Bandara Karawang Dinilai Tak Dibutuhkan, Pengamat Transportasi: Khawatir Jadi Kertajati Jilid 2

Bandara Karawang Dinilai Tak Dibutuhkan, Pengamat Transportasi: Khawatir Jadi Kertajati Jilid 2

Infografis | sindonews | Jum'at, 26 April 2024 - 21:02
share

Pengamat Transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) ikut angkat bicara terkait rencana pembangunan Bandara Karawang senilai Rp36 triliun. Menurut BHS, seharusnya pemerintah mempertimbangkan untuk mengevaluasi rencana tersebut.

Ia menjelaskan pembangunan Bandara Karawang ini, menurut informasi, ditujukan untuk mendampingi Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta) di Cengkareng.

“Padahal Bandara Cengkareng itu adalah bandara yang punya tiga landasan pacu. Landasan terakhir baru dibangun sekitar 4 tahun lalu, yang menjadikan kapasitasnya dari 65 juta menjadi 110 juta,” kata BHS, Selasa (23/4/2024).

Ia menyatakan Bandara Soetta Cengkareng pada tahun 2023 memiliki 50,6 juta arus penumpang per tahun.

Baca Juga: Pemkab Karawang Sambut Pembangunan Jalan Tol Sentul Selatan - Karawang Barat

“Dengan pertumbuhan penumpang 10 persen per tahun, artinya butuh sekitar 20 tahun, baru lah tercapai itu kapasitas yang 110 juta penumpang. Kalaupun full, Bandara Soehat masih bisa ditingkatkan dengan mempertimbangkan jumlah lahan Cengkareng 2.137 hektar,” urainya.

Dengan luasan lahan tersebut, kata BHS, pemerintah bisa meningkatkan kapasitas bandara dengan membangun landasan pacu lagi atau membangun terminal baru.

“Hingga mau bangun taxi way lagi juga bisa. Bandara Heathrow Inggris dengan luas lahan 1.200 hektar dengan tiga landasan pacu itu memiliki kapasitas penerbangan sekitar 81-83 take off/landing per jam. Sementara Cengkareng itu baru 45 take off/landing. Jadi masih cukup banget. Apalagi kalau dikaitkan dengan target Menhub Budi Karya yang 114 take off/landing untuk Bandara Soehat Cengkareng,” ujarnya tegas.

Ia menyatakan gagal paham dengan niat pemerintah untuk membangun Bandara Karawang, yang lokasi tidak jauh dari Bandara Soekarno Hatta Cengkareng.

“Khawatirnya kan malah jadi Kertajati jilid 2. Tidak laku. Tidak dipakai sama sekali. Apalagi, biaya pembangunannya sampai Rp36 triliun. Sedangkan pembangunan Bandara Kertajati, yang merupakan bandara terbesar kedua di Indonesia, biaya pembangunannya hanya Rp2,8 triliun,” kata BHS.

Ia mengungkapkan, daripada pemerintah membangun bandara di Karawang, akan lebih menguntungkan jika jika membangun bandara di Aceh.

“Jika pemerintah membangun bandara di Aceh maka akan terbuka potensi untuk mengakomodir separuh perjalanan dari Australia ke Asia Timur atau Asia Tenggara hingga ke Eropa, yang saat ini dikuasai oleh Malaysia dan Singapura,” ucapnya.

BHS memaparkan bahwa lokasi bandara di Aceh tepat untuk dijadikan bandara transit, karena jarak tempuhnya adalah separuh dari perjalanan pesawat.

“Kalau di Aceh pasti laku keras. Ngapain bangun di Jawa lagi. Contohnya, Bandara Doho Kediri, tidak ada yang mau kesana. Bandara Doho itu luasnya tidak ada setengah dari Bandara Kertajati tapi biayanya menyentuh Rp11 triliun. Rp3 triliun itu dibiayai oleh pemerintah dan sisanya oleh swasta. Lah Rp3 triliun saja sudah cukup untuk membangun sekelas Kertajati, lalu sisanya buat apa,” ucapnya lagi.

Ia mengaku tak melihat sisi efektifitas dan efisiensi dari pembangunan Bandara Karawang ini.

“Bahkan jika memang lebih bagus dari Bandara Soehat Cengkareng dan para penumpang berpindah ke sana semua, lalu buat apa Bandara Cengkareng ditingkatkan kapasitasnya hingga 110 juta,” tanya politisi Gerindra ini.

Diberitakan sebelumnya, perencanaan pembangunan Bandara Karawang ini telah tertuang dalam PP 13 tahun 2017 serta Permenhub 69 tahun 2013.

Dikutip dari kppip.go.id, pembangunan infrastruktur bandara yang diperkirakan akan menghabiskan anggaran sebesar Rp36 triliun, akan mampu menampung hingga 100 juta penumpang setiap tahunnya.

Namun, hingga saat ini Kementerian Perhubungan masih berencana membangunnya dan sedang menunggu proses revisi RTRWN untuk mengakomodir rencana pembangunan Bandara Karawang tersebut.