Belajar dari Kasus Diogo Jota, Ini Bahaya Ban Pecah Akibat Tekanan Angin Tak Sesuai
Sebuah insiden mengejutkan menimpa pesepak bola ternama Diogo Jota. Bukan di lapangan hijau, melainkan di jalan raya. Ban mobilnya pecah tiba-tiba — insiden yang bisa saja menimpa siapa saja, kapan saja. Peristiwa ini kembali mengingatkan kita bahwa tekanan angin ban bukan hal sepele, tapi bisa jadi penentu keselamatan di jalan.
“Penyebab utama ban pecah itu panas berlebih. Dan itu biasanya karena tekanan angin yang tidak sesuai — bisa kurang atau malah berlebihan,” tegas Jusri Pulubuhu, pendiri dan instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), saat diwawancarai SindoNews
Ban: Penopang Nyawa Mobil
Ban bukan sekadar pembungkus velg. Ia adalah satu-satunya komponen kendaraan yang bersentuhan langsung dengan permukaan jalan. Perannya sangat vital — mulai dari menjaga kestabilan mobil, menyerap getaran, hingga meneruskan tenaga dari mesin ke aspal.
Setiap mobil punya tekanan angin ban yang direkomendasikan, dan informasi itu biasanya tertera pada bagian pilar B (sisi kanan) kendaraan. Tapi sayangnya, banyak pemilik mobil yang mengabaikan hal ini.
Risiko Tekanan Ban Tidak Sesuai
Menurut Jusri, tekanan angin yang terlalu rendah akan menyebabkan tapak ban menempel lebih luas pada jalan, menciptakan gesekan berlebih. Akibatnya, suhu ban meningkat drastis, membuat dinding ban bisa "melembek" dan akhirnya pecah.“Gesekan yang besar itu menciptakan panas. Ditambah beban kendaraan, itu jadi kombinasi maut yang bisa merobek ban dari dalam,” ujar Jusri yang sudah 30 tahun menggeluti dunia safety driving.
Sementara itu, tekanan angin yang terlalu tinggi tak kalah berbahaya. Ban memang jadi lebih ringan bergulir, tapi cengkeramannya menurun. Mobil jadi limbung, terutama saat melaju kencang atau saat bermanuver di tikungan. Pengemudi bisa kehilangan kendali hanya dalam hitungan detik.
Efek Domino: Bukan Cuma Soal Ban
Masalah tekanan angin tak hanya berdampak pada keselamatan. Jika dibiarkan, ini bisa menyebabkan kerusakan dini pada suspensi, velg, hingga sistem kemudi. Bahkan konsumsi bahan bakar bisa membengkak hingga 10–15 karena gesekan ban yang tidak optimal.
Salah satu risiko lain dari tekanan yang kurang adalah benjolan di dinding ban. Biasanya terjadi setelah menghantam lubang jalan atau trotoar dalam kondisi tekanan rendah. Ini bukan sekadar estetika, tapi tanda ban sudah melemah secara struktural dan siap meledak kapan saja.
Rekomendasi Tekanan Angin Umum
Sebagai referensi, berikut tekanan angin rata-rata yang disarankan untuk mobil penumpang:
Rekomendasi Tekanan Angin Ban Mobil (dalam psi)
LCGC / Hatchback: Depan: 30–32 psiBelakang: 30–32 psiSedan:Depan: 32–34 psiBelakang: 30–32 psi
SUV / MPV:Depan: 33–36 psiBelakang: 35–38 psi
Mobil Listrik (EV):Depan: 36–38 psiBelakang: 38–40 psi
“Jangan pakai tekanan ban mobil tetangga. Cek tekanan yang sesuai dari stiker di mobil Anda. Itu bukan pajangan, itu panduan hidup,” tambah Jusri, sambil tertawa ringan.
Solusi: Cek Tekanan Ban Secara Berkala
Idealnya, tekanan angin dicek minimal dua minggu sekali. Lebih baik lagi jika dilakukan sebelum perjalanan jauh. Gunakan alat ukur tekanan ban digital atau analog yang akurat, dan hindari mengandalkan "feeling" atau sekadar melihat tampilan ban secara visual.
Harga alat ukur tekanan ban (tire pressure gauge) juga cukup terjangkau. Untuk versi analog bisa ditemukan mulai dari Rp 50.000–100.000, sedangkan digital berkisar Rp 100.000–300.000, tergantung merek dan fitur.
Kesimpulan: Jangan Remehkan Ban
Kasus ban pecah yang menimpa Diogo Jota menjadi alarm nyata. Dalam dunia otomotif, ban adalah titik lemah paling rentan namun paling vital. Menjaganya dalam kondisi prima dengan tekanan yang sesuai bukan hanya soal kenyamanan — tapi bisa menyelamatkan nyawa Anda dan oranglaindijalan.

