Kasus Pemerasan TKA, KPK Sita Rumah di Depok dan Bekasi

Kasus Pemerasan TKA, KPK Sita Rumah di Depok dan Bekasi

Nasional | sindonews | Selasa, 8 Juli 2025 - 23:47
share

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita rumah hingga hingga kos terkait kasus dugaan pemerasan pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Aset-aset tersebut disita dari para pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Dua unit rumah senilai kurang lebih Rp1,5 miliar," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa (8/7/2025).

KPK juga menyita bangunan yang dijadikan sebagai kos-kosan. Taksiran nilai bangunan tersebut mencapai Rp2 miliar.

Selain itu, turut disita uang sebanyak Rp100 juta. Kendati begitu, Budi tidak menjelaskan secara detail perihal dari tersangka yang mana aset-aset tersebut disita, termasuk lokasi persis dari rumah dan kos yang disita tersebut. "Tanah dan bangunan tersebut tersebar di Depok dan Bekasi," ucapnya.

Baca Juga: Kasus Pemerasan TKA di Kemnaker, KPK Panggil Tersangka Eks Dirjen Binapenta KemnakerSebelumnya, Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo mengungkapkan identitas para tersangka kasus Kemnaker pada Kamis (5/6/2025). Mereka adalah SH (Suhartono), selaku Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2020-2023; HYT (Haryanto), selaku Dirjen Binapenta dan PKK 2024-2025; WP (Wisnu Pramono), selaku Direktur PPTKA 2017-2019; DA (Devi Angraeni) Direktur PPTKA 2024-2025.

Kemudian, GW (Gatot Widiartono), Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing 2021-2025; PCW (Putri Citra Wahyoe), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024; JS (Jamal Shodiqin), selaku Staf Direktorat PPTKA 2019-2024; dan AE (Alfa Eshad), selaku Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024.

Ia menjelaskan, para tersangka diduga memeras TKA yang akan kerja di Indonesia. Para TKA diketahui harus meminta izin berupa RPTKA yang diterbitkan oleh Ditjen Binapenta PKK Kemnaker.

"Celah pembuatan RPTKA harus ada wawancara, wawancara ini seharusnya setelah ajukan online dan diverifikasi dulu, ketika tidak lengkap akan diberitahukan dan pemberitahuan ini akan berlangsung selama lima hari," ujar Budi dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/6/2025).

Setelah lima hari tak ada perbaikan, kata Budi, RPTKA harus kembali diajukan. Di situlah para tersangka langsung menghubungi para agen TKA dan melakukan pemerasan untuk menerbitkan RPTKA.

"Pemberitahuan tidak online, tapi secara pribadi melalui WhatsApp kepada agen, sehingga mereka segera lengkapi, tapi yang gak kasih uang gak dikasih tau udah lengkap atau belum. Ini bikin agen datang ke oknum kenapa pengajuan belum ada pemberitahuan," ujarnya.

Topik Menarik