Pernyataan Kontroversial Kemendikbud Soal Pendidikan Tinggi Kebutuhan Tersier Tunai Kritik Pedas

Pernyataan Kontroversial Kemendikbud Soal Pendidikan Tinggi Kebutuhan Tersier Tunai Kritik Pedas

Nasional | purwokerto.inews.id | Sabtu, 18 Mei 2024 - 08:21
share

JAKARTA, iNewsPurwokerto.id - Gonjang-ganjing mengenai mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) semakin memanas. Polemik ini semakin meruncing setelah pejabat Kemendikbudristek menyebut bahwa pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier.

Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyatakan bahwa menempatkan pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier adalah kesalahan besar.

JPPI merespons pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, yang dalam taklimat media pada Rabu, 16 Mei 2024, menyebut pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier.

1. Reaksi dan Kritik JPPI

Ubaid Matraji menegaskan bahwa jika pendidikan tinggi dianggap kebutuhan tersier dan negara lepas tangan dalam pembiayaannya, maka hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai nasib pendidikan dasar dan menengah yang masuk dalam program Wajib Belajar 12 Tahun sebagai kebutuhan primer. Apakah pemerintah telah membiayai sepenuhnya?

"Ternyata pembiayaan hanya dilakukan dengan skema bantuan (BOS), bukan pembiayaan penuh. Akibatnya, jumlah anak tidak sekolah (ATS) masih menggunung," ujarnya melalui siaran pers pada Jumat, 17 Mei 2024.

2. Data ATS dan Pendidikan di Indonesia

Berdasarkan data BPS 2023, anak tidak sekolah (ATS) masih ditemukan di setiap jenjang pendidikan: SD (0,67), SMP (6,93), dan SMA/SMK (21,61). JPPI mengestimasi populasi ATS mencapai lebih dari 3 juta anak, sebuah angka yang sangat besar.

3. Akses Pendidikan Tinggi yang Terbatas

Masalah akses pendidikan tinggi di Indonesia semakin diperparah oleh tingginya biaya. Berdasarkan data BPS Maret 2023, hanya 10,15 penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang menamatkan pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. "Akses yang masih sangat kecil ini tentu karena biaya yang mahal. Apalagi pemerintah menganggap pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier," kata Ubaid.

4. Tuntutan JPPI

JPPI menuntut agar pemerintah mengembalikan pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, sebagai public good dan menolak segala bentuk komersialisasi di perguruan tinggi, terutama di Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH).

"Kenapa pendidikan harus dianggap sebagai public good dan bukan kebutuhan tersier? Karena pendidikan adalah kebutuhan seluruh warga negara yang harus dipenuhi. Tanggung jawab ini jelas termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4, yang menyatakan bahwa salah satu tujuan utama berdirinya NKRI adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa," tegas Ubaid.

5. Peran Pemerintah yang Diharapkan

Pemerintah sebagai pengemban amanah konstitusi harus bertanggung jawab kepada masyarakat mengenai agenda pendidikan ini. Menuju bangsa yang cerdas dan berdaya saing global, pendidikan hingga SMA/SMK saja tidak cukup; anak-anak Indonesia harus dapat mengakses pendidikan hingga perguruan tinggi. Oleh karena itu, peran dan keberpihakan pemerintah sangat penting.

"Negara harus hadir dan berpihak kepada semua dalam menjalankan amanah konstitusi dan bertanggung jawab penuh untuk menyediakan layanan pendidikan tinggi," pungkasnya.

Topik Menarik