Neta Kelapa Gading Bye-bye: Hanya Setahun Mengaspal, Kini Tinggalkan Tanda Tanya Besar?
Kabar mengejutkan menerjang industri kendaraan listrik (EV) Indonesia. Baru seumur jagung beroperasi, diler resmi Neta Auto Indonesia yang berlokasi strategis di kawasan elit Kelapa Gading, Jakarta Utara, tiba-tiba terpantau tutup.
Sebuah ironi mengingat diler yang diresmikan dengan gemerlap pada November 2023 ini sempat menawarkan fasilitas lengkap layaknya oase bagi para calon konsumen EV, termasuk layanan 3S (Sales, Service, Sparepart) dan stasiun pengisian daya cepat (DC Fast Charging).
Ketika dikonfirmasi mengenai penutupan yang mendadak ini, pihak Neta Auto Indonesia memberikan pernyataan resmi yang terkesan diplomatis, menyebutnya sebagai bagian dari "penyesuaian operasional" yang sedang dilakukan perusahaan.
Namun, di balik retorika korporat, tersimpan tanda tanya besar mengenai alasan sebenarnya di balik keputusan yang mengejutkan ini.
Frietz F Roboth, Brand PR & Digital Senior Manager Neta Auto Indonesia, mencoba meredam spekulasi dengan menjelaskan bahwa langkah ini adalah “keputusan strategis yang diambil setelah melalui kajian bisnis yang komprehensif,”.
Yang lebih menarik, Neta bersikeras bahwa keputusan menutup diler di Kelapa Gading tidak akan sedikit pun menggoyahkan komitmen perusahaan dalam mendukung pertumbuhan industri kendaraan listrik di Indonesia.
Mereka juga menjamin bahwa layanan purna jual bagi para konsumen setia akan tetap berjalan tanpa perubahan, dan dapat diakses melalui diler-diler Neta lainnya yang tersebar di berbagai lokasi.
“Seluruh benefit dan hak konsumen—termasuk garansi kendaraan, layanan Emergency Road Assistance (ERA), layanan Home Service, serta akses terhadap riwayat servis kendaraan—akan tetap berlaku secara penuh tanpa pengecualian," tegas Frietz, mencoba memberikan kepastian kepada para pemilik kendaraan Neta.
Gelombang Krisis Global Menerjang Neta?
Namun, di balik jaminan dan retorika optimisme, tersiar kabar yang jauh lebih mengkhawatirkan. Dalam beberapa waktu terakhir, perusahaan otomotif asal China ini diterpa badai krisis yang cukup dahsyat di kancah global.Laporan menyebutkan bahwa Neta Auto terpaksa membubarkan tim Riset dan Pengembangan (R&D) mereka di China, sebuah langkah drastis yang mengindikasikan tekanan finansial signifikan.
Pendiri Neta Minta Maaf
Fang Yunzhou, pendiri dan CEO Neta Auto China sebelumnya sudah meminta maaf secara terbuka kepada para dealer dan pemasok perusahaan: menjanjikan tindakan cepat untuk menyelesaikan masalah pengiriman dan layanan.Sebuah video baru-baru ini yang memperlihatkan Fang membungkuk dalam-dalam pada pertemuan dealer telah menjadi viral, menggarisbawahi urgensi krisis keuangan perusahaan.
Sebelumnya, para dealer di China menuduh Neta gagal memberi kompensasi atas kerugian operasional sejak September 2024, menahan rabat kendaraan, dan menangguhkan layanan purna jual. Beberapa mengatakan mereka telah membayar penuh untuk kendaraan—berjumlah puluhan juta yuan dalam beberapa kasus—tanpa menerima mobilnya.
Fang telah berjanji untuk memulihkan pasokan suku cadang untuk lebih dari 400.000 pemilik mobil Neta pada 30 April dan menyelesaikan kendaraan yang belum terkirim dalam waktu seminggu. Namun, belum ada rencana pasti yang diumumkan.
