Sangmong Harimau Bali yang Mempunyai Tempat Khusus di Pulau Dewata

Sangmong Harimau Bali yang Mempunyai Tempat Khusus di Pulau Dewata

Teknologi | sindonews | Senin, 1 April 2024 - 09:22
share

Senasib dengan Harimau Jawa, Panthera tigris balica atau Harimau Bali tak kalah tragisnya keberadaanya di Indonesia. Meskipun demikian masyarakat Bali hingga saat ini masih menaruh rasa hormat yang tinggi pada binatang buas ini.

Dalam banyak literatur Bali, dikenal sebagai Sangmong yang berasal dari kata Sang Maung atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai Beliau Sang Harimau atau Si Harimau, maka Harimau Bali.

Harimau Bali adalah yang terkecil dari sembilan subspesies harimau, sebanding dengan ukuran macan tutul atau cougar. Berat jantan biasanya 90100 kg (198).

Betina 6580 kg (142175 lb), dengan panjang jantan sekitar 220 cm (7,2 kaki atau 86,6 in) panjangnya (dengan ekor), dan betina 195200 cm (6,4 6.6 kaki atau 76,878,6 inci).

Ukurannya ini adalah sebuah anomali, umumnya semakin menjauh dari katulistiwa semakin besar pula ukuran seekor harimau. Mungkin evolusi ini disebabkan ukuran pulau Bali yang kecil dan memiliki hewan buruan yang lebih terbatas.

Ia memiliki bulu yang pendek, dengan warna oranye gelap. Lorengnya lebih sedikit dari harimau Jawa dan Sumatra, namun diantara loreng-lorengnya terkadang ada tutul tutul kecil hitam. Kekhasan ini menyebabkan terkadang harimau Bali digambarkan memiliki loreng-loreng yang lebih rapat.

Seperti saudaranya harimau Jawa, kepunahan harimau Bali sebagian disebabkan oleh perburuan yang massif semasa zaman kolonial. Konon cara yang paling poluler untuk memburu harimau Bali adalah dengan menggunakan perangkap kaki begerigi dari besi dengan umpan seekor kambing atau menjangan.

Dalam budaya Bali, harimau memiliki tempat khusus dalam cerita rakyat dan seni tradisional, seperti dalam lukisan Kamasan kerajaan Klungkung. Namun, mereka dianggap sebagai kekuatan destruktif dan upaya pemusnahan didorong sampai punah.

Dan tidak hanya dilakukan oleh penduduk setempat, dimana Bali sebagai pulau yang tidak begitu luas, maka perkembangan hidup manusia Bali yang tumbuh dan memerlukan banyak ruang tentu mengantar banyak spesies binatang asli Bali menuju kepunahan bahkan benar-benar hilang dari peradaban.

Namun kolonialisme era kolonial Belanda kala itu juga mendorong banyaknya perubahan secara massive dalam ekologi Bali, dimana jalan-jalan untuk kendaraan mulai dibangun, lapangan terbang hingga area perkebunan dan juga yang paling jahat adalah berdatangannya para pemuja hobi berburu yang menjadikan hewan-hewan eksotis sebuah wilayah jajahan sebagai binatang buruan untuk pemenuhan hobi. Tak hanya di Sumatra dan Jawa namun juga terjadi di Bali.

Topik Menarik