Kesaksian Eks Dokter Jaga IGD RSCM Ani Hasibuan saat Tragedi 1998: Narasi Pemerkosaan Massal Tak Sesuai Fakta Medis

Kesaksian Eks Dokter Jaga IGD RSCM Ani Hasibuan saat Tragedi 1998: Narasi Pemerkosaan Massal Tak Sesuai Fakta Medis

Berita Utama | sindonews | Selasa, 8 Juli 2025 - 11:28
share

Kesaksian langka datang dari Dr dr Ani Hasibuan, dokter jaga Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSCM saat tragedi Mei 1998 berlangsung. Narasi yang selama ini berkembang mengenai adanya korban pemerkosaan massal dibantah Ani.

Dia juga menegaskan keterlibatan TNI saat itu justru berperan menenangkan situasi. “Saya bertugas langsung di IGD dan turut membantu proses identifikasi jenazah korban kerusuhan. Sebagian besar adalah korban kebakaran, bahkan dalam kondisi terbakar parah hingga gosong, bukan korban pemerkosaan,” ujar Ani yang saat ini dikenal sebagai dokter spesialis saraf dan Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Baca juga: Penjelasan Fadli Zon soal Pemerkosaan Massal Bikin Legislator PDIP Menangis

Saat itu, dia bersama rekan-rekan dokter koas dan forensik diperintahkan membantu proses identifikasi jenazah yang dikirim ke RSCM. Lokasi penuh hingga area parkir forensik digunakan untuk menampung korban. Jenazah terbakar berasal dari kebakaran di beberapa mal kawasan Ciledug dan Jakarta Barat.

“Semua korban yang kami tangani adalah korban kebakaran, tidak pernah ada laporan medis atau temuan forensik mengenai tanda-tanda kekerasan seksual. Saya bisa pastikan itu,” ucapnya.Ani yang saat itu berusia 24 tahun juga menjadi saksi mata bagaimana aparat TNI, khususnya dari Korps Marinir membantu meredam emosi massa yang nyaris membakar showroom kendaraan di kawasan Salemba.

“Saya ingat betul mobil-mobil di showroom itu sudah diseret keluar. Tapi, tiba-tiba datang sekelompok tentara dengan baret ungu, belakangan saya tahu mereka Marinir yang kemudian mengajak warga bernyanyi bersama. Ajaibnya, massa menjadi tenang dan batal membakar mobil,” kenangnya.

Ani juga menyebut nama Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin yang ketika itu muncul dari kendaraan lapis baja di sekitar FKUI Salemba dan memimpin pengamanan Ibu Kota.

“Saya ingat beliau menyebut namanya melalui pengeras suara. Suaranya tegas tapi menenangkan. Beliau dan pasukannya membuat kami bisa kembali merasa aman,” katanya.

Menyikapi narasi kerusuhan yang diklaim ditujukan kepada kelompok etnis tertentu, menurut Ani, tidak melihat bukti langsung soal itu.“Saya berteman baik dengan banyak etnis Tionghoa dan saya saat itu juga sempat dihentikan massa di Kalimalang karena penampilan saya, bukan karena etnis. Jadi tidak ada indikasi serangan yang tertarget, apalagi berdasarkan etnis atau agama,” ungkapnya.

Sebagai aktivis mahasiswa FKUI pada masa itu, Ani mengaku pernah mengikuti demonstrasi hingga ke DPR bersama ratusan mahasiswa. Namun, lagi-lagi, dia menegaskan peran TNI tidak pernah bersifat represif.

“Kami justru diantar pulang oleh TNI, karena khawatir terjadi kerusuhan malam hari. Mereka menjaga, bukan menekan,” katanya.

Topik Menarik