Perjuangan Neta terungkap pada akhir 2023, dengan laporan PHK massal, pemotongan gaji, penghentian produksi, dan tagihan pemasok yang belum dibayar.
Rencana Masa Depan Neta
Fang mengambil alih posisi CEO pada Desember lalu setelah mantan CEO Zhang Yong pindah ke peran penasihat. Sejak itu, perusahaan telah menerapkan langkah-langkah pemotongan biaya agresif, termasuk menutup sebagian besar showroom yang dioperasikan sendiri, mengurangi staf, memangkas R&D teknologi swakemudi, dan beralih dari pabrik luar negeri milik sendiri ke usaha patungan.Tindakan-tindakan ini telah menurunkan biaya operasional bulanan Neta lebih dari 70, menurut perusahaan.
Untuk meringankan beban utangnya, Neta menandatangani perjanjian debt-to-equity senilai lebih dari 20 miliar yuan (Rp44 triliun) dengan 134 pemasok inti pada bulan Maret. Itu, termasuk CATL, Gotion High-Tech, dan Beidou Zhilian. Perusahaan mengatakan langkah-langkah ini sangat penting untuk meringankan neraca keuangannya dan membangun kembali kepercayaan investor.
Neta juga mengharapkan suntikan dana segar sebesar 3 miliar yuan (USD413 juta atau sekitar Rp 6,6 triliun) dari investor utama dalam putaran pendanaan seri E yang berlangsung bulan ini. Pendanaan tersebut akan digunakan untuk memulai kembali produksi dan mempercepat upaya pemulihan.
Fang telah menetapkan target yang berani untuk perusahaan: mencapai margin kotor impas pada 2025, kembali ke profitabilitas keseluruhan pada 2026, dan mencapai pembagian penjualan 50:50 antara domestik dan internasional dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Penawaran umum perdana (IPO) juga sedang dalam perencanaan, menunggu stabilisasi.
Pabrikan Mobil Listrik Dihadang Banyak Tantangan
Krisis Neta merepresentasikan pola yang lebih luas yang mempengaruhi produsen EV China di luar satu perusahaan saja.Pada 2021, Hozon Auto (perusahaan induk Neta) melaporkan pendapatan sebesar 5,73 miliar yuan tetapi mengalami kerugian bersih yang substansial sebesar 2,90 miliar yuan.
Intensitas modal tinggi dalam pengembangan kendaraan listrik menciptakan hambatan signifikan terhadap profitabilitas, seperti yang ditunjukkan oleh kerugian Ford pada model EV dan kekhawatiran di seluruh industri.
Tekanan keuangan ini mempengaruhi sentimen investasi di seluruh sektor, dengan kesepakatan ekuitas swasta terkait kendaraan listrik turun sebesar 74 pada kuartal kedua tahun 2024 dibandingkan kuartal sebelumnya dan 89 year-over-year.
Kenaikan biaya bahan baku sejak 2021 telah memaksa hampir 40 produk EV dari 20 merek untuk menaikkan harga sebesar 2.000-30.000 yuan, memberikan tekanan tambahan pada produsen yang lebih kecil dengan rantai pasokan yang kurang kuat.
Bertahan hidup di sektor EV semakin menuntut ekspansi global dan strategi produksi yang fleksibel.
Inisiatif luar negeri Neta, termasuk rencana manufaktur di Indonesia dan masuk pasar di Braszil, mencerminkan dorongan di seluruh industri untuk pertumbuhan internasional guna mengimbangi tantangan domestik.
Produsen EV yang sukses semakin mengadopsi pendekatan hybrid untuk produksi, dengan perusahaan seperti Hyundai menargetkan 1,33 juta kendaraan hibrida pada 2028 (peningkatan 40) sambil mengembangkan kendaraan listrik dengan jangkauan yang diperluas sebagai teknologi jembatan.
Fleksibilitas produksi menjadi penting, seperti yang dibuktikan oleh peralihan Neta dari manufaktur internal ke kemitraan lokal untuk pasar luar negeri—strategi yang membantu mengurangi biaya operasional bulanan sebesar 70 menurutperusahaan.