ganas, Nyata atau Sekadar Gimmick?
Di tengah arena perang spesifikasi ponsel pintar, iQOO, sub-merek dari vivo, kembali mengguncang pasar dengan sebuah manuver agresif. Mereka tidak hanya meluncurkan dua "monster" baru, iQOO Z10 dan iQOO Neo 10, tetapi juga langsung memborong dua rekor dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
iQOO Z10 dinobatkan sebagai ponsel dengan baterai terbesar di Indonesia (7.300mAh), sementara iQOO Neo 10 menjadi ponsel sub-flagship pertama yang mampu menjalankan game pada 144 FPS.
Namun, di balik sertifikat rekor dan klaim performa ganas, sebuah pertanyaan kritis: apakah ini adalah sebuah inovasi yang benar-benar dibutuhkan konsumen, atau sekadar gimmick pemasaran?
Pihak iQOO tentu menjualnya sebagai sebuah dedikasi. "Kehadiran Z10 dan Neo 10 merupakan bukti nyata dari dedikasi dan komitmen iQOO dalam mendorong batas teknologi," ujar Praditya Putra, Product Manager iQOO Indonesia. "Kami menghadirkan kombinasi ideal untuk menjawab kebutuhan generasi mobile sekaligus heavy gamer yang menuntut efisiensi, kecepatan, daya tahan, dan performa tanpa kompromi."
Raja Baterai: Solusi atau Berlebihan?
Fokus utama pada iQOO Z10 adalah baterai raksasa 7.300mAh. Sebuah angka yang belum pernah ada sebelumnya di pasar Indonesia. iQOO menjanjikan waktu bermain game hingga 15 jam nonstop. Tentu, ini adalah solusi bagi mereka yang phobia kehabisan daya.Namun, pertanyaannya, apakah baterai sebesar ini benar-benar perlu? Di saat banyak produsen fokus pada kecepatan pengisian daya yang super cepat, iQOO memilih jalur daya tahan absolut.Dengan pengisian 90W yang membutuhkan waktu 65 menit untuk penuh, apakah ini akan terasa sebagai sebuah kemunduran bagi pengguna yang terbiasa mengisi daya dalam hitungan belasan menit? Di atas kertas, bobot 199 gram untuk baterai sebesar itu memang impresif, namun apakah kompromi lain harus dilakukan pada komponen internal untuk mencapai ini?
Sang Jawara Esports: Performa di Atas Kertas vs Realitas
Di sisi lain, iQOO Neo 10 dilempar ke arena sebagai "The Esports Champ". Dengan konfigurasi dual chipset Snapdragon 8s Gen 4 dan Supercomputing Chip Q1, serta skor AnTuTu yang menembus 2,4 juta, ponsel ini di atas kertas adalah sebuah monster. Kemampuan menjalankan game pada 144 FPS pun menjadi rekor MURI tersendiri.Namun, di sinilah letak skeptisisme. Berapa banyak game populer saat ini yang benar-benar mendukung native 144 FPS di perangkat sub-flagship? Apakah Supercomputing Chip Q1 adalah sebuah terobosan nyata, atau hanya istilah pemasaran untuk sebuah unit pemrosesan tambahan yang fungsinya tidak jauh berbeda dari kompetitor?
Menjejalkan spesifikasi dewa ke dalam bodi yang ramping dengan harga mulai dari Rp5.599.000 jelas menarik perhatian. Sistem pendingin seluas 7000 mm² memang terdengar hebat, namun apakah mampu menjinakkan panas dari dual chipset saat digunakan untuk kompetisi esports yang intens dan berdurasi panjang?
Pertaruhan di Segmen 'Neraka'
Dengan rentang harga mulai dari Rp3.699.000 untuk Z10 hingga Rp7.499.000 untuk Neo 10, iQOO secara agresif menyerbu segmen menengah ke atas—sebuah segmen "neraka" yang sudah penuh sesak dengan pemain-pemain mapan.Sertifikat MURI mungkin berhasil mencuri panggung di hari peluncuran. Namun, pertarungan sesungguhnya ada di tangan konsumen. Apakah mereka akan tergiur dengan klaim "baterai terbesar" dan "144 FPS pertama", atau mereka akan lebih memilih merek dengan rekam jejak yang lebih terbukti di aspek lain seperti kualitas kamera dan dukungan perangkat lunakjangkapanjang?




