Kisah Ketulusan Tanpa Batas Yuni, Malaikat Penjaga Jamaah Haji Lansia di Tanah Suci
MAKKAH - Di balik khusyuknya jutaan jamaah menunaikan puncak haji, ada sosok-sosok pahlawan tanpa tanda jasa yang rela mengabdikan diri sepenuh hati. Salah satunya Yuni Puspita Sari, bidan sekaligus dosen yang memilih menjadi bagian dari 120 petugas safari wukuf.
Sepuluh hari penuh, Yuni dan rekan-rekannya berjibaku merawat 477 jamaah lanjut usia (lansia) dan disabilitas, dari memandikan, mengganti popok, hingga menemani mereka meneteskan air mata syukur saat wukuf di Arafah. Bagi Yuni, melayani adalah ibadah, haji hanyalah bonus.
"Ketika ada program ini, saya bukan diminta, tapi meminta untuk menjadi petugas safari wukuf," kata Yuni kepada tim Media Center Haji (MCH) di Makkah, Sabtu 13 Juni 2025.
"Saya terbiasa mengurus pasien, tapi tugas ini tidaklah ringan," lanjut dosen Fakultas Kesehatan di Universitas Pertahanan ini.
Dari sekian jamaah yang pernah ditangani, salah satu yang berkesan di hati Yuni adalah Rosidah. Rosidah yang biasa disapa nenek Rudi karena sering mencari putranya yang bernama Rudi diketahui mengalami dimensia (penurunan daya ingat).
Nenek Rosidah dikenal sebagai sosok yang iseng. Bekerja sama dengan nenek Maria, mereka sering mengambil kunci kamar jamaah lain. Tak sekadar diambil, kunci kamar tersebut kemudian dibuang ke tempat sampah.
"Akibat usilnya, kami harus mencari barang yang dibuang di tempat sampah tersebut dan dikembalikan ke pemiliknya,” kata Yuni yang disambut gelak tawa tim MCH.
1. Menjalani Tugas dengan Ikhlas
Yuni menjalani semua tugas dengan hati yang ikhlas. Alhasil, semua pekerjaan yang dijalani terasa lebih mudah.
"Menjadi petugas haji adalah harapan semua orang. Selain bisa beribadah, yang paling utama adalah melayani jamaah, kalau haji itu bonus," ujar Yuni.
Semua permintaan jamaah khususnya makanan coba diakomodir Yuni. Ia pun mengapresiasi petugas dapur karena selalu menyediakan apa pun yang diminta jamaah.
"Ada yang minta anggur, ada yang minta bubur, ada yang minta rempeyek. Untungnya dari dapur sigap, sehingga semua permintaan itu terpenuhi," ujar Yuni.
2. Menghibur Jamaah
Tak hanya merawat sepenuh hati, Yuni juga mencoba menghibur jamaah. Sebab, saat menjalani program safari wukuf, jamaah terpisah dari para pendampingnya sehingga mereka otomatis kesepian.
"Kami dengarkan curhat mereka. Mereka minta ditelponkan keluarganya, kami telponkan. Kami bahagia karena mereka senang," kata Yuni.
"Kami curahkan semua kemampuan kami, kami rawat mereka layaknya orang tua sendiri. Sehingga keadaan mereka menjadi lebih baik," ujar Yuni penuh haru.
3. Momen Pelaksanaan Safari Wukuf
Sebelum berangkat ke Arafah, Yuni memandikan jamaah, memakaian pakaian ihram serta memberikan mereka vitamin. Saat wukuf di Arafah, jamaah lansia maupun disabilitas dibimbing untuk berdoa dan berdzikir di dalam bus selama satu jam. Setelah itu, jamaah langsung dibawa untuk menjalani murur (melewati Muzdalifah) dan tanazul di hotel transit safari wukuf.
"Ketika petugas bimbingan ibadah memandu doa di Arafah dan mengatakan Arafah adalah doa yang mustajab, mereka sontak berdoa dengan menangis, merenungi dosa dan mensyukuri nikmat Allah. Di sini kita merasa sangat terharu," ujar Yuni.
Di tengah panasnya Tanah Suci dan beratnya tugas, Yuni dan rekan-rekannya tetap teguh dengan satu tujuan mulia, memastikan setiap jamaah lansia dan berkebutuhan khusus dapat menunaikan ibadah haji dengan aman, nyaman, dan penuh haru. Di balik senyum dan lelah mereka, tersimpan doa-doa tulus yang menguatkan.