Punya Satu Visi yang Sama, LPSK Sambut Baik Audiensi Puspadaya Perindo

Punya Satu Visi yang Sama, LPSK Sambut Baik Audiensi Puspadaya Perindo

Nasional | sindonews | Rabu, 9 Juli 2025 - 18:06
share

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melancarkan kritik keras terhadap aliansi ekonomi BRICS, dengan menuduh kelompok tersebut berupaya mendegradasi dolar AS dalam perdagangan internasional. Ia pun mengancam akan menerapkan tarif tambahan 10 kepada negara-negara yang mendukung apa yang disebutnya sebagai "kebijakan anti-Amerika".

Melalui unggahan di platform Truth Social, Minggu (7/7), Trump menyatakan tidak akan ada pengecualian bagi negara-negara yang bersekutu dengan BRICS jika terus mendorong pelemahan dolar AS. Ancaman ini menghidupkan kembali ketegangan lama yang sempat mencuat enam bulan lalu, ketika Trump mengancam tarif hingga 100 terhadap negara-negara yang mencoba menggantikan dolar dalam sistem perdagangan global.

Baca Juga:Trump Ancam Bubarkan BRICS dengan Cara Ini

Namun, bukannya surut, tekanan Trump justru mendorong negara-negara BRICS mempercepat pengembangan sistem pembayaran lokal dan instrumen alternatif dalam transaksi lintas batas. Rusia bahkan secara terbuka menyerukan evaluasi ulang atas peran dominan dolar AS dalam keuangan internasional.

"Negara mana pun yang mencoba menggantikan dolar akan menghadapi tarif. Selamat tinggal Amerika," kata Trump dalam pernyataan yang dikutip dari NDTV, Rabu (9/7). Pernyataan ini memicu reaksi keras dari berbagai pemimpin negara anggota BRICS.Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva menilai ancaman Trump sebagai langkah keliru dan tidak bertanggung jawab. "Dunia telah berubah. Kami tidak menginginkan seorang kaisar. Kami adalah negara-negara berdaulat," ujarnya dalam konferensi pers. Lula menegaskan komitmen BRICS untuk terus mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan melanjutkan pemilihan mata uang alternatif secara bertahap.

Sementara, China memberikan respons lebih diplomatis. Dalam pernyataannya, Beijing menyebut bahwa perang dagang tidak menghasilkan pemenang, dan kebijakan proteksionisme hanya akan menghambat pertumbuhan global.

Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dan Presiden Bolivia Luis Arce turut menyuarakan kekhawatiran, sedangkan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menuduh AS menyalahgunakan kekuatan hegemoniknya dalam sistem perdagangan global.

Dalam pernyataan bersama usai pertemuan dua hari di Brasil, para pemimpin BRICS, termasuk Perdana Menteri India Narendra Modi, mengecam langkah-langkah tarif sepihak.

"Kami menyuarakan keprihatinan serius atas meningkatnya tindakan-tindakan tarif dan non-tarif unilateral yang mendistorsi perdagangan dan bertentangan dengan aturan WTO," bunyi pernyataan tersebut.Meski tidak menyebut nama negara secara eksplisit, pernyataan itu tampak diarahkan kepada Trump. BRICS memperingatkan bahwa praktik tarif yang sembarangan dapat merusak perdagangan global, mengganggu rantai pasok, serta memperbesar ketimpangan ekonomi.

Blok ini juga mengecam serangan Israel dan AS terhadap Iran, yang kini menjadi anggota penuh BRICS. Mereka menilai serangan terhadap fasilitas nuklir damai sebagai pelanggaran hukum internasional. Selain itu, BRICS juga menyampaikan keprihatinan terhadap warga Palestina dan mengutuk aksi terorisme di Kashmir.

Baca Juga:AS Kucurkan Rp24,3 Triliun untuk Bangun Pangkalan Militer Rahasia Israel

Seiring meningkatnya pengaruh BRICS di negara-negara berkembang, AS dan negara Barat semakin kesulitan mendikte kesepakatan dagang. Berdiri sejak 2009, BRICS kini mencakup 10 negara anggota penuh dan sejumlah mitra strategis dari berbagai belahan dunia.

Meskipun terdiri dari negara dengan sistem politik dan ekonomi yang berbeda-beda, pertumbuhan anggota dan daftar tunggu panjang menunjukkan daya tarik BRICS sebagai alternatif kekuatan global yang mewakili aspirasi negara-negara Selatan.

Presiden Bolivia Luis Arce menyimpulkan dinamika ini dengan tegas, "Ada pertarungan nyata antara blok lama yang stagnan, yaitu AS dan Eropa, dengan blok baru BRICS yang sedang bangkit."

Topik Menarik