Kenapa 1 dari 4 Mobil Kini Rusak Parah usai Kecelakaan? Pemilik Kendaraan dan Asuransi Rugi
JAKARTA, iNews.id - Banyak orang mengira mobil dinyatakan rusak total karena kecelakaannya semakin parah. Faktanya, penyebab datang setelah benturan terjadi.
Dilansir dari Carscoops, Senin (29/12/2025), sebuah laporan industri terbaru mengungkapkan tren mengejutkan, hampir satu dari empat mobil yang terlibat kecelakaan kini berakhir dengan kerugian besar. Bukan karena pengemudi semakin ceroboh, melainkan akibat perubahan besar pada teknologi kendaraan.
Laporan Crash Course terbaru dari CCC menyebutkan, industri otomotif menghadapi peningkatan struktural dalam kasus mobil rusak total. Perubahan desain kendaraan modern dan pola kepemilikan konsumen menjadi faktor utama di balik fenomena ini.
Data CCC menunjukkan, sekitar 25 persen kendaraan yang mengalami kecelakaan akhirnya dinyatakan rusak total. Angka ini terus naik, bahkan hanya dalam kuartal ketiga terjadi lonjakan hampir 1 persen. Jika tren berlanjut, tahun 2025 berpotensi mencetak rekor tertinggi dalam proporsi kerugian total kendaraan.
Salah satu temuan penting, lebih dari 72 persen mobil yang dinyatakan rusak total berusia tujuh tahun atau lebih. Artinya, armada kendaraan yang menua di Amerika Serikat memainkan peran besar dalam lonjakan ini.
Namun, usia mobil bukan satu-satunya penyebab. Kendaraan modern kini dipenuhi teknologi canggih seperti ADAS (Advanced Driver-Assistance Systems). Sistem ini mengandalkan radar, lidar, hingga sensor ultrasonik yang terintegrasi langsung ke bumper dan kaca depan.
Dulu, benturan ringan cukup diselesaikan dengan mengganti bumper. Kini, satu benturan kecil bisa merusak sensor mahal yang memerlukan kalibrasi ulang, membuat biaya perbaikan melonjak tajam.
Tak hanya itu, kaca depan modern juga dibekali berbagai fitur pintar, mulai dari sensor hujan hingga kamera keselamatan. Kombinasi teknologi ini membuat proses perbaikan jauh lebih kompleks dan mahal dibandingkan beberapa tahun lalu.
Faktor eksternal seperti tarif impor dan gangguan rantai pasok turut memperkeruh situasi. Harga suku cadang menjadi tidak stabil, sementara klaim kecelakaan ringan justru menurun, sehingga proporsi mobil rusak total semakin besar.
Dampaknya terasa langsung ke kantong pemilik kendaraan. Hingga kuartal ketiga 2025, biaya perbaikan rata-rata naik dari 4.700 dolar AS menjadi 4.768 dolar AS. Biaya klaim medis pun meningkat, seiring perawatan cedera yang lebih mahal dan muncul lebih awal dalam proses klaim.
Hampir 88 persen kendaraan yang masuk program perbaikan langsung kini wajib melalui pemindaian diagnostik. Sekitar 36 persen di antaranya juga memerlukan kalibrasi sistem. Proses ini penting demi memastikan ADAS berfungsi normal, tetapi sekaligus memperpanjang waktu perbaikan dan menambah biaya sewa mobil pengganti.
Efek domino pun tak terhindarkan. Bukan hanya konsumen yang terdampak, tetapi juga perusahaan asuransi, dealer, dan bengkel perbaikan. Semua pihak harus menyesuaikan diri dengan biaya tinggi dan teknologi kendaraan yang semakin rumit.
Setiap mobil yang dinyatakan rusak total kini berarti pencarian kendaraan pengganti dengan anggaran terbatas, di tengah premi asuransi yang terus naik. Akibatnya, perhatian pasar pun semakin tertuju pada ketersediaan mobil bekas yang masih terjangkau.









