Masyarakat Jabodetabek Dirugikan Rp1,4 Triliun Akibat Bansos Salah Sasaran saat Pilpres 2024

Masyarakat Jabodetabek Dirugikan Rp1,4 Triliun Akibat Bansos Salah Sasaran saat Pilpres 2024

Nasional | sindonews | Sabtu, 20 April 2024 - 10:07
share

Menyoroti dugaan berbagai kecurangan, Masyarakat Penegak Konstitusi (MPK) melayangkan gugatan class action kepada penyelenggara negara berkaitan dengan penyaluran bantuan sosial (bansos) saat masa Pemilu 2024. Koordinator MPK Danang Girindrawardana mengungkapkan bahwa penyaluran bansos saat masa pemilu merugikan 40 jutaan masyarakat Jabodetabek senilai Rp1,4 triliun.

Dia berpendapat, ini disebabkan dari bansos yang didistribusikan dengan waktu dan tempat yang tidak tepat, sehingga terjadi kelangkaan bahan pangan khususnya beras yang menyebabkan harga beras ditingkat pedagang grosir meningkat dari Oktober 2023 hingga Februari 2024. Danang mengatakan, bansos yang didistribusikan saat masa pemilu disalurkan pada daerah-daerah yang diduga hanya berkenaan dengan efek elektoral.

Distribusi bansos tersebut dinilai tidak berdasarkan kebutuhan dampak badai El Nino sebagaimana yang pemerintah jelaskan. "Jika alasannya karena badai El Nino, seharusnya pendistribusian bansos menyebar ke daerah-daerah rawan pangan di seluruh Indonesia. Bukan hanya daerah yang jumlah pemilihnya besar. Ini menguatkan dugaan bahwa bansos karena badai El Nino hanya alasan yang dibuat-buat, kata Danang dalam keterangan tertulis dikutip Sabtu (20/4/2024).

Sementara itu, kuasa hukum MPK Jimmy Stevanius Mboe menjelaskan bahwa gugatan class action ini ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang dalam kaitannya kebijakan penyaluran bansos yang salah tempat dan salah waktu. Dari dugaan ini, menurut perhitungan MPK, masyarakat Jabodetabek mengalami kerugian sebesar Rp1,4 triliun.

Jimmy menambahkan bahwa perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kekuasaan inilah yang digugat pihaknya melalui class action, khususnya dalam hal penyaluran bansos yang tidak tetap sasaran, baik dari segi penerima maupun dari sisi waktu pendistribusiannya. "Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, seharusnya peka untuk tidak menggunakan kekuasaannya dalam penyaluran bansos dalam masa pemilu, tuturnya.

Dia melanjutkan, bansos yang dipaksakan penyalurannya menyebabkan kelangkaan beras pada medio Oktober 2023 hingga Februari 2024. Dia menuturkan, kelangkaan ini menyebabkan harga beras di tingkat konsumen mengalami kenaikan sebesar Rp2.500an.

Dan jika kita hitung, kerugian materiil dari para penggugat adalah sebesar: jumlah penduduk Jabodetabek pada bulan Desember 2023 dikali jumlah konsumsi beras per orang per hari dikali rentang waktu terjadi distribusi (Desember 2023 - Februari 2024) dikali kenaikan harga beras pada periode tersebut. (28.000.000,- jiwa x 0,22 Kg x 91 hari x Rp. 2.505,- = Rp.1.404.202.800.000, jelasnya.

"Dari kerugian itu, mewakili klien kami, kami menuntut Presiden Republik Indonesia untuk mengganti rugi immaterial sebesar Rp10.000 dan meminta maaf secara terbuka kepada seluruh rakyat Indonesia. Kami juga menuntut agar Pengadilan Jakarta Pusat meletakkan sita jaminan atas Istana Negara, pungkas Jimmy.

Diketahui, Pilpres 2024 menyisakan banyak pekerjaan rumah. Setumpuk pelanggaran etik sejak pendaftaran capres-cawapres dibuka. Mulai dari kontroversinya keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 90/PUU-XXI/2023, hingga pelanggaran-pelanggaran etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu (KPU).

Pelaksanaan pemilu juga tidak lepas dari kontroversi. Mulai dari dugaan kecurangan TSM (terstruktur, sistematis, dan masif), hingga dugaan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang memenangkan pasangan calon tertentu dari penyelenggara negara.

Topik Menarik