Resep TikTok Shop Memerangi Barang KW Perlu Dicontoh Shopee dan Tokopedia

Resep TikTok Shop Memerangi Barang KW Perlu Dicontoh Shopee dan Tokopedia

Teknologi | mojok.co | Rabu, 2 Maret 2022 - 00:43
share

MOJOK.CO Meski mengandung risiko, usaha TikTok Shop untuk menyaring peredaran barang KW perlu ditiru Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak.

Dunia e-commerce Indonesia memanas beberapa hari belakangan. Pasalnya, di tengah kecamuk perang di Eropa sejak minggu lalu, tiba-tiba, Amerika Serikat (AS) nyenggol lantaran maraknya barang palsu atau KW yang membanjiri pasar e-commerce Indonesia.

Dilansir dari Kompas , US Trade Representative atau yang sering disebut USTR, telah mengindentifikasi 42 e-commerce dan 35 pasar fisik di seluruh dunia yang dianggap terlibat atau memfasilitasi pemalsuan merek dagang. Simpelnya, e-commerce yang dianggap memfasilitasi penjualan barang-barang KW merek dagang brand dari AS sana, misal Apple dan Nike.

Mengintip daftar tersebut, e-commerce populer di Indonesia masuk dalam daftar yakni Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak. Tiga pasar online babon yang perlu mencontoh TikTok Shop. Kenapa? Nanti saya jelaskan.

Senggolan dari AS nampaknya memang bikin e-commerce papan atas Indonesia itu cukup gerah. Terbukti, dari pantauan di media sejauh ini, sejak berita tersebut jadi bola panas, Tokopedia dan Bukalapak sudah mengeluarkan rilis pers terkait ini. Shopee sendiri kayaknya masih memantau situasi.

Tokopedia misalnya, menyebut bahwa perusahaan akan menindak tegas bentuk penyalahgunaan platform untuk penyebaran barang KW dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Namun, dilansir dari Katadata pada Selasa (22/2) pekan lalu, Tokopedia tak merinci seperti apa tindakan tegas atau langkah preventif yang akan diterapkan.

Nah, kalau sudah gini, sebenarnya ini cukup runyam. Pasalnya, cap dari USTR sebagai e-commerce spesialis barang KW tentunya bikin nama baik Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak akan jatuh di mata pasar. Apalagi buat Tokopedia, misalnya, di mana mereka tengah bersiap IPO di bursa saham bersama GoTo.

Tapi, memangnya distribusi produk KW atau barang palsu bisa dikontrol? Dan sampai di titik mana saja bahayanya? Coba kita kulik, ya.

Platform e-commerce bermodel UGC

Satu yang perlu kita pahami dasarnya adalah sifat platform e-commerce terkait. Sependek yang saya tahu, platform e-commerce itu pada dasarnya bersifat User Generated Content (UGC).

Begini, UGC itu biasanya berkaitan dengan target salah satu aplikasi atau marketplace yang ingin mengakusisi banyak user / seller di dalam ekosistem platform-nya. Saya rasa, baik Shopee dan Tokopedia, menganut sistem tersebut, di mana setiap orang bisa dalam sekejap menjadi penjual atau seller dan bisa mengunggah produknya secara mandiri. TikTok Shop sendiri agak berbeda.

Nah, celah ini adalah lubang terbesar yang dimanfaatkan untuk jualan barang-barang KW atau palsu. Pasti kamu-kamunggak asing, kan, ketika browsing di Tokopedia dan Shopee, lalu nemu sepatu Nike atau celana training Nike, bahkan iPhone yang harganya jauh di bawah harga pasar. Buat orang awam, harga iPhone yang normalnya puluhan juta rupiah, di versi KW-nya, bisa dijual jauuuh dari harga barang aslinya.

Celah ini adalah lubang menganga yang sulit sekali untuk sekadar ditambal, atau coba ditutup secara permanen. Sebab apa? Jika cara untuk menjadi seller dipersulit di e-commerce , itu bakal jadi buah simalakama bagi si platform. Mereka akan kehilangan calon-calon seller , yang otomatis menghilangkan sekian persen potensi revenue . Ini tantangan besarnya.

Maka dari itu, senggolan keras dari USTR ini sangat menarik dilihat ke depannya tentang bagaimana e-commerce ijo, oranye, dan merah merespons teguran ini.

Lalu, bagaimana mengakali penyebaran barang-barang KW ini namun akuisisi seller tetap jalan?

