5 Fakta Indonesia Dilanda Kemarau Mei hingga Agustus 2024, Apakah Terkait Gelombang Panas?

5 Fakta Indonesia Dilanda Kemarau Mei hingga Agustus 2024, Apakah Terkait Gelombang Panas?

Nasional | okezone | Senin, 6 Mei 2024 - 06:04
share

JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksikan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia, yaitu sebanyak 63,66 Zona Musim akan memasuki periode musim kemarau pada bulan Mei hingga Agustus 2024. Apakah ada kaitannya dengan gelombang panas yang terjadi di berbagai negara?

Berikut sejumlah faktanya:

1. Peralihan Musim

Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto mengatakan, memasuki periode Mei, sebagian wilayah Indonesia mulai mengalami awal kemarau dan sebagian wilayah lainnya masih mengalami periode peralihan musim atau pancaroba, sehingga potensi fenomena suhu panas dan kondisi cerah di siang hari masih mendominasi cuaca secara umum di awal Mei 2024.

 BACA JUGA:

2. Tidak Terkait Gelombang Panas

Sementara itu, mencermati kejadian fenomena gelombang panas yang terjadi di sebagian wilayah Asia dalam sepekan terakhir, Guswanto mengatakan, bahwa fenomena gelombang panas tersebut tidak terkait dengan kondisi suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia.

“Hal ini karena fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan merupakan fenomena yang bersiklus terjadi setiap tahun sebagai akibat dari adanya gerak semu matahari dan kondisi cuaca cerah pada siang hari,” ucapnya, Minggu (5/5/2024).

3. Apa Itu Fenomena Gelombang Panas?

Menurutnya, istilah gelombang panas menurut World Meteorological Organization (WMO) merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut, dengan suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5°C atau lebih.

 BACA JUGA:

Guwanto mengatakan fenomena gelombang panas ini umumnya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa, Amerika, dan sebagian wilayah Asia. Secara meteorologis, hal tersebut dapat terjadi karena adanya udara panas yang terperangkap di suatu wilayah dekat permukaan akibat anomali dinamika atmosfer.

"Sehingga aliran udara tidak bergerak dalam skala yang luas, misalnya pada sistem tekanan tinggi skala luas dalam periode cukup lama. Kondisi atmosfer tersebut sulit terjadi di wilayah Indonesia yang berada di wilayah ekuator," ungkapnya.

Topik Menarik