Pengamat Intelijen Sebut Perkap 10/2025 Tak Langgar Keputusan MK

Pengamat Intelijen Sebut Perkap 10/2025 Tak Langgar Keputusan MK

Nasional | okezone | Senin, 15 Desember 2025 - 16:32
share

JAKARTA – Pengamat intelijen dan geopolitik, Amir Hamzah, menilai Peraturan Kepolisian (Perkap) Nomor 10 Tahun 2025 tidak melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Amir menilai Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah berkonsultasi dengan DPR serta melaporkan secara resmi kepada Presiden Prabowo Subianto sebelum regulasi itu diberlakukan.

“Informasi yang saya dapatkan, Perkap Nomor 10 Tahun 2025 itu sudah melalui konsultasi dengan DPR dan dilaporkan ke Presiden. Jadi sangat keliru jika disebut sebagai bentuk perlawanan Kapolri terhadap Presiden Prabowo,” kata Amir dalam keterangannya, Senin (15/12/2025).

Menurutnya, Perkap tersebut tidak melanggar konstitusi atau menabrak putusan MK. Ia menganggap tuduhan-tuduhan tersebut lebih banyak didorong oleh narasi politis ketimbang analisis hukum yang utuh.

Ia menilai Perkap Nomor 10 Tahun 2025 tidak bertentangan dengan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Putusan MK tersebut, kata Amir, harus dibaca secara kontekstual dan sistematis, bukan dipotong secara parsial.

“Putusan MK mengatur prinsip-prinsip dasar profesionalisme dan netralitas Polri. Perkap ini justru hadir sebagai instrumen teknis internal untuk memastikan penugasan anggota Polri tetap berada dalam koridor hukum dan pengawasan negara,” imbuhnya.

Ia menambahkan, dalam praktik ketatanegaraan modern, regulasi internal lembaga penegak hukum merupakan hal yang lazim selama tidak mengubah norma undang-undang dan tidak menabrak prinsip konstitusional. Amir menyebut framing yang menyebut Perkap ini sebagai “pembangkangan Kapolri” terhadap Presiden Prabowo merupakan narasi yang dipaksakan dan berpotensi menyesatkan publik.

Amir menekankan, dalam sistem presidensial, Kapolri tidak berada di luar kendali Presiden. “Kapolri adalah pembantu Presiden di bidang keamanan. Secara struktural dan politik, mustahil Kapolri mengeluarkan kebijakan strategis tanpa sepengetahuan Presiden,” ujar Amir.

Ia menilai isu ini sengaja digulirkan untuk menimbulkan kesan adanya retak hubungan antara Presiden dan Kapolri, sesuatu yang menurutnya tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Polemik Perkap Nomor 10 Tahun 2025 sejatinya mencerminkan kontestasi tafsir hukum dan politik yang lebih luas.

Di satu sisi, ada kekhawatiran publik terhadap potensi kembalinya dwifungsi aparat keamanan. Di sisi lain, negara membutuhkan fleksibilitas administratif untuk mengelola sumber daya aparat secara efektif.

Dalam konteks ini, Perkap menjadi titik temu sekaligus titik benturan. Kritik yang muncul sebagian berangkat dari trauma sejarah dan kehati-hatian terhadap kekuasaan aparat.

Namun, tanpa membaca secara utuh substansi dan mekanisme pengawasannya, kritik tersebut berisiko berubah menjadi opini normatif yang tidak berbasis fakta hukum. Amir mengingatkan publik agar tidak terjebak pada narasi emosional dan politis semata.

Ia pun mendorong diskursus publik tetap berpijak pada data, mekanisme konstitusional, dan prinsip checks and balances.

“Kritik itu penting dalam demokrasi, tetapi kritik harus adil dan berbasis fakta. Jangan sampai kita merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara hanya karena salah membaca konteks,” pungkasnya.

Topik Menarik