Refleksi HUT ke-80 Indonesia, KMHDI: Masih Jauh dari Cita-cita Kemerdekaan

Refleksi HUT ke-80 Indonesia, KMHDI: Masih Jauh dari Cita-cita Kemerdekaan

Nasional | sindonews | Sabtu, 16 Agustus 2025 - 23:54
share

Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) menilai Indonesia masih jauh dari cita-cita kemerdekaan. Data kemiskinan, ketimpangan sosial, dan indeks pendidikan menegaskan kesejahteraan rakyat belum merata, kesenjangan masih tinggi, serta kualitas sumber daya manusia belum optimal.

Ketua Umum PP KMHDI Wayan Darmawan mengatakan terdapat empat tujuan negara Indonesia merdeka yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

“Meski sudah merdeka 80 tahun, Indonesia masih jauh dari cita-cira kemerdekaanya. Kemerdekaan tidak bisa menjadi alat yang bisa membawa kesejahteraan bagi rakyatnya," katanya, Sabtu (16/8/2025).

Baca juga: KMHDI Dorong Pura Luhur Giri Salaka Alas Purwo Banyuwangi Dapat Manfaat Pengelolaan Retribusi

Berdasarkan laporan Oxfam 2017, kata Darmawan, menunjukan empat orang terkaya di Indonesia memiliki kekayaan setara dengan 100 juta penduduk termiskin di Indonesia. Sementara itu, dari sisi kepemilikan asset, 1 orang terkaya di Indonesia hampir menguasai 50 asset nasional. Kondisi ini memperlihatkan terjadi ketimpangan ekonomi yang lebar di Indonesia."Ketimpangan tersebut memperlihatkan pengelolaan sumber daya alam kita masih belum bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Namun dirasaka oleh sedikit orang yang menerima keuntungan dari sumber daya alam Indonesia," katanya.

Baca juga: Hadiri HUT ke-31 KMHDI, Wamenag Beri Pesan Jaga Kerukunan Umat Beragama

Darmawan mengatakan lebarnya ketimpangan membuat angka kemiskinann di Indonesia cenderung masih tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2024 angka kemiskinan di Indonesia tercatat 8,57 atau 24,06 juta penduduk.

Namun, kemiskinan di Indonesia bisa lebih besar, mengingat standar garis kemiskinan yang digunakan untuk mengukur kemiskinan masih sangat rendah yakni sebesar Rp550.458/per bulan atau seseorang warga negara dikatakan miskin ketika pendapatan mereka per bulan kurang dari Rp550.458.

"Masih tingginya angka kemiskinan memperlihatkan kemerdekaan Indonesia tidak bisa membawa perubahan bagi penduduk miskinn. Padahal kemerdekaan Indonesia dinilai sebagai jembatan emas yang mengantarkan rakyat Indonesia menuju kesejahteraan dan kemakmuran," tegasnya.Di samping ketimpangan sosial, Darmawan juga menyoroti Angka Partisipasi Pendidikan Tinggi (APK) Indonesia yang masih rendah. Menurut BPS, APK pendidikan tinggi untuk 2024 berada dikisaran 32 , artinya sekitar sepertiga dari penduduk usia 19–23 tahun sedang menempuh pendidikan tinggi. “Dibandingkan negara tetangga, APK Indonesia masih rendah dari Malaysia 43, Thailand 49,29, dan Singapura mencapai 91,09,” ucapnya. Minimnya lapangan pekerjaan berkualitas dan jaminan kesejahteraan pekerja juga menjadi sorotan, Darmawan mengatakan sampai saat ini jumlah lapangan kerja berkualitas masih sedikit. Hal tersebut di tandai dengan tingkat pengangguran yang masih tinggi.

Di samping itu, proporsi pekerja informal juga masih mendominasi. Data BPS menunjukan pekerja informal mencapai 59,40. Sementara pekerja formal 40,60. “Ini memperlihatkan tenaga kerja kita dalam kondisi rentan. Hal ini mengingat pekerja informal jarang mendapatkan insentif dan perlindungan kerja,” katanya.

Berangkat dari kondisi tersebut, Darmawan mengatakan bahwa Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar bisa menghadirkan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Momentum hari kemerdekaan Indonesia ini adalah momentum refleksi kita bersama atas capaian-capaian bangsa ini. Ke depan kita berharap dengan semangat kolaborasi dan gotong royong persoalan tersebut kita bisa selesaikan," tandasnya.

Topik Menarik