KPK Panggil 4 Tersangka Kasus Pemerasan TKA
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemanggilan terhadap empat tersangka kasus dugaan pemerasan pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Pemeriksaan dilaksanakan di Gedung Merah Putih KPK.
Mereka adalah, Suhartono selaku Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2020-2023; HYT (Haryanto) selaku Dirjen Binapenta 2024-2025; Wisnu Pramono selaku Direktur PPTKA 2017-2019; dan Devi Angraeni selaku Direktur PPTKA 2024-2025.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dalam keterangannya, Kamis (17/7/2025).
Baca Juga: Kasus Pemerasan TKA di Kemnaker, KPK Panggil Tersangka Eks Dirjen Binapenta Kemnaker
Berdasarkan informasi yang dihimpun, keempatnya sudah tiba di Kantor Lembaga Antirasuah dan sedang menjalani pemeriksaan. Namun, belum diketahui materi apa yang akan digali tim penyidik dari keterangan mereka. Dalam perkara ini, KPK total menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Selain yang diperiksa hari ini, empat tersangka lainnya adalah, GW (Gatot Widiartono), Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing 2021-2025; PCW (Putri Citra Wahyoe), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024; JS (Jamal Shodiqin), selaku Staf Direktorat PPTKA 2019-2024; dan AE (Alfa Eshad), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024.
Sebelumnya, Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo menyatakan, para tersangka diduga memeras TKA yang akan kerja di Indonesia. Para TKA diketahui harus meminta izin berupa RPTKA yang diterbitkan oleh Ditjen Binapenta PKK Kemnaker.
"Celah pembuatan RPTKA harus ada wawancara, wawancara ini seharusnya setelah ajukan online dan diverifikasi dulu, ketika tidak lengkap akan diberitahukan dan pemberitahuan ini akan berlangsung selama lima hari," ujar Budi dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Setelah lima hari tak ada perbaikan, kata Budi, maka RPTKA harus kembali diajukan. Di situlah para tersangka langsung menghubungi para agen TKA dan melakukan pemerasan untuk menerbitkan RPTKA.
"Pemberitahuan tidak online tapi secara pribadi melalui WhatsApp kepada agen, sehingga mereka segera lengkapi, tapi yang gak kasih uang nggak dikasih tahu udah lengkap atau belum. Ini bikin agen datang ke oknum kenapa pengajuan belum ada pemberitahuan," ujarnya.










