Menanti Pemulihan Ekonomi China, ASEAN dan Indonesia Bisa Ketiban Untung

Menanti Pemulihan Ekonomi China, ASEAN dan Indonesia Bisa Ketiban Untung

Populer | IDX Channel | Jum'at, 10 November 2023 - 14:21
share

IDXChannel - Pemulihan ekonomi China menjadi harapan besar bagi banyak investor global. Ini tak mengherankan, karena negara Tirai Bambu ini adalah negara ekonomi terkuat kedua setelah Amerika Serikat (AS) dalam dua dekade terakhir.

Ekonomi China masih belum menunjukkan pemulihan maksimal sepanjang dua tahun terakhir sejak negara tersebut memberlakukan pencabutan kebijakan lockdown akibat adanya pandemi Covid-19.

Sejumlah indikator ekonomi negeri Tirai Bambu juga masih belum menunjukkan performanya. Beberapa di antaranya kinerja perdagangan, mata uang, hingga pasar saham.

Kami yakin akan perdagangan China, seiring dengan pemulihan ekonomi pada 2024. Kinerja mata uang akan melakukan pemulihan pada awal kuartal kedua 2024 dan berkisar pada 7,0-7,2 per USD pada semester kedua 2024, dan kinerja indeks Shanghai Composite akan naik pada awal tahun 2024, dan bergerak secara bertahap menuju level 3.300, tulis riset RHB Sekuritas per 6 November 2023.

Pada perdagangan hari ini, (10/11/2023), indeks Shanghai Composite turun 0,55 persen menjadi sekitar 3.046 sementara Komponen Shenzhen kehilangan 0,51 persen menjadi 9.970. Sepanjang tahun ini, indeks Shanghai sudah turun 2,55 persen sementara Shenzen turun 10,19 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Kinerja Yuan China juga melemah melampaui 7,29 per dolar, mencapai level terendah dalam seminggu karena investor mencerna data yang menunjukkan harga konsumen China turun lebih dari perkiraan pada Oktober, sementara harga produsen turun selama 13 bulan berturut-turut.

Di sisi perdagangan, ekonomi terbesar kedua di dunia ini juga menunjukkan masih berada dalam kelesuan. Data menunjukkan bahwa ekspor China turun lebih besar dari perkiraan dan aktivitas manufaktur secara tak terduga mengalami kontraksi pada bulan lalu.

Data bea cukai yang dirilis Selasa (7/11) menunjukkan impor naik 3 persen dari tahun sebelumnya menjadi USD218,3 miliar, sementara ekspor turun 6,4 persen menjadi USD274,8 miliar.

China juga mencatatkan surplus perdagangan sebesar USD56,5 miliar. Namun, angka ini turun lebih dari 30 persen dari USD77,7 miliar pada September dan merupakan level terendah dalam 17 bulan.

Impor yang meningkat secara tidak terduga ini menunjukkan adanya peningkatan dalam permintaan lokal seiring dengan semakin banyaknya langkah stimulus yang dilakukan Beijing.

Angka-angka terbaru ini menambah tanda-tanda melemahnya permintaan dan rapuhnya pemulihan ekonomi di negara tersebut, sehingga meningkatkan kekhawatiran akan pelonggaran moneter lebih lanjut.

Para analis berpendapat bahwa Peoples Bank of China (PboC) dapat memangkas lagi rasio persyaratan cadangan bank sebesar 25 basis poin sebelum akhir tahun.

Angka inflasi yang lebih lemah dari perkiraan juga membebani prospek perekonomian China. Meskipun gubernur bank sentral Pan Gongsheng menjanjikan dukungan kebijakan dalam mencapai target pertumbuhan.

Kans Pemulihan Ekonomi China

Meski demikian, riset RHB Sekuritas melaporkan optimisme melihat perkembangan dan pemulihan ekonomi China.

Kami melihat tanda-tanda awal pemulihan ekonomi China dan kami masih menganjurkan pendekatan yang optimis dan hati-hati di tengah tantangan real estat China dan risiko gagal bayar (default) perusahaan yang terus berlanjut, tambah riset RHB Sekuritas.

Riset RHB Sekuritas menyebutkan ASEAN akan menerima manfaat dari kembalinya perekonomian China karena optimisme perdagangan dan pariwisata yang lebih kuat di masa mencatang.

Secara keseluruhan, kami memperkirakan perekonomian ASEAN akan lebih baik pada tahun 2024, dengan pertumbuhan PDB yang meningkat di kawasan ini. Kami berpendapat prospek perdagangan dan pariwisata, khususnya di Malaysia, Vietnam, Singapura dan Thailand, akan mendapat manfaat dari pulihnya ekonomi China, tulis riset tersebut.

China sendiri mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 4,9 persen yoy pada kuartal ketiga tahun ini, mengalahkan perkiraan pasar sebesar 4,4 persen dan memberikan harapan bahwa China akan memenuhi target pertumbuhan sekitar 5 persen tahun ini, didukung stimulus berkelanjutan dari Beijing mengimbangi dampak krisis properti yang berkepanjangan dan perdagangan yang lemah.

Selain dampak positif terhadap industri jasa di ASEAN, Riset RHB juga menyebutkan sejumlah industri seperti elektronik, transportasi, dan bahan kimia, akan terdorong ke depan

Dengan adanya permintaan China terhadap produk-produk terkait elektronik dalam dekade terakhir, kami melihat ekspor ASEAN-6 ke China pada produk-produk utama. Kami menyukai struktur ekspor Malaysia dibandingkan negara-negara tetangga lainnya, mengingat dominasi perdagangan pada sektor mesin dan peralatan transportasi berkontribusi 42,6 persen dari total perdagangan dan barang manufaktur mencakup 20,1 persen dari total perdagangan,tambah riset tersebut.

Eksposur perdagangan Singapura dan Thailand juga cukup besar, sementara perdagangan ekspor elektronik dan manufaktur Indonesia tidak seberapa dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

Namun, dalam jangka pendek hingga menengah, Indonesia akan mendapatkan keuntungan karena besarnya ekspor makanan dan minuman serta barang-barang manufaktur ke China. Serta meningkatnya permintaan impor dari China untuk produk-produk tersebut.

Sebagai informasi, per September 2023, berdasarkan data Badan Pusat Statistisk (BPS), ekspor nonmigas RI terbesar adalah ke China yaitu USD5,17 miliar, disusul Amerika Serikat USD1,84 miliar dan India USD1,50 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 43,97 persen.

Sementara itu, tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama JanuariSeptember 2023 juga berasal dari China yang mencapai USD45,68 miliar (32,92 persen), Jepang USD12,36 miliar (8,91 persen), dan Thailand USD7,71 miliar (5,55 persen). (ADF)