Menerapkan filtrasi ala TikTok Shop

Meski belum sebesar e-commerce babon di Indonesia seperti Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak, TikTok Shop pada dasarnya punya dasar yang oke terkait filtrasi seller .

Sejak resmi dirilis per 2021 lalu, TikTok Shop berupaya jadi alternatif lain e-commerce di Indonesia. Pada awalnya, sistem pendaftaran untuk menjadi seller relatif mudah. Namun seiring waktu, Tiktok berbenah.

Sekarang ini, setidaknya ada empat syarat utama yang bikin kita bisa jadi seller di TikTok Shop. Buat saya yang biasa jualan dengan santai di Tokopedia, empat syarat dari TikTok ini cukup effort sekali untuk dijalani, makanya saya skip saja hahaha.

Oke jadi syarat pertama, akun TikTok kamu harus punya lebih dari 10.000 followers . Bukan syarat sulit buat beberapa orang, namun buat orang yang dari awal niatnya jualan produk KW, ini agak merepotkan ya.

Lalu syarat kedua gabung TikTok Shop, dalam rentang 28 hari terakhir, kamu harus punya video yang punya views di angka 50. Cara ini gampang, lah, ya.

Syarat ketiga dan keempat juga relatif mudah sebab hanya syarat administratif. Syarat ketiga, umur kamu harus 18 tahun. Lalu syarat keempat, kamu harus posting video apa saja di TikTok dalam kurun waktu 28 hari terakhir sebelum bikin akun seller di TikTok Shop.

Dengan asumsi saya adalah seller yang terbiasa dengan kenyamanan dan simpelnya jualan di Tokopedia dan Shopee, kalau saya lho ya, saya, sih, mager bikin akun di TikTok Shop. Tiga syarat lain, sih, lumayan bisa diakalin, cuma syarat 10.000 followers ini kan cukup rumit ya sebab tidak ada (mungkin belum saja) jasa beli followers di TikTok.

Namun satu yang bikin salut, yaitu cara TikTok memfiltrasi atau menyaring calon seller ini setidaknya jauh lebih serius dibanding kompetitor lainnya di kancah e-commerce . Nah, kalau sudah di titik ini, kita perlu menuju ke kesimpulan akhir; emang apa, sih, bahayanya produk KW?

Bahaya produk palsu, dari rugi materiil hingga cancel culture !

Meski terkesan sepele buat beberapa orang, bahaya barang KW ini punya dampak yang nggak kecil, lho.

Contoh terbaru ada di Korea Selatan. Di negeri yang rentan dengan cancel culture itu, salah satu selebgram lokal sempat tersandung kasus barang palsu dan kini kehilangan pengikutnya di media sosial.

Dia adalah Free Zia atau Song Jia, influencer dan selebgram asal Busan, Korea Selatan, yang mencuat berkat acara di Netflix berjudul Singles Inferno . Selebgram muda ini tersandung kasus barang palsu karena ketahuan memakai produk fesyen palsu di acara Singles Inferno . Dalam sekejap, popularitasnya lenyap ditelan kontroversi barang KW.

Dalam kontroversi tersebut, Zia dituding sengaja memakai barang palsu dari brand ternama dunia untuk mencitrakan diri sebagai orang kaya demi ketenaran di dunia showbiz . Suram.

Kasus Zia sendiri adalah contoh nyata dampak buruk barang KW bagi selebritas. Namun selain itu, tentunya ada kerugian materiil yang tentu tidak sedikit. Di dunia sastra Indonesia misalnya, isu pembajakan buku seolah tak pernah henti membayangi nasib para penulis di Tanah Air. Bahkan sastrawan kondang sekelas Eka Kurniawan saja jadi korbannya.

Buku yang dibajak, lalu dijual serampangan di e-commerce dengan harga jauh lebih murah, tentu memberikan kerugian materiil yang angkanya bisa sangat masif jika dilakukan secara berulang-ulang. Apalagi nyaris tidak ada upaya untuk setidaknya mengurangi atau bahkan menghentikan pembajakan tersebut.

Dengan atau tanpa teguran dari USTR, pembajakan atau penjualan barang-barang palsu di Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak memang perlahan harus dikurangi, ditekan, hingga kemudian diberantas. Sebab ingat, orang-orang tua dari dulu sudah rutin bilang, kalau mau apa-apa, ya nabung. Beli barangnya ketika uang sudah terkumpul. Jangan beli barang KW atau ngutang pakai pinjol ilegal, ya! Yuk, pertimbangkan bikin akun di TikTok Shop.

Penulis: Isidorus Rio

Editor: Yamadipati Seno

Topik Menarik