Asal-usul Hayam Wuruk Digelari Abhiseka Sri Rajasanagara saat Naik Takhta Raja Majapahit

Asal-usul Hayam Wuruk Digelari Abhiseka Sri Rajasanagara saat Naik Takhta Raja Majapahit

Nasional | sindonews | Kamis, 29 Mei 2025 - 08:35
share

HAYAMWuruk naik takhta menjadi Raja Majapahit di usia sangat muda. Dia tercatat sebagai raja di usia sekitar 16-17 tahun menggantikan Tribhuwana Tunggadewi, ibu kandungnya. Kakawin Nagarakretagama mengisahkan bagaimana sang ibu meletakkan takhtanya untuk diteruskan sang anak yang mulai beranjak dewasa.

Hayam Wuruk yang memiliki nama lain Raden Tetep sebagaimana dikisahkan Kakawin Pararaton memiliki gelar Abhiseka Sri Rajasanagara ketika naik takhta jadi raja. Sebelum menjadi raja, Hayam Wuruk kerap memainkan peran wanita dalam kesenian.

Baca juga: Kisah Cinta Raja Majapahit Hayam Wuruk kepada Dyah Pithaloka Citraresmi

Saat berkuasa di usia muda menjadi raja, Hayam Wuruk memiliki gelar Tirtaju yang disandangnya ketika menjadi dalang. Hayam Wuruk muda memang menyukai seni pertunjukan sebagaimana dikutip dari buku "Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit" dari sejarawan Prof Slamet Muljana.

Kalau menari, dia memainkan peran wanita sebagai Pager Antimun. Jika menjadi pelawak dalam wayang, dia mengambil peran Gagak Katawang. Sebagai pemeluk agama Siwa dikenal sebagai Janeswara. Setelah dinobatkan sebagai raja, mengambil nama Abhiseka Sri Rajasanagara. Gelar itu muncul setelah dinobatkan sebagai yuwaraja di Kahuripan yakni Sri Rajasanagara. Nama Abhiseka Sri Rajasanagara tetap digunakan sampai akhir hidupnya.

Nama gelar itu sering dipersatukan dengan nama garbhopatinya Dyah Hayam Wuruk. Penggabungan nama abhiseka dengan nama garbhopati adalah peristiwa biasa dalam masyarakat Majapahit, bahkan juga dalam masyarakat Jawa hingga zaman sekarang.

Pada Kakawin Nagarakretagama pupuh 1/4 menyatakan dengan tegas bahwa Dyah Hayam Wuruk lahir pada tahun saka 1256 atau sama dengan 1334 Masehi. Dia hanya mempunyai seorang saudara perempuan dikenal sebagai Bhre Pajang. Bhre Pajang kawin dengan Raden Sumana, Bhatara di Paguhan, yang mengambil nama Abhiseka Singawardhana.

Sebagai raja juga disebut Hyang Wekasing Suka. Gelar atau nama tambahan itu dengan sendirinya tidak pernah tercantum dalam prasasti. Hanya gelar Hyang Wekasing Suka pernah satu kali disebut pada suatu prasasti yang diperbarui oleh Sri Wikramawardhana sepeninggal Sri Rajasanagara atau Hayam Wuruk.

Dyah Hayam Wuruk telah dinobatkan sebagai yuwaraja di Kahuripan waktu masih kanak-kanak dan diberi nama Abhiseka Sri Rajasanagara. Baru setelah mendaki usia dewasa 16 atau 17 tahun Hayam Wuruk resmi dinobatkan sebagai Raja Majapahit menggantikan ibunya.

Pentabalan atau pelantikan Hayam Wuruk berlangsung kira-kira pada pertengahan tahun 1351. Mengingat pada 27 April 1351 Tribhuwana Tunggadewi masih memegang kekuasaan tertinggi sebagai Raja Majapahit seperti dinyatakan pada prasasti Singasari.

Tribhuwana Tunggadewi masih tetap menjadi penasihat utamanya ketika Hayam Wuruk memegang pimpinan pemerintahan, karena prasasti Bendasari (OJO LXXXV) menyatakan Dyah Hayam Wuruk diiringkan oleh Tribhuwana Tunggadewi ketika mengeluarkan perintah untuk membuat jaya song demi kepentingan Ki Panji Sarana.

Topik Menarik