PHK Massal Jelang Lebaran, Pengamat : Bisa Jadi Akal-akalan untuk Menghindari Bayar THR

PHK Massal Jelang Lebaran, Pengamat : Bisa Jadi Akal-akalan untuk Menghindari Bayar THR

Terkini | pandeglang.inews.id | Jum'at, 29 Maret 2024 - 16:20
share

SERANG , iNewsPandeglang . id - Keputusan PHK yang dilakukan PT Prima Jaya Multicon di Desa Citeras, Kecamatan Jawilan, Serang, Banten menyisakan kekecewaan mendalam bagi sekitar 365 pekerjanya. Selain mendadak, keputusan yang diumumkan pada 7 Maret 2024 tersebut disayangkan para pekerja, karena menjelang bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri padahal THR (Tunjangan Hari Raya) dari perusahaan sangat mereka harapkan.

Harapan itu tidaklah berlebihan karena, jika mengacu dari Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, pekerja yang telah bekerja selama lebih dari satu bulan sudah berhak mendapatkan THR. Mencermati hal itu, pengamat sekaligus Koodirnator BPJS Watch Timboel Siregar menyatakan, keputusan PT Prima Raya Multikon melakukan PHK massal menjelang Hari Raya Idul Fitri sebagai langkah yang kurang tepat.

Serikatnya harus menyatakan menolak terhadap keputusan perusahaan. Keputusan ini sangat tidak tepat ini akal-akalan saja untuk membayar THR, tuturnya.

Lebih lanjut Kata Timboel, berdasarkan PP 35/2021, jika seorang pekerja diputus kerja pada 30 hari sebelum lebaran, maka ia masih berhak mendapatkan THR. Sementara, Multikon mem-PHK karyawannya pada 32 hari menjelang lebaran, sehingga perusahaan memiliki pembenaran untuk tidak memberikan THR kepada pekerjanya, karena telah melakukan PHK lebih dari sebulan meski hanya lewat 2 hari saja sebelum Lebaran.

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 mengatur bahwa pengusaha wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah memiliki masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih. Hal ini berlaku baik untuk pekerja/buruh yang memiliki hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu maupun perjanjian kerja waktu tertentu, sesuai dengan Pasal 1 ayat 2 Peraturan tersebut.

Selain menyoroti soal THR, Timboel Siregar juga mencermati mengenai tawaran pesangon dari PT Multicon yang menurutnya menyalahi aturan hukum. Perusahan menawarkan pesangon dengan besaran upah terkahir yang diterima ditambah 100 ribu per tahun per masa kerja dan angka tersebut ditolak dengan tegas oleh perwakilan serikat buruh.

Kompensasi pesangon kalau pun, misalnya bener perusahaan rugi kemudian harus melakuan PHK, menurut PP 35 itu besarannya 0,5. Misalnya ada karyawan yang kerjanya 7-8 tahun berarti dia dapat 8 di bagi 2 berarti 4 kali upah ditambah Penghargaan Masa Kerja. Jadi 4+3 sehingga dapat pesangonnya 7 kali upah, kata Timboel.

Ditegaskan pula oleh Timboel, upah yang diberikan kepada karyawan penerima pesangon harus harus upah minimum setempat. Upahnya harus upah minimum setempat jadi kalau ada cuma tambahan 100 ribu-200 ribu itu gak boleh. Bahkan jika ada perusahaan yang membayar upah di bawah minimum setempat
itu bisa dipidanakan.

Untuk diketahui UMR Kabupaten Serang merupakan tertinggi ke-5 di Provinsi Banten yaitu Rp 4.560.894 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor 561/Kep.293-Huk/2023 dan berlaku mulai 1 Januari 2024. Adapun mengenai PHK, kata pria yang kerap tampil dalam berbagai diskusi publik mengenai ketenagakerjaan di Indonesia tersebut, jika PHK terjadi, maka harus terlebih dahulu diketahui apa penyebabnya sebagaimana diatur dalam peraturan hukum yang berlaku.

Jadi kalau sekarang saat ini mengacu kepada UU Cipta Kerja junto PP 35/2021 yang minimal mengatakan sebenarnya boleh PHK kalau ada alasannya, alasannya apa. Jika mengalami kerugian, Kerugian tidak dijelaskan, memang ada dalam PP 35 disebabkan oleh perusahaan rugi tapi pertama, ruginya berapa lama? Setahun kah, dan seterusnya. Harus ada audit dulu,

Lebih lanjut, Timboel Siregar menyatakan bahwa akan meneruskan informasi mengenai PHK Massal yang menimpa 365 karyawan Multicon ini kepada Dirjen Pengawasan dan DPR RI agar menjadi kampanye publik tentang PHK jelang Hari Raya Idul Fitri yang meniadakan THR dan besaran pesangon di luar aturan hukum.

Topik Menarik