Mengulik Sejarah Permusuhan Iran dengan Israel

Mengulik Sejarah Permusuhan Iran dengan Israel

Berita Utama | okezone | Kamis, 18 April 2024 - 15:25
share

DOHA - Selama berlangsungnya serangan bom oleh Israel di Gaza, Iran merupakan salah satu negara yang paling vokal dalam menentang pengeboman brutal tersebut. Perilaku Iran yang yang menentang Israel sejalan dengan kebijakan luar negerinya yang anti-Israel. Hal inilah mengapa kedua negara Timur Tengah ini kerap kali digambarkan sebagai musuh bebuyutan hingga sekarang. Walaupun begitu pada kenyataannya, Iran dan Israel pernah memiliki hubungan yang harmonis dan saling mendukung satu sama lain.

Hubungan harmonis Israel-Iran berlangsung selama masa Dinasti Shah Mohammed Reza Pahlavi yang berlangsung dari 1925 hingga tahun 1979, tahun dimana terjadinya revolusi yang menggulingkan dinasti Pahlavi. Sejak terjadinya revolusi tersebut pada tahun 1979 dan melahirkan Republik Islam Iran yang baru, hubungan bilateral antara Iran dan Israel tidak berjalan semulus seperti sebelumnya. Berikut pembahasan lebih lanjut terkait sejarah permusuhan Iran dengan Israel.

Hubungan Iran-Israel pada 1925 hingga 1979

Melansir dari Al Jazeera , pada masa Dinasti Pahlavi, antara Israel dan Iran memiliki hubungan yang dekat dan harmonis. Mengapa demikian? Iran adalah negara mayoritas Muslim kedua yang mengakui negara Israel saat negara itu baru didirikan pada tahun 1948. Palestina yang awalnya dikendalikan oleh Inggris menjadi topik pembahasan bagi anggota komite khusus PBB, termasuk Iran, yang dibentuk pada tahun 1947. Iran bersama India dan Yugoslavia menentang rencana pembagian Palestina oleh PBB dengan pertimbangan rencana tersebut dapat meningkatkan kekerasan di wilayah Palestina. Ketiga negara ini kemudian mengusulkan untuk tetap mempertahankan Palestina sebagai satu negara dengan satu parlemen serta pembagian wilayah yang adil antara Arab dan Yahudi.

Itu adalah kompromi Iran untuk mencoba menjaga hubungan positif dengan negara-negara Barat yang pro-Zionis dan gerakan Zionis itu sendiri, dan juga dengan negara-negara tetangga Arab dan Muslim, ujar Eirik Kvindesland, seorang sejarawan Universitas Oxford, dikutip Al Jazeera .

Topik Menarik