Penerapan Zero ODOL Naikkan Biaya Distribusi Rp5.990,36 Triliun/Tahun
Penerapan Zero Over Dimension Overloading (ODOL) menambah jumlah truk yang digunakan dan beban muatan truk terhadap jalan juga semakin besar. Hal tersebut mempengaruhi infrastruktur jalan dan bakal menimbulkan kemacetan parah.
Dosen Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti Suripno mengatakan, penerapan Zero ODOL memberikan implikasi terhadap kenaikan biaya angkutan jalan dan penambahan armada truk. Total beban biaya yang tinggi otomatis mempengaruhi laju sektor pertumbuhan logistik dan perubahan harga pada level konsumen di tahun-tahun berikutnya.
Hasil penelitian ITL Trisakti rata-rata biaya angkutan truk ODOL per ton per kilometer mencapai Rp1.084,3. Sementara, rata-rata biaya angkutan jika diterapkan Zero ODOL naik menjadi Rp2.933,8 per ton per kilometer.
Ketika penerapan Zero ODOL secara total terjadi penambahan populasi truk sebanyak 60,3. Data Badan Kebijakan Transportasi menyebutkan total populasi kendaraan ODOL yakni 59 dari total populasi kendaraan. “Ini jelas akan mempengaruhi biaya distribusi per tahun,” kata Suripno, Senin (26/5/2025).
Dengan menggunakan data populasi kendaraan dari Aptrindo, pada tahun 2020 sebanyak 7.776.852 kendaraan. Hasil penelitian ITL Trisakti menghitung terjadi kenaikan total biaya angkutan jalan atau biaya distribusi sebesar Rp5.990,36 triliun per tahun. “Biaya inilah yang akan memberikan dampak pada peningkatan harga komoditas di level konsumen akhir,” ujarnya.
Artinya, penggunaan truk ODOL itu oleh para pengusaha dapat menghemat biaya sebesar Rp5.990,36 triliun per tahun.
Dalam penelitiannya, ITL Trisakti juga membuat beberapa skenario terkait dampak pemberlakuan Zero ODOL terhadap perekonomian. Pada skenario pertama, meneliti kondisi saat ini di mana masih menerapkan ODOL 100. Total biaya truk mencapai Rp100,75 miliar per tahun.
Angka ini diperoleh dengan memperhitungkan variabel beban jalan, biaya operasional kendaraan, dan jumlah truk pada kondisi eksisting. Beban jalan pada kondisi saat ini menggunakan variabel beban jalan keseluruhan dan jumlah berat muatan yang diizinkan (JBI) untuk 5 jenis kendaraan.
Pada skenario pertama ini, perubahan harga di level konsumen hanya naik sebesar 7 dalam kurun waktu 8 tahun, sehingga dapat diasumsikan tidak terjadi kenaikan perubahan harga konsumen yang berarti dalam kurun waktu tersebut.
Pada skenario kedua, diterapkan kondisi ODOL diperbolehkan sebesar 30, namun pada kondisi ini diasumsikan total muatan sebanyak 1,3 kali lebih banyak daripada jumlah beban yang diizinkan. Hasilnya menunjukkan total biaya truk pada kondisi ODOL 30 sebesar Rp480,13 miliar.
Pada skenario kedua, hasil kajian menyebutkan terjadi perubahan harga pada level konsumen sebesar 57 dalam kurun waktu 8 tahun.
Pada skenario ketiga, diterapkan kondisi Zero ODOL dan penindakan dengan 50 populasi truk. Hasil penelitian menunjukkan total biaya truk mencapai Rp1,23 triliun.
Pada skenario ketiga ini, hasil penelitian memperkirakan terjadinya perubahan harga pada level konsumen lebih dari 90 dalam kurun waktu 8 tahun. Hal ini terjadi karena penindakan tidak dilakukan pada seluruh populasi truk, sehingga populasi yang terkena penindakan pelanggaran akan melakukan segala cara agar terhindar dari penindakan. Hal tersebut dapat menciptakan shadow economy jika tidak ada tindakan dari pemerintah untuk menanganinya.
Pada skenario keempat, diterapkan kondisi Zero ODOL dan dilakukan penindakan dengan 100 populasi truk. Hasil total biaya truk pada kondisi ini mencapai Rp861,18 miliar. Pada skenario keempat, diasumsikan terjadi perubahan harga pada level konsumen sebesar 87 dalam kurun waktu 8 tahun. Kenaikan inflasi pada skenario keempat ini lebih rendah daripada skenario ketiga dikarenakan meratanya penindakan yang dilakukan.
Pada skenario kelima, diterapkan kondisi Zero ODOL dan dilakukan integrasi antarmoda di mana dalam hal ini muatan akan dikirim menggunakan truk dan kereta api logistik dengan tujuan mengefisiensikan biaya pengiriman. Hasilnya, total biaya truk pada kondisi Zero ODOL dengan alternatif integrasi antarmoda (kereta api logistik) hanya sebesar Rp322,92 miliar.
Pada skenario kelima, diperkirakan terjadi perubahan harga pada level konsumen yang cukup signifikan dalam waktu setahun yaitu 40. Hal itu dikarenakan pada tahun tersebut dilakukan investasi jangka panjang untuk pembangunan kereta api logistik. Namun pada kurun waktu berikutnya, perubahan harga pada level konsumen yang terjadi hanya sebesar 5.
Suripno menyimpulkan berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan bahwa penerapan Zero ODOL tidak dapat dilakukan dalam waktu dekat jika tidak ada solusi dari pemerintah agar biaya logistik tidak menjadi tinggi.
Menurut dia, biaya logistik menjadi tinggi dikarenakan penerapan Zero ODOL, dapat meninggikan total beban biaya dikarenakan ongkos pengiriman yang naik dan jumlah armada truk yang naik juga. Penerapan Zero ODOL membuat jumlah armada truk naik dua kali lipat daripada kondisi saat ini.










